27. Dipta dan perasaannya

43 7 8
                                    

"Sayang kemana?" tanya bunda setelah melihat Dipta yang tengah sibuk mengenakan hodie nya itu.

"Ke rumah Very," jawabnya singkat.

"Lama?"

Dipta sedikit berpikir, "Nggak tahu juga sih, kenapa emang?"

"Nggak papa, hati-hati ya."

"Dipta berangkat. Assalamualaikum," tutur Dipta sembari menyalimi bundanya itu.

"Wa'alaikumsalam."

Bunda yang terlihat sudah berbalik badan hendak ke dapur terhenti ketika tangannya dicekal oleh sang putra. Sebuah kecupan mendarat mulus dipipi kirinya.

Cupp ...

"Hehh!!" kagetnya.

Dipta hanya tersenyum manis, "Dipta sayang bunda," ucapnya lembut lalu mendaratkan sebuah kecupan singkat dipipi kanan bundanya lagi.

Memiliki anak seperti Dipta juga sebuah anugerah yang Tuhan berikan padanya, dan rasa syukur itu akan selalu ia ucapkan. Sepeninggalan sang suami, hanya kedua putranya lah yang menjadi alasan bunda untuk bertahan.

Dipta melajukan motornya dengan kecepatan sedang, menembus matahari Jakarta yang sudah sedikit panas. Hari ini, Very mengajaknya untuk membuat video dokumenter. Entah karena alasan apa Dipta sendiri juga tidak tahu. Di dalam tas ransel yang sudah ia kenakan ada kamera dan sanak saudaranya. Laki-laki itu menyukai dunia fotografi, bahkan di rumah ia memiliki beberapa koleksi kamera analog, padahal ia sendiri memakainya hanya ketika benar-benar dibutuhkan. Seperti hari ini contohnya.

Setengah jam perjalanan, akhirnya laki-laki itu sampai di kediaman Very. Tanpa perlu menunggu laki-laki itu langsung saja masuk ke rumah dan berjalan menuju kamar temannya itu, tentunya setelah meminta izin pada Mama Very yang kebetulan tadi berpapasan di halaman depan.

"Heiii!!"

"Ahhh shitt!" umpat Very yang kaget mendengar suara yang tiba-tiba datang.

Dipta terkekeh, "Ayokk keburu siang panas." Very bangkit dari tidur tengkurapnya lalu mengambil kaos dan jaket dari dalam lemari."

"Lo kenapa nggak ajak anak-anak lain?" tanya Dipta yang sedang menyiapkan kameranya dan tripot kecil.

"Ditengah video aja, kalo dari awal gue yakin bakal rusuh," jawab Very seadanya.

"Emang buat apa si?"

Very terdiam. Ia ragu untuk mengatakannya, karena ia takut Dipta akan tertawa dan mengejeknya.

"Buat apa? malah bengong."

"Huh? Aah buat ... lo janji nggak ketawa ya!"

"Emang buat apaan?"

"Gue mau kasih kado buat Fira."

"Dalam rangka?"

Very menatap lekat Dipta yang masih sibuk dengan aktivitasnya, "Lo nggak ketawa?"

"Emang ada yang lucu?"

"Ahh sial gue lupa lo emang beda dari Wendy dan Mumun." Very terkekeh geli dengan pemikirannya sendiri.

"Minggu depan dia ulang tahun," lanjutnya.

Dipta mendongak, "Mepet banget, mana sempet ngeditnya?"

"Bisa gue atur," sahut Very seadanya.

Dipta terdiam setelah berhasil menyiapkan kameranya. Ada satu ide yang tiba-tiba juga terlintas dalam benaknya.

~~~°^°~~~

"Bunda Zian datang!!" sapa Zian dari depan pintu. Ia langsung saja berjalan masuk, karena gadis itu yakin bahwa bundanya berada di dapur.

Zian [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang