Chapter VII -Temani aku-

123 12 13
                                    

Manik emas terbuka ditengah malam yang sunyi.

Tubuhnya bangun dari kasur dengan keringat dingin dimana-mana. Pupil mata mengecil ketakutan melihat hal yang sangat tak ia inginkan. Tangan bergetar tanpa henti berusaha tuk menenangkan diri. Hentakan dari tubuh nya membangunkan seseorang yang berada disisi nya. Secangkir air diberikan oleh tangan lentik tersebut.

Sri,"Bermimpi buruk lagi?"

Wijaya,"Ya..iya.."

Sri,"Sama?"

Wijaya mengangguk pelan. Sri menghela napas lalu memeluk tubuh gemetar suaminya erat. Wijaya segera memeluk kembali sembari menyembunyikan wajah nya di bahu sang istri. Cukup lama mereka berpelukan, sekarang Wijaya sedang mengelus perut Sri yang semakin membesar juga Sri menyamankan diri dipangkuan Wijaya.

Suasana sangat sunyi dengan kehangatan yang ditemani oleh anak yang berada didalam kandungan Sri. Ketika Wijaya sedang melamun, Sri memecahkan kesunyian diantara mereka.

Sri,"Bermimpi Rakata kembali meletus dan menenggelamkan nusantara?"

Wijaya,"Ya..lagi"

Sri,"Ini sudah malam ke lima belas"

Wijaya,"Aku tau. Maafkan aku sudah membuat mu khawatir. Tapi aku takut Nusantara tenggelam dan anak kita belum sempat tumbuh melihat keindahan diri mereka"

Sri,"Jangan berpikiran buruk. Itu tak akan terjadi"

Wijaya tak melanjutkan percakapan nya. Beberapa jam kemudian, Sri ingin kembali tidur namun Wijaya disana masih terdiam memikirkan hal yang tidak-tidak. Kesal suaminya seperti itu terus menerus, akhirnya kedua tangan menangkup wajah Wijaya untuk menatapnya.

Sri,"Temui Rakata"

Wijaya,"Bagaimana? Aku tak bisa ke utara karena itu wilayah Sunda. Sunda akan marah pada ku bila aku melewati daerah nya"

Sri,"Jalur laut"

Wijaya,"Itu memakan waktu lama. Aku tidak mau meninggalkan mu untuk waktu yang lama"

Sri,"Lalu apa? Kau ingin terbang cepat kesana?"

Wijaya,"...Bagaimana kalau meminjam naga Kakang Yao?"

Sri,"Ide bagus namun bodoh juga. Tapi tak apa asal kau tak bermimpi buruk lagi"

Wijaya,"Baiklah! Nanti pagi aku akan pergi!"

Sri,"Kalau begitu cepat tidur kembali"

Pagi nya sebelum matahari terbit sepenuhnya, Wijaya membawa bekal seadanya karena ini hanya perjalanan singkat. Bersama Sri juga kawan ular naga nya, ia diantar sampai gerbang depan kerajaan. Mereka menunggu naga yang diminta disana. Tak lama setelah nya, siluet dua orang yang mereka kenal juga sebuah naga kecil merah mendekati mereka.

Yao,"Hati-hati di jalan. Bila naga ini melempar mu, kau bebas menghukum nya"

Neeraja,"Sampai kan salam kami pada nya"

Wijaya,"Baiklah! Kalian juga harus berjanji untuk menjaga Sri. Sepakat?"

Yao,"Aiyooo.. Mengerti mengerti. Sekarang cepat pergi. Jangan nakal-aru!"

Naga milik Yao segera berubah menjadi sedikit lebih besar sehingga Wijaya bisa menaiki nya. Dirasa sudah aman, Wijaya segera mencium tangan Sri juga mengucapkan selamat tinggal pada mereka.

Wijaya,"Aku pergi dulu. Hati-hati disini, istri ku"

Sri,"Pulang dengan selamat atau tubuh mati mu ku seret"

Wijaya,"Gusti- mengerti..."

Wijaya menepuk badan sang naga, memberi sinyal tanda bahwa ia siap pergi. Dengan semua tenaga, Naga itu melesat ke angkasa biru gelap dan pergi menuju arah barat dengan cepat. Dibawah sana, mereka melihat Wijaya yang sudah pergi ke utara. Sri masih memandang langit yang akhirnya dibujuk oleh Yao, Neeraja juga kawan suaminya untuk masuk kedalam.

"Krakatoa"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang