Mendengar suara benda jatuh, Haven terbangun sambil terkejut. Matanya mengamati sekililing. Karena nyawanya belum terkumpul, sontak ia memanggil, "Ila!"
Irfan yang akan memungut gelas di lantai, terhenti. Laki-laki itu memandang ke ranjang. Sepasang tangan kecil melambai-lambai diiringi suara nyaring yang menyebut nama Ila. Irfan mengambil gelas, lalu mendatangi Haven. Baru beberapa detik berada di dekat Haven, sebuah tangan melayang menampar pipinya. Irfan refleks melangkah mundur.
Haven sendiru amat kaget karena bukan Aqilla yabg datang, melainkan Irfan. Buru-buru ia bangun dan duduk. Haven menatap tajam Irfan yang masih syok.
"Ila mana? Ila! Ila ...."
Irfan mendelik melihat tingkah bayi di hadapannya. Tubuh pendek berlemak, pipi bulat, mata kecil yang menatapnya sengit. Irfan benar-benar ingin mencekiknya. "Ila nggak ada. Lo di rumah gue. Entar gue bantu biar lo bisa balik ke bentuk normal," jelasnya.
"Moh. Mau Ila. Iih! Mau Ila!" jerit Haven sambil memukul kasur di bawahnya.
"Diem! Malem-malem berisik. Kalo sampe Kak Bella kebangun, besok nggak ada sarapan buat lo," ancam Irfan.
Dih, seenak udel nyulik gue. Sekarang ngancem. Dahi Haven berkerut. Lama tidak bertemu ternyata temannya banyak berubah. Untuk mengembalikan Irfan yang ia kenal, dirinya harus turun tangan memberi pelajaran. Haven melihat sekitar. Saat itu juga, matanya menangkap ponsel milik Irfan tergeletak di atas kasur. Haven segera meraihnya.
"Haven, lo jangan macem-macem," peringat Irfan.
Haven tersenyum licik. Tangannya terangkat memamerkan ponsel yang lebih besar dari telapak tangannya. Ini buat lo yang ngancem nggak bakal ngasih gue susu sama sarapan. Lantas, Haven melempar ponsel ke arah jendela. Tentu, Irfan mengejarnya. Namun, lantai terlalu licin sehingga Irfan terpeleset.
"Hahaha! Hahaha!"
Tawa Haven menggema di penjuru ruangan. Jarinya menunjuk Irfan yang jatuh telungkup. Kemudian, Haven berpikir memberi satu pelajaran lagi. Ia berusaha berdiri. Dalam percobaan pertama, Haven berhasil berdiri di atas kasur. Tanpa ragu, kakinya melangkah ke depan, lalu melompat. Haven tertawa keras saat sukses mendarat di punggung Irfan.
"Turun lo! Sekarang. Kalo nggak, gue berdiri biar lo jatuh."
Haven memukul kepala Irfan. "Na ta, uh. Ca ca."
"Turun sekarang!"
"Ndak au!"
"Cep-"
"Apaan sih berisik banget?!"
Dua laki-laki itu sontak diam melihat Bella berdiri di depan itu. Haven pertama yang sadar. Dengan cepat, air meleleh dari matanya. Haven membuka mulut dan suara tangisan bayi memenuhi ruangan.
"Eh? Kaget, ya? Cup, sini. Sini."
Bella mengangkat Haven, memeluknya juga menepuk punggungnya. Berikutnya, Bella memandang Irfan. "Sayang, cup cup. Irfan, kamu ngapain berisik tengah malem gini?! Mau disoraki maling?" tanyanya.
Irfan yang sudah berdiri, segera menyangkal, "Aku enggak ngapa-ngapain. Dia tuh. Tadi nampar terus lempar hapeku."
"Ngigo kamu? Mana ada bayi yang bisa bikin kamu kayak abis digebuki. Dah, sana tidur. Kalo masih berisik, kamu tidur di luar."
Irfan berdecak, sedangkan Haven tersenyum angkuh. Bibirnya yang tersenyum membuat pipi gemuknya menggembung.
🌱🌱🌱
KAMU SEDANG MEMBACA
The Prince's Curse
Teen FictionHati-hati dengan hati wanita. Karena jika menyakitinya, kamu bisa jadi bayi. * * * Diberkati dengan paras rupawan serta tubuh proporsional, Haven sangat memanfaatkan kelebihannya. Remaja jangkung itu memikat banyak perempuan kemudian mencampakkan me...