33. Jejak Tentangmu

39 6 0
                                    

"Aku pernah mencintaimu setiap hari, dan kini setiap hari aku akan merindukanmu"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"
Aku pernah mencintaimu setiap hari, dan kini setiap hari aku akan merindukanmu
"

Song Recommended
Hug - Seventeen

________________

"Ta ... hari ini senjanya jelek soalnya nggak ada kamu di sini."

Duduk di atas rooftop rumah Dipta. Menikmati angin yang berhembus membuat rambut hitamnya berterbangan tanpa arah. Di tempat yang sama, waktu yang sama hanya berbeda suasana. Tidak ada lagi Dipta, tidak ada lagi senyum indahnya, tidak ada lagi tawa renyahnya, semua hilang bersama dengan tubuhnya yang sudah dipeluk semesta.

Rasanya masih tidak menyangka. Bahwa tatapan indah kemarin sore adalah sorot mata terakhir yang gadis itu lihat dari Dipta. Jika ia tahu, ia akan melarang Dipta pulang atau bahkan dengan senang hati gadis itu akan ikut dengannya. Tidak peduli jika tujuannya adalah dunia lain, karena jika ada Dipta ... Zian yakin semua akan baik-baik saja.

Belum genap 24 jam raga itu tak lagi bisa ia rengkuh. Masih terhitung 20 jam berlalu sejak ia tak lagi melihat senyum indah milik laki-laki itu, tapi rasa rindu juga kesepian sudah menyeruak masuk ke dalam hatinya tanpa aba-aba dan merusak semua tatanan yang sudah ditata rapi oleh laki-laki itu. Dipta yang menatanya dan dia juga yang memporak-porandakan semuanya.

Gadis itu ingin pergi dari sana, menjauh dan berlari ke tempat di mana tidak ada bayangan Dipta yang menggelayutinya. Tapi niat itu dia urungkan karena mengingat kilas balik apa yang diucapkan Dipta dulu.

"Zi ... kalau kamu mendapati sebuah kehilangan lagi. Aku mohon jangan pernah lari atau menghindar ya," tuturnya lembut.

"Kenapa?"

"Karena percuma juga raga kamu lari sampai ke ujung dunia tapi hatimu masih tertinggal di sini."

"Cara menikmati kehilangan paling bijak adalah dengan bersikap sebagaimana mestinya," lanjutnya.

"Tapi susah tahu, aku bahkan masih nggak terima sama kehilangan mama rasanya mau pergi aja yang jauh," sahut Zian.

"Justru karena itu susah pelajarannya nggak bisa kamu dapatkan ketika kamu lari gitu aja," sambung dengan penuh keyakinan.

"Nikmati aja setiap prosesnya, kalau mau sedih, sedih sewajarnya aja, mau ngeluh juga silahkan! nggak akan ada yang larang ... asalkan semuanya sesuai dengan porsinya," jelasnya.

Gadis itu memejamkan matanya yang sudah bengkak akibat tangis yang enggan untuk berhenti sejak kemarin. Terpaan angin sore yang seharusnya menenangkan jiwa tak bisa merubah apapun yang ia rasakan hari ini. Sesak juga sakit masih ia rasakan meski pasokan air matanya sudah menipis.

"Mbak?" panggil Dika yang baru saja naik. Gadis itu menoleh, lalu tersenyum tipis.

"Tahu password laptopnya abang nggak?" tanya bocah itu setelah berada di depan Zian.

Zian [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang