30 : Perpisahan

192 30 4
                                    

Karena tugas kita cuma merelakan. Urusan bertemu kembali, itu kehendak Tuhan.

 Urusan bertemu kembali, itu kehendak Tuhan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Masih pusing?"

Ily terhenyak tepat setelah Saga bersuara. Lantas ia menoleh, memberikan senyuman kecil. "Enggak kok. Aku baik-baik aja." Gadis itu meraba hidungnya yang masih terasa agak perih.

"Saga, aku kesusahan napas. Apa aku boleh lepasin ini?"

Saga tampak terpengkur. Kilas balik tiba-tiba datang menyerang. Suara yang lemah serta bunyi alat-alat penopang kehidupan samar-samar terdengar, membuat jantung Saga berdenyut kesakitan.

"Saga ..."

"Aku kesusahan napas. Aku boleh lepasin ini?"

"Saga, a-aku gak bisa napas."

"Dada aku sesak, Saga."

"Saga, tolong aku!"

"SAGA!"

"Saga, kamu gak papa?" tanya Ily hati-hati, tangannya terulur menyentuh telapak tangan Saga.

Dingin.

"Kamu sakit?"

Pemuda itu memejamkan mata rapat. Seolah menahan sesuatu yang menimpa kepalanya.

"Saga, jawab! Jangan bikin aku khawatir." Ily beralih memegang kedua bahu Saga, mengguncangnya pelan guna mengembalikan kesadarannya yang mulai menipis. Tak lama kemudian, pemuda itu memasok oksigen banyak-banyak, sesaat setelahnya menunduk dalam. Menghindar tatap dengan Ily.

"Gak papa," ucapnya parau. Ily terdiam sejenak, hingga akhirnya ia membawa Saga ke dalam dekapannya.

"Kamu sebenarnya kenapa?" ujar Ily lirih. "Ini bukan yang pertama kalinya. Kamu dulu juga pernah kesakitan kayak gini. Plis, kalau ada apa-apa bilang sama aku."

Saga diam tidak membalas. Wajahnya terlihat pucat dan tubuhnya mulai gemetaran hebat.

Merasakan ada hal yang tidak beres dengan Saga, Ily pun ikutan menunduk. Matanya membelalak lebar mendapati Saga menangis tanpa suara.

"S-Saga, ada apa? Tolong jangan diam aja!" pinta Ily sedikit membentak. Sejauh Ily mengenal Saga, pemuda ini bukanlah tipe orang yang dengan gamblang mengungkapkan emosinya. Apa lagi tanpa alasan yang jelas seperti ini. Ily rasa, ia tidak melakukan suatu hal yang bisa memancing emosi Saga.

"Jangan pergi."

Ily merasa deja vu. Kalimat seperti ini rasanya tidak begitu asing. Ah, benar. Waktu di mana Saga terbangun dengan kondisi serupa, ia juga berkata seperti ini, memintanya untuk tidak pergi. Memangnya dirinya akan pergi kemana?

Ily tidak mengerti.

Sebenarnya Ily sudah merasa aneh sejak lama. Pemuda ini bersikap seolah sudah mengenalnya. Atau, mungkin hanya perasaannya saja?

ILYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang