🌱 8. Bayi ingin kopi 🌱

6.3K 526 12
                                    

Haven terkejut, lalu menarik tangannya. Mata bulatnya menatap kedua telapak tangan yang baru saja melakukan hal tidak benar. Di saat dirinya melamun, kesempatan bagi Aqilla untuk bertindak lebih jauh. Gadis itu mengangkat baju Haven dan melepaskannya. Saat itu, Haven belum sadar. Ketika sisa pakaian hendak dilepas, barulah Haven menjerit.

Dari luar, Bunda mendengar keributan. Disempatkan memeriksa Aqilla yang berkata ingin memandikan Irfan. Bunda mengulas senyum menonton betapa sabarnya sang putri menangani pemberontakan dari seorang bayi. Kemudian Bunda berlalu.

"Ndak au! Ndak au!" Haven berteriak histeris. Kedua tangannya memeluk tubuhnya sendiri. Tidak bisakah gadis itu membiarkannya mandi sendiri? Tangis Haven bertambah kencang.

"Ndak au! Huwaa!"

Seakan tuli, Aqilla tetap melanjutkan tugasnya. Wajahnya tanpa raut saat memberikan sabun serta mengguyurkan air. Sementara Haven merasa harga dirinya pecah dan berantakan. Berapa kali pun ia menjerit, Aqilla mengabaikannya.

Sepuluh menit kemudian, penderitaan Haven berakhir. Sekarang tubuhnya terbungkus handuk merah muda. Dalam gendongan Aqilla, Haven melihat mereka berjalan kembali ke kamar. Matanya bergerak gelisah, waspada kalau suatu waktu Aqilla kembali menyiksanya.

Pada awalnya, Haven dibaringkan di atas kasur. Namun, ia sendiri memilih duduk. Haven mengawasi Aqilla yang membuka lemari. Tidak berselang lama, gadis itu berjalan mendekat bersama dua potong baju dalam genggamannya. Seterusnya, Aqilla meraih bedak, minyak wangi, dan terakhir popok. Hanya melihat benda-benda tersebut, Haven dapat menyimpulkan apa yang akan terjadi.

"Irfan," panggil Aqilla kepada bayi yang merangkak menjauh.

Aqilla menghembuskan napas. Dihampirinya bayi itu dan dibaringkan seperti semula. Tangannya bergerak membuka handuk. Pada momen itu juga, Haven berteriak. "Kenapa, Irfan? Irfan mau susu? Nanti dulu, ya? Sekarang Irfan pake baju, habis itu minum makan. Irfan anak baik, kan?" celoteh Aqilla.

"Ndak!" Haven membantah. Dirinya bukan anak baik dan tidak ingin permen. Kedua kakinya bergerak ke arah Aqilla, berharap dapat menendang gadis itu.

Tangan Aqilla menangkap kaki mungil. "Irfan gemes," ucapnya.

Dari sudut pandangnya, Haven merasa dirinya terperangkap oleh penyihir jahat. Penyihir jahat itu ingin melakukan eksperimen terhadap dirinya. Haven mencoba bangkit saat menebak hal yang hendak dilakukan Aqilla. Setelah berusaha sekuat tenaga, tetap saja ia kalah. Aqilla, dengan wajah santai memakaikan popok, menaburkan bedak, memakaikan baju, dan minyak wangi.

"Selesai," kata Aqilla, "sekarang Irfan makan. Makan apa, ya? Irfan mau makan apa?"

Disodori banyak pertanyaan, Haven terdiam. Jiwanya terguncang sehabis melewati serangkaian penderitaan dari Aqilla. Dengan wajah ternoda bedak, sorot matanya kosong. Dirinya tidak tahu harus berbuat apa lagi.

Aqilla mengecup pipi bayi dalam gendongannya. "Irfan mau makan bubur pisang? Sambil main ngeng-ngeng?" tanyanya.

Mendengar satu kata menarik, Haven menoleh. Mata mungilnya berkedip cepat. "Ngeng-ngeng," ulangnya.

🌱🌱🌱

Mobil merah melaju maju dan mundur di atas lantai keramik. Sebuah tangan kecil memegang bagian atas mobil. Selagi bermain, Haven membuka mulut, menerima setiap suapan bubur. Sesungguhnya menyenangkan dapat memainkan mobil seperti ini. Ia merasa memiliki kekuasaan untuk mengatur sesuka hati.

"Qilla, makan dulu, Nak. Biar Bunda yang nyuapin Irfan."

