Aku dan dua sahabatku Aqiela dan Ziela sedang menikmati bakso dan es jeruk dikantin kampus.
"Kamu kemana kemarin?"
"Gramedia." Jawabku singkat.
"Beli novel lagi? Katanya lagi tanggal tua."
"Ngga cuma baca-baca saja. Oh ya Ziel, gimana PDKT mu sama mas Bani?" Aku berusaha mengalihkan pembicaraan, takut kalau mereka bertanya lebih lanjut dengan siapa aku ke Gramedia. Setidaknya sampai saat ini aku tidak ingin hubunganku dengan pak Erick diketahui orang lain. Aku masih belum yakin dengan apa yang dikatakannya kemarin.
"Aku dan mas Bani sudah resmi pacaran."
"Apa?!" Aku dan Qiella terkejut sekaligus senang. Selama ini kami tahu kalau Ziela berusaha memperjuangkan mas Bani untuk jadi kekasihnya.
"Bakalan ada traktiran nich, pajak jadian."
"Tenang aja, nanti aku minta mas Bani traktir kalian, ok." Kami tertawa senang mendengar ucapan Ziella.
"Kamu kapan La?"
"Kapan apanya?" Tanyaku pura-pura tak mengerti, padahal aku tahu maksud teman-teman ku ini ingin aku segera punya pacar ataupun gebetan seperti mereka. Tapi entahlah aku masih belum tertarik memiliki pacar karena aku masih fokus pada kuliahku. Tapi entah kenapa pemikiran ku untuk tidak punya pacar dulu berubah ketika pak Erick menyatakan kesukaannya padaku. Tiba-tiba saja aku memikirkannya, apakah dia serius atau hanya main-main saja karena kutahu banyak cewe single yang menyukainya meskipun aku juga tahu kalau pak Erick bukan seorang player.
"Cari pasangan lah, aku sudah sama mas Adi, Ziella sudah sama mas Bani, tinggal kamu nich yang belum punya pasangan. Kamu sih novel aja dikekepin jadinya dech jomblo forever." Aku hanya tersenyum. Mau dikata apa aku memang tidak banyak punya teman dan rata-rata teman sekelas ku sudah punya pasangan.
"Mau aku kenalin ngga, Ay?"
"Aku masih bisa cari sendiri."
"Yakin bisa cari sendiri?" Aku hanya mengangkat bahu atas pertanyaan Ziella.
"Hallo, baby." Sebuah suara terdengar dibelakang ku. Mendengar panggilan baby tiba-tiba tubuhku meremang. Jadi ingat pak Erick yang kemarin memanggilku baby. Kenapa lagi-lagi aku teringat pak Erick. Aku berdecak kesal dengan pemikiranku.
"Sayang, kau sudah datang." Perkataan Ziella membuatku menoleh dan terkejut mendapati kenyataan bahwa yang memanggil baby itu ternyata mas Bani, bukan pak Erick. Seketika wajahku memerah menahan malu, tapi segera kusembunyikan dengan meminum es jerukku.
"Kalian sudah pakai panggilan kesayangan?" Qiella tampak terkejut juga dengan kemesraan antara Ziella dan mas Bani yang sama sekali tidak ditutupi.
"Ya dong Qie, masa kamu aja yang bisa sayang-sayangan sama mas Adi. Kita juga bisa kan, sayang." Ziella tiba-tiba sudah bergelayut manja pada lengan mas Bani.
"Sayang, anak-anak minta pajak jadian nich. "
"Iya baby, nanti bakso dan es jeruknya aku yang bayar."
"Pajak jadiannya es jeruk dan bakso? Ngga salah tuh, harusnya makan di cafe." Qiella bersuara. Jelas ia tidak terima karena waktu Qiella jadian sama mas Adi kami semua ditraktir di Mc. D.
"Yang penting kan ditraktir, ngga masalah juga mau ditraktir dimana, ya kan Ayla?" Aku hanya mengangguk saja sambil terus menikmati baksoku.
"Tuch, kan Ayla aja ngga keberatan."
Qiella masih terlihat tidak puas. Ia menambah siomay karena masih lapar.
"Mas Adi mana, Qie?"
"Masih ada kelas, sebentar lagi kemari. Eh Ziella, nanti mas Adi kamu traktir juga kan."
