Haven tersenyum tipis. Langkah pertama tidak selalu mudah, tetapi lebih baik mencoba daripada tidak sama sekali. Haven menghela napas. Demi mengambil lagi hati Aqilla, ia harus tabah menghadapi komentar gadis itu.
"Itu masa laluku. Sekarang aku mau intropeksi diri."
Aqilla mengangguk. "Jadi, kamu mau minta maaf?" tanyanya.
"Minta maaf kenapa?"
"Cewek-cewek yang sakit hati pantas dapet maaf dari kamu, termasuk temenku."
Oh, si Plastik Mika, batin Haven.
"Iya, kan?" tanya Aqilla.
"Iya, kamu bener, tapi aku rasa mereka nggak bisa langsung maafin."
Aqilla melihat keraguan dalam diri Haven. Meminta maaf kepada orang yang disakiti tidak menghapus rasa sakitnya, tetapi setidaknya bisa mengurangi rasa sakitnya. Aqilla memberitahu, "Dengan minta maaf kamu menunjukkan penyesalan."
"Iya, kah?"
Aqilla mengiyakan. Kemudian, tangannya menunjuk ke belakang Haven. "Langkah pertama kamu di sini. Itu temenku," katanya.
Haven menoleh. Wajahnya berubah gelap bersamaan dengan tatapan garang Mika. Keduanya saling menatap sengit.
Mika baru kembali dari kamar mandi. Ketika tiba di kantin, ia terkejut menemukan Aqilla dan Haven duduk bersama. Secepat kilat Mika menghampiri mereka. Mika khawatir jika Haven mengadu.
"Mika, kamu dari mana?"
Kedatangan Mika disambut dengan pertanyaan. Aqilla bertanya karena tidak tahu alasan temannya berlari cepat dengan wajah ketakutan. "Kamu nggak pa-pa?" tanyanya lagi.
Mika menggeleng. "Kamu ngapain di sini? Sama ...." katanya dan melirik Haven sekilas.
"Aku ngobrol sama Haven. Haven mau ngomong sama kamu."
Haven dan Mika saling memandang. Belum cukup lama, keduanya kompak memalingkan muka. Hal itu disadari Aqilla. "Aku ke kamar mandi dulu," pamitnya.
Mereka diam menyaksikan kepergian Aqilla. Kaki Mika mengetuk-ngetuk lantai keramik. Dalam suasana kantin yang ramai, keheningan di antara mereka kentara sekalj. Mika mengulum bibir. Dirinya jadi gugup. Seorang Haven bersedia bicara dengannya tanpa syarat.
"Maaf."
Satu kata itu seakan memecah dinding hati Mika. Ia mendongak menatap Haven. Ia kira telinganya salah dengar. Tatapan Haven yang teduh berhasil meyakinkan Mika jika laki-laki itu menyesal. Rasanya Mika akan langsung memaafkannya, tetapi perempuan perlu jual mahal.
"Kenapa?" balas Mika ketus.
"Maaf karena udah bohongin lo. Gue sadar gue nggak ada apa-apanya pas dikutuk. Gue tau gue nggak berhak dapet maaf dari lo, tapi gue mau minta maaf," jelas Haven.
Haven menatap ujung sepatunya. Setelah mengatakan itu, ia merasa lebih lega. Ia menautkan jari-jarinya sembari menunggu jawaban Mika. Namun, Mika tidak kunjung membalas. Haven menghela napas. Jika jadi Mika yang dikhianati, dirinya pun enggan memaafkan.
"Iya, nggak pa-pa."
Haven mendongak. "Lo maafin gue?" tanyanya.
"Iya. Minta maaf juga sama cewek yang lain."
"Ck, ribet."
"Apa?"
Haven melambaikan tangan di hadapan Mika. "Bukannya gue nggak mau, tapi mereka mesti makin nempel. Gue nggak suka," jawab Haven.
"Kalo nggak suka, kenapa dideketin?" lirih Mika.
Akhirnya Aqilla kembali. Wajahnya yang segar sehabis cuci muka membuat Haven terpana. Beruntung sekali dirinya pernah dirawat oleh gadis ini. Haven merona. Kenangan mereka kini berputar layaknya film. Haven tertawa pelan.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Prince's Curse
Teen FictionHati-hati dengan hati wanita. Karena jika menyakitinya, kamu bisa jadi bayi. * * * Diberkati dengan paras rupawan serta tubuh proporsional, Haven sangat memanfaatkan kelebihannya. Remaja jangkung itu memikat banyak perempuan kemudian mencampakkan me...