🌱 4. Punya anak 🌱

9.7K 656 14
                                    

Setelah hari itu, Haven selalu mencari kesempatan menggunakan ponsel milik Aqilla. Pernah ia berhasil mengetik nomor temannya. Saat mulai mengetik pesan, Aqilla memergokinya. Lalu di sinilah Haven, di ruangan penuh mainan dan barang bayi. Pintu itu tidak tertutup, tapi pagar yang cukup tinggi menghalangi Haven pergi keluar.

Haven meraih botol dan menyedot isinya. Sebenarnya hidupnya yang sekarang tidak jauh berbeda dengan yang dulu. Semua kebutuhannya dipenuhi, makanan selalu ada, dan punya kamar sendiri. Hanya saja bagian mandi san ganti popok ia sangat benci.

"Males banget, tapi deadline besok. Tugas banyak gini waktu buat ngerjain cuma sehari."

"Ngomel-ngomel nggak buat tugas kita kelar."

"Idih, sok rajin lo."

Haven mendengar keributan dan mendatangi jendela. Ada Aqilla dan tiga orang yang dikenalnya. Haven buru-buru merangkak ke pagar, memanggil Bunda. "Tata!"

Orang yang datang bukan yang ia harapkan. Mika berdiri di luar pagar. Senyum licik menghiasi wajahnya. "Qilla, ini siapa?" tanyanya.

Aqilla pun muncul. "Adik."

"Gemoy banget. Boleh gendong nggak?"

Haven memelototi gadis berambut sebahu. Sudah terpikirkan untuk menjambak rambut Mika lalu merobek bibirnya.

"Boleh."

"Namanya siapa?"

"Irfan." Aqilla menjawab dengan tangan sibuk menulis. Hari ini mereka memiliki tugas kelompok. Karena rumah Aqilla dekat sekolah, keempatnya memutuskan mengerjakan di sini.

Theo melirik bayi di pangkuan Mika. Menyaksikan kelakuannya yang menampar keras Mika, ia merasa tidak asing. Mencoba fokus, Theo melanjutkan memotong kertas.

"Lo terlalu beruntung, tapi ini nggak bakal lama."

Haven memegang oleh bisikan di telinga kiri. Kepalanya menoleh. "Liat aja nanti." Haven hanya membatin.

"Woy, Plastik Mika! Lepasin bayinya. Nih kerjain." Farel menegur Mika. Laki-laki itu melemparkan lem dan kertas berpola.

Haven dilepaskan. Ia melihat Aqilla, Theo, Farel, dan Mika. Di sini hanya Farel yang bisa bersantai karena pekerjannya sudah selesai. Haven menatap lekat ponsel di tangan Farel. Tubuhnya mulai merangkak.

Farel menghela napas melihat pesan darinya tidak dibalas. Biasanya Haven akan menjawab, minimal menggunakan satu huruf. "Eh, ada bayi," ucapnya. Melihat adik Aqilla, Farel merasa kenal.

"Woy, pinjem hp." "Tata, ta. Pe." Haven mengangkat tangan.

"Mau pangku? Boleh. Adiknya Qilla gemes. Umur berapa nih?" tanya Farel sambil meletakkan Haven di pangkuannya.

"Sekitar satu tahun." Aqilla menjawab dengan ragu.

Saat mengerti arah tujuan Haven, Farel menyerahkan ponselnya. "Eh, Bayi Kecil mau main hp? Mau nonton 2tube ya?"

Sementara Haven mencari aplikasi perpesanan, Farel diam menyimak. Dipikirnya Aqilla mengajari adik bayinya menggunakan ponsel. "Wih, pinter. Udah bisa ngetik huruf," kagumnya.

Haven mengabaikan pujian dan fokus mengetik.

P
P
P
Ini gue
Haven >.<

Dahi Farel berkerut. Bayi usia satu tahun baru tahu cara merangkak serta bicaranya belum jelas. Farel rasa Aqilla memiliki adik yang jenius. Maka ia bertepuk tangan.

Haven memutar mata. Jarinya kembali menekan huruf lalu mengirimnya, seolah Farel sedang bicara dengan diri sendiri.

Ini Haven
Gue jadi bayi

"Kayaknya gue kebanyakan gado micin."

Ucapan Farel mengalihkan atensi semua orang. Farel sibuk menatap langit-langit. Keyboard ponselnya tidak dipasang koreksi otomatis. Jadi bagaimana caranya bayi usia satu tahun menulis hal seperti ini, apalagi menyangkut Haven yang tidak ada kabar sejak dua hari lalu.