Dari arah belakang, Bunda datang. Tangannya meminta mangkuk.

"Iya, Bunda. Irfan, main sama Bunda dulu, ya?" pamit Aqilla sambil mengusap kepala Haven.

Haven masih tidak peduli dengan sekitar. Tangannya menggerakkan mobil dan lama kelamaan menerbangkannya layaknya kapal udara. Saat sedang asik, ada penampakan Bunda.

"Irfan, bilang a."

Merasa asing, Haven menggeleng. Wajahnya menoleh ke kanan dan kiri, mencari seorang yang baru saja duduk di sini. "Ila!" panggilnya.

"Kak Qilla lagi makan. Nanti Kak Qilla ke sini," jelas Bunda.

Tidak menghiraukan ucapan Bunda, Haven merangkak menuju dapur. Beberapa detik merangkak, ia beristirahat. "Ila!" panggilnya keras.

"Ila!" Haven memanggil lagi. Pipinya menggembung.

"Kak Qilla di sini."

Aqilla menyahut. Gadis itu muncul dari balik tirai. Pandangannya langsung jatuh ke bayi di lantai. "Kenapa, Irfan?" tanya Aqilla.

"Am." Haven mengarahkan telunjuk ke mulutnya.

Secara bergantian Aqilla memandang seorang bayi dan Bunda. "Irfan mau makan sama Kak Qilla?"

Haven mengangguk.

"Oke," balas Aqilla. Tubuhnya berjongkok untuk mengambil Haven dari lantai. Langkahnya mengarah ke Bunda.

"Bunda, biar Qilla yang nyuapin Irfan. Bunda istirahat aja."

Bunda terkejut. Putrinya sudah bekerja keras dari sore sampai malam. Dirinya tidak tega melihat Aqilla masih terbebani dengan urusan bersama Irfan. Bunda berdiri. "Biar Bunda yang nyuapi Irfan. Kamu mesti capek, kan?" cemasnya.

Aqilla tersenyum. "Qilla nggak capek kok."

Kalau Aqilla berkata begitu, Bunda tidak bisa melarangnya. Bunda menyerahkan kembali mangkuk bubur. "Habis makan, langsung ke kamar, ya? Biar Bunda yang nyuci piring," pesannya.

"Iya, Bunda. Nah, Irfan, kita pindah, yuk."

Haven mengangguk. Saat ini, dirinya berada di meja makan. Ia duduk beralaskan pangkuan Aqilla. Haven meletakkan tangannya di meja. Meja sederhana berukuran sedang dengan empat kursi di sekelilingnya. Haven mengangguk-angguk. Keluarga ini masuk dalam kategori sejahtera.

"Ada Irfan. Irfan lagi makan apa?" Ayah bergabung. Kedtanag disertai secangkir kopi hitam yang duduk manis di meja.

Haven mengamati jeli cangkir di dekatnya. Aroma dari benda itu terasa akrab. Ia bergeser demi mengintip isi cangkir. Matanya melebar mengetahui cangkir berisi kopi. Tangannya langsung terulur.

"Eits," sela Aqilla sembari memegang tangan Haven, "Irfan minumnya susu."

"Ndak au!"

Ayah tertawa. "Qilla, Irfan penasaran sama kopi, bukan berarti mau minum. Biarin aja Irfan lihat kopi. Hati-hati, ya," jelas Ayah dan mendekatkan cangkir.

Haven tersenyum hingga ke mata. Minuman penenangnya hadir di sini. "Au," lirihnya.

Aroma kopi semakin menguar ke udara. Itu membuat Haven lebih bersemangat untuk menyeruputnya. Antusiasnya tersebut terbaca oleh Aqilla. Matanya bergulir mengawasi bayi yang hendak menyentuh cangkir. Ketika Haven semakin dekat dengan kopi, Aqilla langsung menarik Haven.

"Irfan minumnya susu, bukan kopi," tegas Aqilla.

Dahi Haven berkerut. Gadis itu bukan siapa-siapa, tetapi berani melarang dirinya? Haven rasa harus memperingatkan Aqilla. "Ndak! Au apen. Lah lah au. Na na, ta ya!" serunya.

"Bayi nggak boleh minum kopi." Seakan paham, Aqilla menyahut.

"Iih! Lah lah au! Yo apa? Na ta, ana!"

Melihat pertengkaran antara putrinya dan Irfan, Ayah tidak bisa tidak tertawa.

The Prince's CurseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang