#Note
Disarankan sambil mendengar lagu
"Pesan Terakhir" - Lyodra Ginting
"Wu Bie" piano cover—• • •—
Tahun 1477 Masehi.Seorang pria berjalan menuju gerbang kerajaan dengan aura gelap. Manik emas nya menatap dingin pada semua orang. Tangan nya mengepal erat disertai urat yang mengeras. Prajurit yang menjaga gerbang nampak ketakutan saat pria itu masih menatapnya dingin. Suara rendah ia keluarkan untuk memberi perintah untuk mereka.
Wijaya,"Menyingkir"
Prajurit 1,"M-Maaf, Maharaja Wijaya.."
Prajurit 2,"B-Baginda Raja sedang m-mengadakan pertemuan—"
Wijaya,"Ku bilang MENYINGKIR!"
Dengan rasa takut, mereka menyingkir perlahan memberi Wijaya jalan untuk masuk. Kaki nya diangkat lalu menendang pintu gerbang keras hingga rusak. Tidak mempedulikan ketakutan para prajurit, ia bergegas masuk ke dalam kerajaan.
Di dalam, Brawijaya bersama petinggi yang lain sedang berbincang ria membahas keberhasilan mereka dalam menaklukan suatu wilayah. Melihat kedatangan Wijaya, Brawijaya segera menyambutnya.
Brawijaya,"Wijaya! Selamat datang kembali. Ada apa—"
Kapak tajam menebas tepat didepan mata Maharaja nya disertai tatapan dingin manik emas itu. Prajurit-prajurit kerajaan segera menahan Wijaya juga mengamankan Raja mereka. Sang Raja yang terkejut akan diserang menatap tak percaya personifikasi yang ia banggakan.
Brawijaya,"Mengapa kau menyerang ku, Wijaya?"
Wijaya tidak menjawab tetapi tubuhnya memberontak ingin menyerang Brawijaya. Manik emas nya menatap Raja nya seperti akan membunuhnya. Brawijaya nampak tak percaya apa yang telah dilihatnya tadi. Saat cengkraman para prajurit melemah, Wijaya segera mendorong mereka ke tanah dan berteriak.
Wijaya,"KENAPA?! KENAPA KALIAN MENYERANG NYA?!"
Brawijaya,"Apa maksud mu, Wijaya?"
Wijaya,"JANGAN BERMAIN BODOH! AKU TAU KENAPA KALIAN MENYURUHKU UNTUK PERGI DARI SINI!!"
Brawijaya,"Itu sudah menjadi sifat alam untuk menyerang kerajaan lain!"
Wijaya,"PERSETAN DENGAN SIFAT ALAM! KALIAN MENYEMBUNYIKAN NYA DARI KU!!"
Ketika tangan Wijaya akan menyerang kembali Raja nya, tangan nya ditahan oleh tangan lain yang sangat ia kenal. Manik coklat pucat dengan tanda merah di dahi nya menatap sedih Wijaya.
Neeraja,"Tenang, Wijaya.."
Wijaya,"Kakang...?"
Neeraja,"...Sri aman di—"
Sebuah pukulan keras menghantam pipi Neeraja hingga ia tersungkur ke tanah. Prajurit yang lain segera membantu Neeraja juga menahan Wijaya yang semakin marah. Manik coklat pucat nya menatap adik angkat terkasihnya tidak percaya. Amarah nya kali ini dilepaskan tanpa henti.
Wijaya,"Kalian menipu ku!! Jika kalian ingin menyerang nya, mengapa tidak membawa diriku saja?!?!!! TANPA PERLU MEMISAHKAN NYA DENGAN KU!!"
Brawijaya,"Wijaya, kita bisa menjelaskan—"
Wijaya,"KALIAN SUDAH MENIPU KU!! AKU TAK AKAN PERCAYA LAGI!!"
Neeraja,"DENGARKAN WIJAYA!!!"
Kali ini Neeraja yang mencoba untuk memukul Wijaya. Namun pertahanan nya sangat kuat hingga Wijaya lah yang memukulnya lagi penuh amarah. Pertumpahan darah akan terjadi bila Brawijaya tidak segera memisahkan mereka. Kapak yang Wijaya bawa dilempar jauh agar tak membahayakan yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
"Krakatoa"
Ficção Histórica"Mereka tak mendengar raungan sakit kalian. Maka biarlah 'kami' yang 'membuat' mereka mendengar" "Peringatan 'kami' akan mereka ingat selama ratusan tahun dan 'kami' pastikan, tak ada satupun yang akan melupakan nya" "Selamanya" . . . Update setiap...