"Jangan ngebug sekarang anj." "Lel, tata. Aaa … Lel!" Haven menjerit frustrasi. Mika memang di sini, tapi butuh bala bantuan untuk melawan gadis itu. Aqilla tidak bisa diharapkan, Theo membencinya, hanya Farel yang tersisa.

"Irfan udah ngantuk," gumam Aqilla. Gadis itu bergerak mengambil Haven untuk diberikan kepada Bunda.

Tugas kelompok selesai lebih awal. Sekarang empat remaja itu duduk santai menikmati camilan. Namun, Farel di sudut masih diam mencerna kata-kata yang diketik oleh bayi.

"Qilla, gue nggak tau kalo lo punya adik."

Aqilla mengulum bibir. "Sebenarnya Irfan bukan adikku."

"Terus?" sahut Theo. Sementara Mika diam menyimak pembicaraan. Malang sekali nasib Aqilla yang harus mengurus bayi nakal bernama Haven.

"Aku nemu Irfan di gang deket mall."

"Mall di sana itu ya? Haven juga ke sana. Terus abis itu dia nggak ada kabar. Hei, Plastik Mika, hari Jumat lo ketemu Haven, kan?" Mata tajam Farel menusuk Mika. Jumat sore itu Farel yakin benar melihat Mika menghampiri Haven dan pacar barunya.

Mika menghela napas. Matanya memandangi kuku-kuku yang dipoles kutek merah muda. "Iya, gue emang ketemu Haven. Gue tanya kenapa dia mutusin hubungan, tapi Haven nggak mau jawab. Terus gue pulang."

Farel memicing curiga."Yang bener lo? Lo kan cewek paling bringas di sekul. Mana mungkin langsung lepasin Haven. Lagi pula lo dendam banget ke dia, iya, kan?"

"Haven? Haven siapa ya?"

Pertanyaan dari Aqilla menarik seluruh atensi. Theo menatap kaget dan Farel memegang dada saking terkejutnya. "Haven Alexander, playboy SMA Nusa Dua," jawab Farel. Jiwanya terguncang mengetahui bahwa masih tersisa seorang yang tidak mengenal sahabatnya.

Aqilla mengangguk-angguk. Haven memang tampan, tidak heran Mika enggan melepasnya begitu saja. "Pas hari Jumat aku juga nemu Irfan. Apa Haven sama Irfan ada hubungannya?" tanyanya kemudian.

"Bisa jadi." Meski tidak tertarik dengan topik ini, Theo ikut di bagian berpikir.

"Gue baru sadar kalo Irfan mirip sama Haven pas kecil. Jangan-jangan … oh my God!" Farel memegang kedua pipi. Temannya itu playboy, tapi sangat pemilih. Kalau sampai punya anak berarti, ah, Farel tidak mampu membayangkannya.

Sementara empat remaja membahas tentang Haven yang hilang setelah Jumat sore, seorang bayi menyimak pembicaraan mereka. Tadinya ia mengantuk, tapi saat mendengar namanya disebut-sebut, Haven harus penasaran.

"Qilla, boleh minta rambutnya Irfan? Mau gue tes DNA sama Haven."

Haven buru-buru mencari tempat bersembunyi. Namanya bisa tercemar jika sampai tertangkap. Ia berhati-hati pergi dari kasur.

"Bunda, Irfan ke mana?" tanya Aqilla saat tidak menemukan bayi di tempat tidurnya. Padahal ia yakin Bunda pasti meletakkan Irfan di sana bersama botol susu.

Bunda muncul dari dapur."Irfan kan lagi tidur," balasnya sambil pergi ke kamar Irfan.

Theo dan lainnya juga kebingungan. Mereka mencari di segala penjuru dan Mika berseru saat melihat tangan bontot di dekat sofa. "Ini Irfan."

Haven langsung pindah tempat. Lebih baik kabur setelah ketahuan daripada tertangkap. Walau telapak tangannya sakit, Haven memaksakan. Mika tidak akan melepaskannya, apalagi saat membaca peluang untuk menjatuhkannya. Haven terima dirinya terjebak dalam tubuh bayi, tapi sangat menolak jika namanya tercoreng akibat argumen yang tidak terbukti.

Author : Poor Haven. Makanya jangan main-main sama hati cewek, kena kutukan, kan. 😂😂😂😂

Aqilla : Ternyata Mas Crushnya Mika itu Haven. Baru tau

Haven : 😭😭😭😭 tolongin gue, plis. Gue menderita banget.

Theo : Haven bakal dikeluarin dari sekolah kalo emang punya anak.

Farel : Sini, Bayi Manis. Kakak nggak gigit kok.

Mika : Baru segini udah kayak mau mati. Lo nggak pernah tau rasanya cewek diputusin pas lagi sayang-sayangnya.

The Prince's CurseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang