Bel pulang dikumandangkan. Membuat kegiatan Ily yang sedang khusyuk membaca buku terpaksa harus usai.
Gadis itu berdiri kemudian membagi pandangan pada Jeno dan Jaebi yang sedang mengemasi perlengkapan belajar.
"Ayo, balik ke kelas," ajak Ily. Jaebi mengucek mata sebentar lalu mengangguk. Berbeda dengan Jaebi yang mengantuk, Jeno justru terlihat bugar. Cowok itu bergegas mengambil posisi berjalan di sebelah kanan Ily.
"Nanti lanjut buat laporannya di mana, ya?" tanya Ily di sela-sela perjalanan mereka.
"Di rumah lo aja," balas Jeno sambil tersenyum tipis.
"Hmm. Boleh deh." Lalu Ily beralih pada Jaebi yang matanya sudah sayup-sayup. Hampir saja pemuda itu akan oleng ke depan jika tidak ditahan Ily. "Hati-hati. Btw, Ja, dasar teori tadi udah lengkap belum?"
Jaebi mencebik kecil. "Ly, gue udah bilang, gue ini buta biologi," rengeknya.
Memang, Jaebi buta biologi. Untuk membedakan jaringan pembuluh xilem dan floem saja ia kesulitan. Namun, cowok ini kuat di mata pelajaran eksakta. Dia bisa menyelesaikan soal perhitungan super hots dalam waktu singkat.
"Nanti kita kerja sama-sama, ya. Kamu kerja dulu bagian kamu sebisa kamunya. Kalau gak bisa, gak papa."
Mendengar itu, Jaebi mengangguk semangat. Beginilah partner kelompok yang dia inginkan selama ini. Bukan seperti Dara yang kerap memerintah dirinya untuk menyelesaikan poin sekian sampai sekian. Atau seperti Joshua yang sering mengomentari kerjanya yang lelet. Ily berbeda. Ily mengerti kesulitannya dan bersedia mengulurkan tangan.
"Kita bisa gak sih sekelompok selamanya?"
Ily tertawa mendengar gurauan Jaebi. "Nanti kamu bosen dong?"
"Enggak bakal. Orang lo baik gini." Jaebi tersenyum gemas. "Kok ada sih cewek sebaik dan sekalem lo?" Jaebi murni bertanya karena heran. Secara anak cewek di kelas mereka mayoritas tukang pukul dan tukang nyinyir.
Ily tidak membalas, melainkan terdiam untuk beberapa jeda. Gadis itu tampak memikirkan sesuatu, seolah perkataan Jaebi tadi berhasil memengaruhinya.
Jeno mengamati dalam diam. Perasaan skeptis lantas menggerayangi hatinya begitu melihat Ily diam-diam menggigit bibir.
"Woy!" Suara keras itu sontak menarik Ily dari dimensi khayalnya. Ia mendongak, menemukan Naya yang sedang mengikat tali sepatu di ambang pintu.
"Kalian diskusi atau semedi? Lama banget," cibirnya.
Jaebi melotot. "Kok julid?"
"Dicariin Bu Rita tadi!" cerca Naya sambil menjegal kaki Jaebi yang hendak masuk.
"Ck, apaan sih, Nay?!" Jaebi berpegangan pada pinggir pintu saat hampir terjatuh.
"Gak sengaja!"
"Iya, sangat enggak sengaja," cibir Jaebi lalu masuk diikuti Ily yang tertawa. Gadis itu berjalan menuju tempat duduknya dan terdiam sejenak begitu mendapati bangku Saga kosong melompong.
Saga ... pulang tanpa dirinya?
"Udah balik dia. Sama Jintomang," celetuk Gena sambil berdiri di sebelah Ily. Cowok itu menatap Ily yang masih belum menanggapi. "Awalnya Saga nolak dan mau pulang bareng lo, tapi gak tau tiba-tiba dia mau-mau aja."
Ily menatap Gena sambil mengerjap cepat. Lantas ia mengambil ponsel dan melihat notifikasi pesan dari Saga.
Saga : Gue duluan.
Saga : Pulang sama yang lain aja.
Saga : Hati-hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
ILY
Teen FictionIly adalah gadis cantik berwatak lembut yang tiba-tiba saja mendapatkan titah dari sang ayah untuk pindah rumah dan sekolah. Diawali perjumpaannya dengan teman-teman kelas yang absurd, membuat Ily akhirnya sadar jika hidup tidak selalu monoton. Aw...