Chapter XXVI -Putih-

30 5 0
                                        

"Tahun ini, 1778, rakyat Inggris bermigrasi ke benua dan negara baru yang telah mereka temukan, Australia!"

Mendengar nama familiar itu Kirana menolehkan pandangan nya ke surat kabar yang dibaca keras-keras oleh penjual surat. Manik emas sudah kehilangan binarnya semenjak tahun dimana ia dipaksa berpisah dengan sang kawan. Pikiran kembali mengingat hari-hari dimana sang kawan masih sering ia temui. Para pelaut Makassar masih mendatangi pantai Utara Arnhem, tetapi dipersulit dengan izin dari Kerajaan Inggris.

Sudah 7 tahun ia tak bertemu Yolngu. 1771 ia usahakan untuk bertemu dengan si pria tetapi para suku terdiam ketika kabar Yolngu ditanyakan. Seakan mereka sendiri sudah lama tak melihat personifikasi mereka sendiri. Harapan masih ada, hanya saja perlahan meredup layaknya sinar pada mata. Dalam lamunan, tepukan dari sang kakak menyadarkan. Ada kekhawatiran di wajah tegas itu.

Dirga,"Kirana, dia akan baik-baik saja"

Kirana,"....Ya, Abang. Terima kasih"

Senyum lemah menggetirkan hati sang kakak. Hanya helaan napas juga tepukan lembut untuk menenangkan hati sang adik. Panggilan untuk kembali bekerja didengar oleh mereka. Segera punggung kembali memikul karung kacang. Mereka berjalan menjauhi penjual surat kabar, tidak menyadari sepasang mata pribumi kontras terus memperhatikan dari balik jubah hitam. Dua jubah hitam berjalan ke arah berlawanan menuju lereng gunung terdekat.

Selama perjalanan, tudung jubah dibuka membiarkan sinar menyengat kulit juga menyinari surai coklat tanah dan hijau lumut. Pria yang lebih tua terus berbicara memberi tahu pada pemuda disebelah keadaan sang tuan hari ini. Pemuda ini sudah menduga keadaan tuan nya akan memburuk semenjak perpisahan itu. Ia ingin melakukan sesuatu agar sang tuan kembali ceria.

Mandala,"Tambora, bukankah Lawu sudah memperingati mu untuk tidak terlalu dekat dengan Neng Kirana?"

Tambora,"Tapi.. Rakata juga sering mengikutinya"

Mandala,"Kalian ini benar-benar tidak takut apapun"

Tambora,"Terima kasih sudah menemani ku, Aa Rango. Sampaikan salam ku pada Sahari"

Tambora,"Tentu. Hati-hati dan jangan bandel ya"

Anggukan canggung diberikan. Ketika Mandala sudah pergi, Tambora lari ke pantai terdekat. Setibanya disana, ia menghela napas mengistirahatkan sejenak kaki pegal. Melihat deburan ombak, ia kembali teringat jasa Pangeran Yolngu.

Ketika mata nya terbuka, yang ia lihat adalah atap sebuah tenda. Tangan diikat ditambah ada sihir aneh dalam tubuh. Saat hendak melarikan diri, Yolngu menyusul lalu memudarkan mantra aneh itu. Tali dilepas sehingga ia bisa mengarungi lautan. Ia sempat menawari Yolngu untuk ikut, hanya saja ia menolak halus dengan senyum lemah. Jika diingat di lengan nya banyak tusukan kecil seperti tusukan jarum. Beberapa tusukan memutih. Tidak seperti luka biasa.

Mengingat luka itu, ia bertekad untuk kembali ke negeri Sahul. Saat itu juga ia pergi menyebrangi lautan luas menuju negeri Sahul. Semoga Yolngu baik-baik saja.

—• • •—

Malam hari di tepi pantai Utara Arnhem.

Tambora baru sampai setelah mengarungi lautan selama dua hari. Banyak kesulitan untuk menyelinap karena perahu-perahu terus berpatroli. Mencapai daratan, ia segera menculik satu prajurit berpakaian warna merah. Prajurit malang tersebut segera diberi mantra pinjaman dari Mandra. Lelembut muncul dan membawa sang prajurit tidur untuk waktu yang telah ditentukan. Dengan sopan Tambora meminta izin untuk melucuti pakaian si pria. Selesai memakai baju merah sesak, ia memakai kan pakaian baru yang ia beli dari warga sekitar pantai. Setelah itu, ia memangkas rambut panjang nya hingga leher dan segera pergi.

"Krakatoa"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang