🌱 13. Tertawa sepanjang malam🌱

5.2K 509 26
                                    

Irfan memberhentikan motor di depan pelataran sebuah rumah. Usai melepas helm, dahinya berkerut mengamati rumah tingkat dua di depannya. Irfan mendekat, menghampiri satpam yang baru saja meletakkan secangkir kopi.

"Eh, masnya iki kancane Tuan Haven, ya?" sapa satpam.

"Iya, Pak. Haven ada?"

Satpam paruh baya menggelengkan kepala. "Tuan Haven wis lama nggak balik omah. Kayake dua minggunan. Digolekki, ra ketemu. Tuan juga mumet mau nyari di mana."

Dahi Irfan semakin berkerut. Sejenak ia memperhatikan sekitar. "Sejak hari apa Haven nggak pulang?" tanyanya.

Satpam menatap ke atas, mengingat nama hari serta tanggalnya. "Kalo bener, hari Senin."

Irfan bergegas merogoh ponsel. Ia melihat percakapan terakhir dengan Haven. Napasnya gusar mengetahui kali terakhir bicara dengan Haven satu bulan yang lalu. Irfan mengalihkan pandangan. "Terima kasih infonya, Pak. Saya juga akan bantu cari Haven. Permisi," pamitnya.

Satpam mengangguk dan melambaikan tangan. Lalu, bahunya turun. "Tuan Haven ke mana to," gumamnya, kemudian menatap ke jendela lantai dua.

🌱🌱🌱

Theo berhati-hati melangkah sembari membawa secangkir cokelat panas di tangannya. Ia hampir mencapai meja ketika tiba-tiba pintu terbuka. Theo terkejut dan langsung menoleh. Ia baru sadar minumannya tumpah saat merasakan panas di punggung kakinya.

"Hwaa! Qilla nggak mau temenan sama gue lagi! Hiks! Hiks!"

Theo berpaling ke kiri. Dirinya sudah siap mengomeli pelaku yang membuka pintu dengan kasar. Namun, melihat kondisi Mika ia mengalah. "Duduk, cerita yang jelas," ucapnya.

Sembari mengucek mata, Mika menempati kursi. Ia menunggu Theo pergi entah ke mana dan kembali lagi membawa kain lap. "Qilla nggak mau temenan sama gue!" lapornya.

Theo mengangguk-angguk. Setelah selesai membersihkan tumpahan minuman, laki-laki itu duduk di sebelah Mika. Tangannya terulur mengambil daun kering yang tersangkut di rambut Mika. "Kenapa lo nyimpulin Qilla nggak mau temenan sama lo? Rebutan cowok?" tanyanya.

"Enggak!" Mika membantah cepat.

"Adeknya Qilla manggil gue. Tapi dia kan bayi, jadinya yang keluar ma, mama. Gara-gara itu Qilla curiga sama gue," jelas Mika.

Theo menggaruk pipi. "Kok lo bisa yakin adeknya Qilla manggil lo? Lo kan nggak good looking di mata bayi."

Tangan Mika menepuk punggung Theo. Wajahnya yang merah cukup membuktikan rasa kesalnya. "Pokoknya gitu. Sekarang Qilla nggak mau ngomong sama gue. Kalo dipikir-pikir, gue nggak ngapa-ngapain, cuma sekolah terus pulang. Apalagi gue nggak kenal bayi itu, nggak mirip juga. Tapi kenapa Qilla curiga? Ih, sebel."

"Jadi tujuan lo ke sini apa?"

Mika berdecak. Tangannya terlipat di depan dada. Ia menatap ke ujung sepatu. "Nggak papa sih, cuma mau cerita," jawabnya.

Raut Theo seketika menjadi datar. Tangannya mengepal di belakang punggung. Matanya yang membara mengikuti Mika. Gadis itu perlahan bangkit, mengambil tasnya dari lantai dan dalam sekejap menghilang dari pandangan. Theo meraup muka. Secara tidak sengaja ia melihat remahan tanah bertebaran di labntai.

"Mika!"

🌱🌱🌱

"Haven, nama yang bagus. Artinya surga. Jadi apa kamu dateng dari surga, Haven?"

The Prince's CurseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang