Lantunan adzan subuh sudah menggema di daerah komplek rumah Zian. Gadis itu bangkit dari tidurnya, mengusap kasar wajahnya berharap seluruh nyawa sudah kembali ke pemiliknya. Sama seperti manusia lain yang kerap kali lalai akan tanggungjawabnya. Mengabaikan bahkan menganggap enteng apa yang seharunya ia tunaikan terlebih dahulu. Subuh ini gadis itu tersenyum pada dirinya sendiri, berterimakasih pada raga yang sekarang mudah terbangun ketika adzan berkumandang. Jika saja Tuhan itu jahat, mungkin sudah dari dulu gadis itu menerima balasan atas segala kelalaiannya. Tapi, tidak ada yang baik dari segala hal baik selain Tuhan itu sendiri.
Mungkin gadis itu lupa bahwa semua ini juga berkat rutinitas dunianya yang sudah lebih teratur dan tidak berantakan seperti itu. Mengingat bagaimana Zian menjalani aktivitasnya dulu yang sungguh sangat-sangat berantakan. Bagaimana ia bangun jam 6 pagi, dilanjut membereskan rumah karena ia ingin ketika ia pulang petang nanti, semua sudah tertata rapi. Segala aktifitas sebagai siswa SMA dan MABA dulu sudah cukup membuatnya lelah, ditambah kerja paruh waktu untuk sebuah jajan pengganjal perut ketika siang dan malam hari atau biaya ojek dulu yang kini berubah menjadi biaya satu liter bensin. Segala tugas yang setiap hari ia jumpai selalu menumpuk diatas meja belajarnya. Ia kembali tertidur ketika dunia sudah tengah malam tak jarang dini hari gadis itu baru terlelap.
Zian sama seperti manusia lainnya. Bangun - sekolah - kerja - tugas - tidur hingga ia terbangun kembali. Siklusnya hanya seputar itu, kalau ada hari libur di tempat kerja ia lebih memilih menggunakannya sebagai hari untuk mengerjakan tugas atau istirahat. Jika Dipta atau Fira ingin main, mereka akan lebih memilih main di rumah Zian membawa makanan sendiri dari luar. Berbincang dan bercanda sembari menatap Zian yang terus melakukan aktifitasnya.
Hari ini gadis itu mengambil kelas sore. Karena paginya ia akan bekerja di rumah Dipta. Awalnya, Zian kekeh untuk tidak perlu digaji. Ia hanya ingin membantu selagi dia mencari pekerjaan lain. Namun, sama kekehnya dengan Zian, Bunda Dipta juga bersikeras untuk mempekerjakan gadis itu. Terlepas dari siapapun yang datang ibu dua anak itu sudah berkata jika ia mencari seorang pekerja bukan sukarelawan.
Bunda Dipta : "Nanti mampir beli plastik klip 5 pcs ya"
Satu pesan yang pagi itu Zian baca. Bangkit dari duduknya lalu menyapu rumahnya, kembali terlintas satu ucapan mama waktu itu. Yang intinya kurang lebih seperti ini.
"Sering beres-beres itu mungkin capek, tapi justru kalau jarang beres-beres itu jauh lebih capek lagi, jadi harus dibiasakan untuk beres-beres rumah setiap hari."
Ingatan itu sudah penuh dengan koreksian. Daya ingat Zian tidak sebaik kisah cerita fiksi, ia hanya mengingat sedikit, mencerna lalu menyimpulkan dengan pikirannya sendiri. Dan dengan alasan itu, gadis itu kini lebih menikmati hidupnya. Apa yang diucapkan mama ada benarnya, bukan ada lagi tapi memang sangat benar.
"Zian," teriak tante Kinasih sembari memasuki rumah Zian.
Zian menoleh, masih dengan sebuah sapu ditangannya.
"Ke rumah Dipta?"
Gadis itu mengangguk, "Iya pagi ini soalnya siang diambil, kenapa?"
"Ini bawa ya," ucap tante Kinasih sembari meletakkan satu kresek jeruk yang Zian tahu itu oleh-oleh yang dibawa Om Ryan dari Bogor.
"Aahh .. oke taruh meja aja, Zian mau mandi dulu."
"Punya kamu tante taruh meja juga, kalau mau yang dingin ambil sendiri dirumah tante ya," kata Kinasih sedikit berteriak karena Zian tengah berada di dalam kamar.
Selesai dengan segala aktifitas rumahnya, Zian beranjak dengan menenteng kantung kresek berisi jeruk juga tas ransel berisi laptop dan beberapa buku untuk ia kuliah. Gadis itu tidak suka harus bolak-balik, ia akan langsung pergi ke kampus setelah ia pergi dari rumah Dipta karena jaraknya memang tidak terlalu jauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zian [END]
Teen FictionIni tentang Zian Malika Adinata, gadis berusia 19 tahun yang berhasil tetap hidup setelah 8 tahun terakhir dunianya runtuh berantakan. Salah satu alasannya adalah karena kehadiran sosok Dipta yang berhasil membuatnya kembali menemukan setitik cahaya...