Wangi aroma buku baru langsung tercium tepat setelah Zian dan Dipta memasuki Gramedia. Tumpukan buku yang tertata rapi disetiap rak membuat siapa saja yang melihatnya merasa tenteram. Gramedia menjadi tempat paling disukai Dipta. Terkadang laki-laki itu hanya masuk namun tidak membeli karena ia hanya ingin mencium aroma-aroma buku baru.
"Cari apa?" tanya Zian.
Dipta menatap sekeliling, "Disuruh bunda beli buku resep kue."
"Tumben."
"Mau dijual katanya uangnya lumayan buat beli mendoannya Mang Asep, sampe aku suruh bunda nikah sama Mang Asep tau saking demennya makan mendoan buatan Mang Asep," celetuk Dipta.
"Bunda mau?"
Dipta menggeleng, "Enggak ... katanya ngurusin dua laki-laki dirumah udah ribet kalo nambah lagi bakal sangat menyusahkan."
Zian hanya mengangguk kecil, lalu dengan tangan yang masih saling menggenggam Zian menarik Dipta untuk langsung menuju tempat dimana biasanya buku resep berada.
"Keliling dulu napa," rajuk Dipta.
"Cari dulu kalo udah dapet baru keliling." Mau tak mau Dipta mengikuti langkah kaki kekasihnya ini.
Berhasil mendapatkan apa yang dicari. Dipta langsung menghilang, tanpa Zian disampingnya laki-laki itu tengah berdiri disebuah rak buku teenfiction. Dipta memang suka membaca, tapi tak semua buku akan dia baca. Hanya beberapa yang memang menurut laki-laki itu bagus dan berguna. Bahkan dirumah laki-laki itu punya satu rak buku yang ukurannya lumayan besar.
Gadis itu menatap laki-laki itu dengan tatapan yang sangat hangat. Melihat bagaimana lekuk wajahnya yang tampan, melihat sorot matanya yang sedang sibuk membaca blurb. Bagaimana bisa Dipta menjadi sangat serius ketika berhadapan dengan buku padahal jika tidak ada buku tingkahnya sudah seperti anak balita yang baru bisa jalan. Alias nggak bisa diam.
Teringat bagaimana mama Dipta beberapa minggu yang lalu mengadukan tingkah anaknya pada Zian. Meski dalam ceritanya semua tentang hal aneh yang Dipta lakukan, tapi sorot matanya jelas menggambarkan bagaimana sang mama sangat menyayangi Dipta. Terlahir dikeluarga seorang PNS membuat Dipta dan Dika tumbuh menjadi anak yang pintar. Meski tidak menonjol keduanya mampu membuktikan bahwa mereka akan berhasil dengan cara mereka masing-masing.
Zian sedikit terkekeh menatap wajah Dipta yang sekitar satu tahun yang lalu kebingungan harus daftar kuliah dimana. Mereka seumuran, tapi Zian jauh lebih tenang kala itu, meski ia gagal di SNMPTN. Berbeda dengan Dipta yang terus-menerus menelepon dirinya karena takut gagal di SBMPTN juga. Laki-laki itu sempat bingung ingin mengambil Teknik Sipil atau Informatika. Zian justru dibuat kaget karena Dipta justru mengambil jurusan Kedokteran Gigi di universitas yang sama dengan Zian. Sama sekali diluar bayangan Zian, bahwa laki-laki yang suka makan permen kapas dan mengunyah es batu ini justru mengambil jurusan yang mungkin akan membuatnya sadar bahwa kebiasaan itu tidak baik.
Zian mendekati Dipta lalu menyerahkan sebuah buku yang tadi menarik perhatian gadis itu. Sebuah buku tentang ilmu kedokteran gigi. Tak ada alasan gadis itu memilih buku itu, hanya ia berharap apa yang sedang diperjuangkan Dipta saat ini, akan membuahkan hasil yang maksimal di masa depan.
"Ini ...."
Dipta menoleh, mengerutkan kedua alisnya, "Apa?"
"Buku ... masa siomay."
"Buat?"
"Difoto copy dijual lagi bajakan. Ya dibaca dong aneh banget," ketus Zian kesal dengan jawaban Dipta.
"Aku?"
Zian semakin kesal, "Ya masak Mang Asep yang suruh baca."
Dipta masih terdiam dengan raut wajah yang super duper ngeselin. Entah memang dia yang tidak mengerti atau pura-pura bego.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zian [END]
Teen FictionIni tentang Zian Malika Adinata, gadis berusia 19 tahun yang berhasil tetap hidup setelah 8 tahun terakhir dunianya runtuh berantakan. Salah satu alasannya adalah karena kehadiran sosok Dipta yang berhasil membuatnya kembali menemukan setitik cahaya...