32. Dipeluk semesta

42 5 7
                                    

"Pada raga yang tak lagi bisa aku peluk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"
Pada raga yang tak lagi bisa aku peluk. Terimakasih dan Selamat Jalan
"

Song Recommended
Loving With All Your Heart - Damsonegongbang

______________________

"Zi?" teriak Dipta sembari mengangkat tinggi-tinggi tangannya yang memegang sebuah kamera.

"Aku dapet!!" pekik laki-laki itu dengan binar mata bahagia.

"Dapet berapa?" tanya Zian juga tak kalah antusias.

"Masih diharga tiga juta. Tapi gila aku seneng banget," papar Dipta. Kedua pipi yang masih mengembang sempurna menambah ketampanan laki-laki itu.

"Nyesel nggak?"

Dipta menggeleng cepat, "Nyesel kenapa? nggak lah!! dari kemaren-kemaren aja aku jual kameraku terus beli kamera yang udah lama aku incar."

Zian mengacak-acak rambut Dipta pelan, "Bahagia banget kayaknya."

"Yang lebih membuatku bahagia itu kamu selalu dukung aku," sanggah Dipta sembari mengusap pipi Zian lembut.

Zian mengembangkan pipinya lagi, "Gombal!"

"Kamu nggak tahu aja seberapa bahagianya aku bisa jadi pacarmu," celetuk laki-laki itu sembari mengotak-atik kameranya.

Hari itu keduanya tersenyum bahagia. Hal yang paling sederhana seperti Dipta yang bahagia karena bisa membeli kamera baru yang sudah lama ia inginkan. Zian juga merasa, tawa menggelegar yang dihasilkan Dipta benar-benar mempu menghipnotis hidupnya.

Berbeda dengan kenangan itu. Kini Zian terduduk bersandar tembok rumah Dipta. Menatap lurus laki-laki yang selama ini selalu memberinya kekuatan tengah terlelap dalam tidurnya. Seolah tuli dengan semua isak tangis ini, ia masih tertidur dengan tenang. Ketenangan yang justru membuat jiwa gadis itu teriris.

Disampingnya ada bunda yang sama-sama terdiam dengan tangis yang tak bisa dihentikan. Tiga tahun yang lalu, ia harus menyaksikan sang suami yang terbujur kaku dihadapannya. Belum sampai ingatan itu hilang, kini putra sulungnya juga berada diposisi itu. Terhitung sudah tiga kali bunda kehilangan kesadarannya. Seolah menginginkan Dipta pergi dengan mengajak jiwa Bunda.

Zian menatap satu persatu manusia yang terduduk di samping Dipta. Entah berapa kali telinga gadis itu mendengar kalimat tabah dan ikhlas. Apa mereka semua tahu bagaimana susahnya mengikhlaskan seseorang?. Gadis itu berusaha menjadi tuli untuk hari ini, ia tidak ingin mendengar kalimat itu lagi terucap. Baginya, suara-suara itu hanya semakin membuat dirinya terlihat semakin menyedihkan.

Mumun tertunduk lemah. Sesekali laki-laki itu memejamkan matanya berharap agar air matanya tidak lagi menetes.

"Brengsek banget ya lo," batin Mumun masih menatap lurus jalanan setapak menuju pemakaman.

Zian [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang