🌱 27. Bayi itu aku 🌱

5.3K 477 68
                                    

"Heh, lo bakal pulang, kan?"

Haven menoleh ke belakang. Dengan wajah sebal, ia membalas, "Apaan sih?"

"Apanya yang apaan?" balas Irfan," Lo harus pulang hari ini."

"Kenapa?"

"Papa lo nyariin."

"Dia mah bodo amat gue ngapain."

Irfan menghela napas. Tangannya terulur mencubit tangan Haven. Memiliki teman yang keras hati adalah cobaan. "Mau gimana juga, lo cuma punya Papa," ucapnya.

"Jadi, gue nggak punya Mama, gitu?"

Tersadar pemilihan katanya salah, Irfan terkejut dan ingin memperbaiki. Namun, Haven keburu baper. Di taman belakang sekolah, Haven terisak seperti bayi.

"Weh, diem lo," suruh Irfan. Kalau ada yang melihat, dirinya akan dihakimi karena sudah menyakiti pangeran Haven.

"Lo yang diem! Lo udah nyakitin hati kecil gue. Tanggung jawab!"

Irfan berdecak. Jika bukan temannya, sudah ia lempar Haven ke kolam berisi kodok di sana. Irfan memegang kepalanya yang pusing sementara Haven mengucek mata.

"Bawain Ila," minta Haven.

"Ogah, cari sendiri sana," sahut Irfan. Ia melipat tangan di depan dada.

Haven berbalik. Ia berwajah marah dengan tangan mengepal. "Tanggung jawab lo bawain Ila ke gue," ulangnya.

"Lo ada kaki, ada mata. Cari sendiri atau gue rebut Ila."

"Jahat banget sih? Gue temen lo, kan?"

Irfan mendengus, kemudian berkata, "Tugas temen itu nikung."

Haven tersentak. Tidak berapa lama, ia bangkit. Padahal niatnya ke taman belakang untuk membantu Irfan lepas dari penggemarnya. Kenyataannya, dirinya disakiti dan dikhianati. Haven  menghembuskan napas. Dengan langkah lebar, ia pergi.

🌱🌱🌱

Haven datang ke kantin demi mencari Aqilla. Hasilnya, gadis itu tidak ada di sana. Maka Haven mendatangi kelas. Seperti langit mendukungnya, hanya ada Aqilla di kelas. Haven tersenyum. Sebelum menghampiri gadis itu, ia berdiam memikirkan sapaan yang bagus.

"Hai. Halo."

"Apa kabar?"

"Masih inget gue?"

"Ila, aku bayi itu."

"Cih, najis. Yang bagus, yang bagus."

Senyum menghiasi wajah Haven kala ide bagus datang. Haven melangkah penuh percaya diri sembari mengingat-ingat dialog buatannya. Saat sampai di dekat Aqilla, Haven berbicara, "Ila, Irfan jahat."

Aqilla mengalihkan pandangan dari buku gambarnya. "Irfan ngapain?" tanyanya.

"Dia bilang aku harus rukun sama Papa walau hubungan kami nggak bagus."

Aqilla mengangguk. Dengan gerakan tangan, ia mempersilakan Haven duduk di sampingnya. Setelah itu, ia memberitahu, "Orang tua yang rawat kita dari bayi. Udah seharusnya kita sebagai anak menghormati dan menyayangi."

Tapi pas aku bayi, Ila yang rawat aku.

Haven mengangguk lesu. "Aku nggak tau caranya baikan sama Papa," keluhnya.

"Aku udah nggak pulang ke rumah belakangan ini," tambah Haven.

Sejenak, Aqilla diam.

"Percakapan yang baik dimulai dengan nada yang lembut. Kalaupun Papa kamu marah, kamu tunggu sampai marahnya selesai," jelasnya.

"Kalo marahnya nggak selesai-selesai?"

"Minta maaf."

"Kalo nggak dimaafin?"

Aqilla tersenyum. Lucu melihat Haven terus bertanya seperti bayi yang pertama kali melihat dunia. Ngomong-ngomong soal bayi, Irfan berkata kalau Alex dibawa pamannya ke Inggris. Sedih karena dirinya tidak mampu menepati janji.

Melihat Aqilla melamun, Haven penasaran. Mungkin saja gadis itu berpikir Haven rewel. Atau Aqilla menganggap dirinya manja. Haven menggaruk pipi. Hilang sudah kesempatannya

"Eh, iya. Kalo nggak dimaafin, kamu sabar. Papa kamu butuh waktu."

"Waktu buat apa?"

"Buat menyesuaikan keadaan."

Dahi Haven berkerut. Ia tidak mengerti. Apa penjelasan Aqilla yang kurang atau dirinya yang sulit paham? Haven menggaruk kepala.

Aqilla menyadari keputusasaan dalam ekspresi Haven. Pangeran yang tampak kuat itu ternyata memiliki kelemahan layaknya manusia biasa. Aqilla mengucap, "Semua nggak pasti berjalan mulus, tapi lebih baik mencoba."

Haven mendongak. Ia tersenyum kecil. Ketika sudut matanya melihat buku gambar, Haven menunjuk. "Itu gambar mi," katanya.

"Iya, itu gambar mi. Ada bayi yang suka makan mi. Juga, dia manggil aku Ila ... kamu juga manggil aku Ila."

Ila ngenalin gue?! What? Aduh, gue mesti jawab apa? Jawab iya?

"Kenapa manggil aku Ila?"

Didera panik, Haven malah berpikir keruh. Ia tahu harus mencari jawaban, tetapi fokusnya malah teralih ke mata Aqilla. Gadis itu menatapnya hangat. Ia ingin membekukan waktu agar bisa melihat mata cantik itu terus menerus.

"Haven? Haven?"

Haven keluar dari lamunannya. Sejenak, ia linglung sebelum akhirnya menjawab, "Biar nggak sama kayak Mika panggil kamu."

"Oh, gitu."

Jawaban itu menembus langsung ke dada Haven. Sesak rasanya dijawab begitu padahal dirinya bekerja keras mencari kata-kata yang tepat. Haven mengucek mata kanannya. Dilihat dari posisi mereka, Aqilla enggan memberi kesempatan. Gadis itu membiarkan Haven berdiri, sedangkan dirinya duduk.

Emang nggak gampang balikin nama baik. Eh, sejak kapan gue punya nama baik?

"Haven, apa mungkin kamu tau bayi namanya Alex?" tanya Aqilla.

"B-bayi namanya Alex? Itu, kan, saudaranya Irfan."

Haven menahan napas. Ia menanti respons Aqilla selanjutnya. Mungkinkah Aqilla menyadarinya? Namun, pasti sangat tidak masuk akal seorang bayi berubah menjadi orang dewasa dalam satu malam.

"Ternyata kamu tau juga. Sekilas aku ngerasa bayi itu mirip kamu."

"M-mirip? Mirip apanya?"

Aqilla tersenyum tipis. "Perilakunya," lirihnya.

Haven : Bayi itu emang aku, Ila! 😭😆

Aqilla : Sekarang Alex lagi ngapain, ya?

Author : Lagi berdiri di depan lo tuh😭😭

Haven : Bisa nggak sih gue jadi bayi lagi? Mau peluk Ila 😭😭🥺

Author : 😭 terserah saya kamu mau jadi apa

Aqilla : Alex, kan, nggak bisa diem kalo nggak dikasih mi 😞

The Prince's CurseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang