Epilog

59 6 2
                                    

Setelah letusan dashyat itu, adik-adik Dirga dan Kirana dari negeri sebrang mengirimi banyak surat. Entah itu menanyai keadaan mereka atau ingin tahu sumber ledakan dashyat yang menggoncang bumi. Namun keadaan dunia masih lebih penting untuk dibicarakan dibanding kematian si gunung Selat Sunda.

Tahun 1927, 44 tahun setelah gunung Krakatau meletus.

Dentuman demi dentuman terdengar dari laut dalam Selat Sunda. Masyarakat kembali melihat kelahiran sang gunung legenda. Semburan panas disertai buih-buih mendidih menandakan ia masih hidup, kembali untuk menjadi peringatan para umat manusia.

Kembar Nusantara yang mendengar kabar "adik" mereka telah kembali, segera memaksa pergi menuju Banten. Karang mencegah mereka. Ditakutkan bahwa daerah kaldera Krakatau masih panas juga letak Rakata yang entah akan dimana dlahirkan kembali. Mau tak mau mereka harus menunggu lagi demi menemui sang gunung.

Kemudian, tanggal 12 Mei 1929.

Sesuai janji, Lawu mengantar kedua tuan sah nya menuju kaldera luas yang sekarang mereka beri nama "Anak Krakatau". Lawu tak mengizinkan Karang maupun gunung Sunda untuk mendekati Krakatau sebelum ia sendiri yang memastikan Krakatau akan dilahirkan dimana.

Dari 3 pulau tersisa, Rakata lahir langsung ditengah-tengah semburan panas itu, dimana sang gunung akan terbentuk. Raja sendiri nekat untuk memeriksa nya sendiri, tak menghiraukan beberapa peraturan gunung. Mereka tiba ditengah kaldera dan Lawu segera membuat jalan dingin agar tuan sah dapat berjalan.

Mendekati semburan air mendidih, disana terlihat sosok anak kecil yang tubuh nya masih setengah pinggang. Tubuh itu meringkuk seperti bayi baru lahir. Mata tertutup tak memancarkan senja indah, tangan mengepal tertanam tanah, surai coklat nan panjang meliuk-liuk memasuki tanah. Kirana segera mendekati nya lalu menyentuh lembut lengan si kecil. Dirga ikut bertekuk lutut.

Senyum tulus terukir di bibir kembar Nusantara. Mereka menatap personifikasi gunung Krakatau penuh keyakinan.

"Kau tak perlu khawatir, Rakata. Kami akan lepas dari belenggu penjajah agar kalian juga kita tak perlu merasa tersiksa"

"Tetap lah tenang, Rakata"

Krakatau —26-27Agustus 1883—

Tamat.

"Krakatoa"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang