🌱 6. Irfan 🌱

6.6K 463 2
                                    

Esoknya Aqilla bersiap berangkat ke sekolah. Sudah merapikan tali sepatu juga pamit, tiba-tiba seorang bayi merangkak dari dalam rumah. Haven berhenti di depan Aqilla. Ia mengatur napas. Merangkak dari ruang tengah sampai pintu cukup menguras tenaga. Hampir saja ia terlambat. Senyumnya lebar mengetahui Aqilla belum pergi. "Tut." "Ikut."

"Irfan, main sama Kak Qilla nanti ya? Kak Qilla mau sekolah dulu," beritahu Bunda lembut.

"Tut! Itut!"

Haven merentangkan tangan. Demi bisa ikut, dirinya sudi berakting menjadi bayi yang menggemaskan. Ada cara, ada jalan. Gadis lugu bernama Aqilla itu pasti tidak bisa menolak pesonanya. Haven tersenyum bangga ketika Aqilla menggendongnya.

"Kalo gini kan tinggal nyamperin Mika."

Senyumnya luntur setelah tubuhnya berpindah ke Bunda. Mata Haven membola. Aqilla tidak berencana mengajaknya. Haven marah dan tangannya bergerak meraih Aqilla lagi. Wajah lugu ternyata tidak mencerminkan perilakunya. Harusnya Haven tahu ini sejak awal.

"Ila! Ila! Tut! Aaa ...."

Aqilla melambaikan tangan sambil tersenyum. "Kak Qilla berangkat sekolah dulu ya? Nanti kalo dah pulang bisa main sama Irfan," pamitnya.

Teriakan Haven melepas kepergian Aqilla.

Aqilla berjalan kaki menelusuri trotoar. Jalanan padat karena masing-masing orang secara serentak berangkat menuju tujuan mereka. Berjalan seorang diri, Aqilla berpapasan dengan Theo. Gadis itu menunduk sebagai sapaan. Theo menunduk sedikit lalu berjalan di samping Aqilla. Kalau saja ban mobilnya tidak bocor, mana mungkin Aqilla bisa menemukannya di trotoar ini. Pasti gadis itu heran melihatnya dalam kondisi begini.

"Qilla, gimana adek kamu? M-maksudku Irfan," tanya Theo membuka pembicaraan.

"Irfan baik, cuma syok."

"Maaf kemarin pamit buru-buru—"

"Minggir, minggir."

Kedatangan Mika dibarengi dengan aksinya menempati celah di antara Aqilla dan Theo. Ketika memandang Theo, wajahnya jutek, sedangkan saat berhadapan dengan Aqilla, senyum lebar menghiasi. Syukurlah ia gesit. Hampir saja dua orang ini membahas Haven si Sialan.

"Qilla, kamu sama siapa? Kenapa tadi ga nunggu aku?" tanya Mika dengan nada dibuat-buat.

Theo menghela napas. Laki-laki bermata gelap itu mempercepat langkah. Mika cukup menyebalkan dan akan lebih menyebalkan jika manusia bersama Farel yang baru saja melihatnya menghampiri. Theo berjalan cepat, tapi seolah berlari.

"Idih, sekali jalan dapet dua." Farel merangkul bahu Theo yang langsung ditepis.

Farel tidak kehilangan keceriannya. Di depan gerbang sekolah, ia melambai kepada dua gadis yang berjalan beriringan. "Pagi, Qilla. Ih, ada Plastik Mika," ucapnya dengan dua nada berbeda.

"Selain orang waras, dilarang mendekat," usir Mika judes.

"Apaan sih. Lo tuh ga waras. Qilla, jangan deket-deket dia. Dia ga waras. Gue pernah mergokin dia ngomong sendiri di pojok sekolah."

Aqilla tersenyum. "Pagi, Farel."

Disapa begitu hangat, Farel tersanjung. "Jadi gimana Irfan? Ga papa, kan? Ga kenapa-kenapa, kan? Sorry banget. Kalo aja kemarin gue sigap nangkep dia," sesalnya sekaligus menyindir Mika.

"Irfan syok, tapi ga kenapa-kenapa. Tadi aja pengen ikut berangkat sekolah," balas Aqilla.

