21. 2022 dan Kultum singkat

34 6 4
                                    

Enam buah jagung sudah tergeletak rapi diatas tungku dengan bara api yang menyala. Wendy dengan kekuatan anginnya mengayunkan sebuah tutup panci yang ia jadikan sebagai pengganti kipas angin. Halaman samping rumah Mumun kini berubah menjadi sebuah markas yang mereka gunakan untuk merayakan pergantian tahun.

Kenapa rumah Mumun? karena hanya keluarga Mumun yang tidak pernah ikut campur jika ada siapapun yang datang untuk bertamu. Jika mereka dirumah Dipta, ahh tidak Bunda akan selalu mengomel jika mereka terlalu banyak tertawa dan juga ada Dika yang laki-laki itu yakini juga akan ikut jadi peng-rusuh. Di rumah Very sebenarnya juga pilihan yang pas, cuma Wendy sangat takut dengan ayah Very. Menurut Wendy, wajah ayah Very mirip dengan aktor korea Choi Jin Ho. Jika dirumah Wendy, tidak-tidak ... opsi paling salah karena jika disana laki-laki itu akan enggan melakukan sesuatu karena merasa bahwa 'Aku tuan rumah jadi aku bebas melakukan sesuatu, kalian tamu jadi harus nurut apa yang aku ucapkan kalau tidak keluar kalian!!'. Sangat buruk bukan.

Salah satu keunggulan dirumah Mumun adalah rumah Mumun yang cukup besar membuat mereka bebas tertawa atau berteriak dengan high note, tapi tidak juga menggunakan toa masjid. Tetangga Mumun jauh lebih sadis dari pada emak-emak rumpi ditukang sayur depan gang. Dipta sempat memberi saran dirumah Zian, tapi Fira menolaknya mentah-mentah karena orang tua Fira pasti juga turut kepo dan malah menganggu.

"Wen lu yang bener dong!! ada yang gosong ni .. yang gosong bagian lu pokoknya," omel Mumun yang baru datang dari dalam rumah membawa beberapa sosis yang sudah ditusuk dan diberi bumbu. Jika kalian menganggap ini pekerjaan keempat laki-laki itu, kalian salah. Emaknya Mumun-lah yang melakukan itu tadi siang. Sayang emak banyak-banyak.

Wendy mengerucutkan bibirnya, "Nggak adil banget heran."

"Lagian beli jagung juga ngepas, salah siapa coba?" sahut Dipta yang tengah menatap layar laptop bersama beberapa buku yang berserakan. Deadline tugas akhir semester gaes.

"Very!!"

"Very!!" ucap Mumun dan Wendy serempak.

"Bukan gue yang beli bangsat!! gue aja titip ke nyokap ... Ya kalian si iuran juga dikit jadi dipas-pasin kan." Tentu Very akan membela dirinya mati-matian karena tidak terima jika harus disalahkan.

"Lu tau penghematan ga ngab?" tanya Dipta.

"Lu mah nggak hemat tapi pelit monyet," sarkas Wendy sembari membolak-balikkan jagungnya.

Dua orang perempuan tengah berjalan beriringan dengan salah satu diantara mereka membawa beberapa kembang api. Mereka adalah Zian dan Fira. Perasaan canggung tiba-tiba muncul dibenak Zian, dimana ia harus berada ditempat yang baru pertama kali ia datangi. Terlebih, acara-acara perayaan seperti ini baru pertama kali ia ikuti. Itu juga atas bujuk paksa Dipta dan Fira. Terakhir kali, gadis itu merayakan pergantian tahun tepat lima hari sebelum sang Mama pergi dan setelah itu tidak ada perayaan apapun yang ia rayakan.

Sesekali Dipta sering mengajaknya untuk merayakan tahun baru bersama sang Bunda, atau menikmati sate bakar saat idul adha, pernah juga Dipta ajak gadis itu untuk jalan-jalan keluar ketika malam takbir, yang paling sederhana merayakan sebuah pesta ulang tahun, tapi semua ajakan Dipta, Zian tolak mentah-mentah.

"Gue bawa kembang api oeee!!!" teriak Fira sembari menunjukkan kantong kresek berwarna merah itu kepada mereka.

"Wihhh pintar sekali anak mami ini," celetuk Mumun yang masih sibuk menata sosis diatas kompor portabel dibantu dengan Very.

"Uangnya perlu diganti ga?" tanya Wendy.

Ia meletakkan kresek yang ia bawa diatas kursi plastik, "Nggak perlu orang ini gue curi dari sepupu gue."

Zian [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang