Mari ciptakan sebuah frasa dalam suatu ikatan yang tak pernah binasa.
| I L Y |
Berdiri meratapi refleksi diri sudah ia lakukan sedari tadi. Tak lelah batinnya bergemuruh meminta untuk menunda kemungkinan yang akan terjadi. Pada akhirnya hati memaksa raga untuk tetap pergi walaupun takut kerap menyelimuti.
"Ayo rileks Ily, kamu gak akan dimakan zombie." Kalimat sekedar menguatkan diri sudah ia lantunkan sejak tadi. Melupakan sosok di atas kasur yang sedang menatap dirinya dengan pandangan aneh. Gila memang.
"Udah siap?" Entah sudah berapa kali Saga bertanya dengan pertanyaan yang sama.
Sahutan dari Ily terdengar. "Sebentar lagi, Saga." Pada akhirnya jawaban yang sama tetap terlontarkan.
Saga menghela nafas sejenak, lalu kembali menatap Ily. "Lo cuma seleksi marching band, jangan takut," ucap Saga pelan.
Tiba-tiba saja Ily berhenti menggerutu di depan cermin, berbalik menatap Saga dari tempatnya berdiri. "Aku gak pede, Saga. Gimana kalo aku gak bisa niup trompet dengan bener? Gimana kalo jari aku mendadak keram pas mau nekan tutsnya. Gimana kalo pandangan aku buram dan berakhir pingsan?" oceh Ily meluapkan ketakutannya sejak tadi.
Diam sejenak membuat Ily jadi mengatupkan bibirnya dengan rapat. Saga mengubah posisinya menjadi duduk agar bisa menatap Ily dengan leluasa.
"Apa gunanya gue disana?" tanya Saga datar. Ily masih bungkam memikirkan hal baik yang Saga lakukan padanya.
Ini hari Sabtu. Karena sekolah mereka menerapkan sistem full day school, hari Sabtu mereka diliburkan. Seperti saat ini. Hanya saja hari ini Ily sudah memiliki jadwal sendiri, yakni seleksi marching band. Tahu jika Ily kurang percaya diri, Saga dengan baik hati menawarkan diri untuk menemani Ily disana.
Baik, kan? Iya, Saga mana bisa membayangkan wajah pucat dan bahu gemetar Ily ketika diajak berbicara oleh orang asing.
"Ayo berangkat, nanti telat." Saga meraih tangan kanan Ily untuk digandeng. Menghela nafas pelan, Ily menurut dan membiarkan Saga menggiring tubuhnya hingga duduk manis di atas motor.
Sebelum menyalakan mesin, Saga masih sempat-sempatnya menoleh ke belakang, menatap Ily yang sedang kesusahan menggunakan helm. "Cardigannya dipake, jangan cuma diiket di pinggang doang," ucap Saga datar.
Ily mengerucutkan bibirnya sebal lalu menuruti kemauan sang maniak es krim. Dengan sebal ia melepaskan ikatan cardigan di pinggangnya lalu mengalih gunakan di bahunya.
Sejak kapan Saga berubah bawel? Serius, Ily tanya. Cowok itu sekarang suka banyak bicara hanya padanya saja. Bukan Saga banget. Tapi Ily senang karena ia merasa dispesialkan oleh manusia tercuek se-SMA Garuda.
Merasa sudah siap, Saga menstaterkan motornya lalu melaju dengan kecepatan sedang. Sebenarnya Saga sudah terbiasa mengebut, hanya saja Ily tidak suka. Maka dari itu Saga lebih memelankan lajunya demi kenyamanan Ily.
Sesampainya di SMA Garuda, Saga langsung memarkirkan motornya di bawah pohon jambu air yang sedang berada dimasa-masa emasnya. Kalau kata Naya, ini adalah tempatnya Jeremy. Biasanya saat pulang sekolah, Jeremy menyempatkan diri untuk mampir kesini sejenak. Apalagi kalau bukan untuk makan jambu segar sambil main Wi-Fi gratis yang bocor dari ruang kepsek. Jeremy kayak orang susah padahal anak gubernur.
Ily menaruh helm bogo pink miliknya di atas jok motor. Sedangkan Saga yang sudah siap hanya menunggu Ily yang sekarang sedang terdiam. Cewek itu kembali termenung memikirkan bahwa ia adalah satu-satunya yang akan diseleksi kelak.
KAMU SEDANG MEMBACA
ILY
Teen FictionIly adalah gadis cantik berwatak lembut yang tiba-tiba saja mendapatkan titah dari sang ayah untuk pindah rumah dan sekolah. Diawali perjumpaannya dengan teman-teman kelas yang absurd, membuat Ily akhirnya sadar jika hidup tidak selalu monoton. Aw...