Farel mengelus dada. "Syukur deh. Jadi gue boleh ga abis pulang sekolah ke rumah lo? Mau main sama Irfan."

"Boleh kok. Irfan mesti seneng punya temen baru."

Aqilla melangkah melewati gerbang. Namun, dua orang yang bersamanya mendadak berhenti dan menatap satu sama lain. Mika mendelik menatap Farel. Waktu di rumah Aqilla, Farel sempat bersama Haven. Maka Mika bisa menuduh bahwa Haven dan Farel telah berhubungan. Mata Farel juga mendelik. Aneh, batinnya. Sebelumnya Mika tak pernah begitu mencurigakan. Farel jadi menyangka bahwa ada sesuatu jahat yang disembunyikan gadis itu.

"Gue harus hati-hati."

"Gue harus hati-hati."

Puas saling bertatapan, keduanya sama-sama membuang muka lalu melewati gerbang.

🌱🌱🌱

"Pagi, Aqilla. Eh, ada Plastik Mika."

Mika memutar bola mata atas sapaan yang didapatnya. Ia menempati kursi di samping Aqilla kemudian mengeluarkan buku tulis. Mika berniat menyelesaikan pekerjaan rumahnya di sekolah. Melihat Mika hendak menjawab pertanyaan nomor tiga, Aqilla nencegahnya. "Kamu baru ngerjain pr? Yang ini susah lho. Liat punyaku aja."

Mika menoleh. Matanya berkaca-kaca. Beruntung sekali dirinya mempunyai sahabat bernama Aqilla yang mau memperlihatkan pekerjaannya. Mika tersenyum lebar. "Makasih, Qilla," ucapnya senang.

Mika menyelesaikan tugasnya sambil melihat jawaban pada buku Aqilla. Baru selesai mengerjakan lima nomor, bel berbunyi disusul oleh kedatangan guru. Mika buru-buru menulis lagi saat Guru memberi perintah, "Kumpulkan pr minggu lalu, sekarang."

Terpaksa Mika berhenti menulis. Dengan lemas ia menumpuk buku miliknya dan Aqilla kemudian meletakkan di meja guru. Dirinya sudah pasrah jika setelah ini mendapat nilai di bawah KKM. Mika kembali duduk di kursinya dengan lemas. Lama lama ia bersandar ke dinding. "Qilla, tips dong supaya pr gue selesai," lirihnya.

"Mengerjakan pr di hari dapet pr."

Mika menghela napas. Untuk yang satu itu, ia tidak mampu.

"Baik, Anak-anak. Hari ini kita kedatangan teman baru. Ayo, silakan masuk."

Mata yang tertutup dipaksa Mika untuk terbuka. Ia cukup penasaran tentang murid baru hari ini. Jika perempuan, bisa dijadikan sekutu. Jika laki-laki, Mika berpikir untuk menjadikannya pelarian. Mika mengangguk melihat penampilan murid baru. Bukan murid berandalan, pikirnya. Selesai mengamati, matanya kembali terpejam.

"Hai semua. Kenalin, nama gue Irfan.

Mika melonjak di tempat. Tangannya spontan memukul meja, menyebabkan atensi berpindah berkumpul ke dirinya. Mika menatap jeli murid baru. Ia kira Haven dalam mode bayi sudah berubah kembali dan menggunakan nama Irfan. Mika menghela napas mengatahui dugannya tidak benar.

"Mika! Kenapa kamu pukul meja?" Guru bertanya. Sebenarnya ia sudah tidak heran dengan kelakuan murid perempuan yang satu itu.

Mika mengedarkan pandangan. Semua pasang mata tertuju kepada dirinya. "G-ganteng! Irfan ganteng. Whoo…." serunya sambil bertepuk tangan.

Guru menggelengkan kepala. "Lanjutkan perkenalanmu."

"Qilla, tolong cari lubang buat gue sembunyi." Mika menyembunyikan wajahnya di belakang Aqilla. Untuk menjadi pusat perhatian tidak malu, melainkan memuji murid baru tampan. Selepas ini pasti dirinya akan berurusan dengan laki-laki lagi. Mika menggelengkan kepala.

The Prince's CurseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang