Dia yang pergi, tapi dia juga yang merasa tersakiti.
Setelah melewati babak penyisihan, Garuda berhasil masuk ke dalam babak final. Itu kabar baiknya.
Kabar buruknya, lawan mereka di final nanti adalah SMA Arwana. Entah itu sebuah keberuntungan atau kesialan. Yang jelas, anak-anak Arwana tidak akan membiarkan mereka menang dengan mudah.
Itulah persepsi Jefta setidaknya pada turnamen basket tahun kemarin. Tapi kini ia cukup yakin. Selama ada Saga bersama mereka, maka semuanya akan baik-baik saja. Benar bukan?
Mengutip kata-kata Lizzie, 'angka persentase kegagalan Saga tidak sampai lima persen'. Ya, itu benar. Karena Saga cenderung tidak suka kalah selama dirinya menjadi salah satu bagian dari kompetisi itu sendiri.
Apa bisa disebut ambisi? Sepertinya iya. Saga cukup berambisi untuk mendapatkan segala hal yang ia inginkan.
Haha.
Kini Saga sedang bersama Ily di tribun paling bawah. Kursi atas kebanyakan sudah diisi oleh anak-anak dari sekolah lain. Yah, meski sekolah mereka tidak masuk final, tapi hal itu tidak menyurutkan keinginan mereka untuk melihat siapa yang akan menjadi pemenang. Terlebih nama Saga kerap sekali berseliweran sana sini semenjak kemunculannya sebagai pemain dadakan dari Tim Garuda. Tentu mereka ingin melihat sosok itu lagi dan lagi.
"Semangat mainnya." Ily tersenyum lebar sampai kedua matanya menyipit membentuk bulan sabit. "Aku pastiin nanti aku duluan yang kasih kamu minum. Hehe."
"Makanya milih duduk di bawah?"
"Iya! Biar gampang nyamperin kamunya." Sambil menyengir, Ily menatap Saga cerah. "Tapi kayaknya bakal agak susah sih."
Tentu saja, fans Saga 'kan banyak!
"Susah kenapa?" Tangan Saga terangkat untuk membenarkan anak rambut Ily yang sedikit berantakan.
Ily melipat bibir ke dalam, menahan untuk tidak salting. "Gak papa, hehe."
Pemuda itu terdiam sejenak. Tak lama ia mengetuk-ngetuk kening Ily dengan jari telunjuknya. "Gak perlu samperin gue."
Ily menggenggam telunjuk Saga agar cowok itu berhenti mengusilinya. "Loh, kenapa?"
"Gue yang samperin lo."
"Kok gitu?"
"Biar lo gak kesusahan."
Belum sempat Ily membalas, suara Jeremy menyambar tiba-tiba. "Woi masih pagi! Iritasi mata gue lihat ginian!"
"Si anjing Jeremy! Gue lagi asik asiknya nonton mereka, sialan! Ganggu lo, bajingan!" Segala jenis umpatan sudah Selena lontarkan. Tidak peduli jika semua orang kini menatapnya dengan penuh penghakiman.
KAMU SEDANG MEMBACA
ILY
Teen FictionIly adalah gadis cantik berwatak lembut yang tiba-tiba saja mendapatkan titah dari sang ayah untuk pindah rumah dan sekolah. Diawali perjumpaannya dengan teman-teman kelas yang absurd, membuat Ily akhirnya sadar jika hidup tidak selalu monoton. Aw...