Setelah kejadian di kantin dimana Pak Erick menunjukkan kedekatannya denganku membuat orang-orang yang membicarakan dan membully ku berkurang. Mereka jadi penasaran tentang hubunganku dengan pak Erick, hingga tidak sedikit yang bertanya apakah aku adik pak Erick atau kekasihnya. Awalnya aku tidak ingin menggembar-gemborkan hubungan kami, sayangnya hal itu tidak berlaku untuk kedua sahabatku. Mereka terang-terangan memberi tahu siapa saja yang bertanya tentang hubunganku dengan pak Erick. Banyak yang kecewa dan patah hati saat penggemar pak Erick tahu lelaki itu sudah memiliki tunangan. Tidak sedikit yang mencemooh kalau aku tidak pantas untuk pak Erick dan hanya mengambil kesempatan untuk menikmati harta pak Erick. Tak cukup menjadikanku wanita pengeruk harta, beberapa orang lainnya mengatakan bahwa aku memanfaatkan pak Erick agar nilaiku bagus sehingga aku bisa terus mendapatkan beasiswa. Mendengar kabar miring tersebut, aku hanya menggelengkan kepalaku tak percaya, siapa aku, mahasiswi biasa yang mendadak jadi artis hanya karena memiliki hubungan dengan pak Erick. Aku tidak ambil pusing dan mengabaikan desas desus yang beredar tentangku, pak Erick dan Bu Wida yang terlibat cinta segitiga. Aku kekampus untuk mencari ilmu bukan membuat gosip atau jadi bahan perbincangan. Pak Erick sendiri tidak menyangkal kalau kami memiliki hubungan, Pak Erick bahkan membenarkan berita kalau aku adalah tunangannya dan bukan adiknya, bahkan kini dirinya tidak sungkan-sungkan mengumbar kemesraan dihadapan umum. Pak Erick jadi lebih sering menemaniku di perpustakaan ataupun dikantin jika sedang tidak ada kelas. Seolah ingin mengumumkan pada siapa saja yang mendekatiku kalau aku adalah miliknya.
"Kamu ikut lomba apa saat dies natalis nanti?"
"Lomba memasak dan menghias makanan berpasangan."
"Berpasangan dengan Revo? Tidak boleh!" pak Erick meletakkan sendoknya dengan kasar membuat aku sedikit berjengit. "Kalau ada lomba yang berpasangan, harusnya kamu berpasangan dengan abang."
"Mana bisa begitu bang, kita beda jurusan, apalagi fakultas."
"Kalau begitu kamu tidak boleh ikut lomba."
"Aku juga maunya tidak ingin ikut lomba, tapi kak Revo memaksa dan sudah terlanjur didaftarkan juga."
"Abang akan bilang panitianya kalau begitu, biar kamu digantikan sama yang lain."
"Terserah abang saja."
"Kamu itu hanya boleh memasak untuk abang, jangan memasak untuk lelaki selain abang."
"Iya bang." Pak Erick meraih daguku hingga membuatku harus berpaling dan menatap wajahnya.
"Abang tidak suka berbagi, Ayla."
"Iya abang kesayangannha Ayla. Aku ngerti kok kalau Abang tidak mau diduakan . Nanti aku bilang kak Revo buat ikut lomba lainnya saja."
"Bilang saja kamu ngga bisa kut lomba karena sakit, nanti abang mintakan surat sakit ke Bryan."
"Ngga boleh berbohong Abang, nanti aku sakit beneran, bagaimana?"
Ya sudah, kasih alasan lain saja. Yang penting kamu tidak ikut lomba apapun didies natalis. Kamu harusnya mensuport Abang lomba biar Abang menang."
"Iya, nanti Ayla akan beri dukungan saat Abang berlomba."
"Gadis pintar. Cintanya abang." Pak Erick mengusap kepalaku dengan sayang, beberapa orang mahasiswi sampai terbatuk dan tersedak melihat perlakuan manis pak Erick padaku, meski sedikit melanggar norma karena kami masih berada dilingkungan kampus tapi pak Erick seolah tidak perduli untuk dengan aturan itu, lelaki itu tetap skinship denganku dan kadang bersikap manis. Dia sengaja melakukan itu agar tidak ada lagi Revo-revo yang lain yang nekad mendekatiku karena dipikir aku masih sendiri. Sejak kejadian Bu Wida yang menulis status tentang hubungannya dengan pak Erick, lelaki itu sengaja mengumumkan ke public hubungan kami. Bukannya makin merenggang, pak Erick dan aku makin lengket hingga membuat sahabat-sahabatku jengah dengan keposesifan pak Erick. Qiella sampai berkata kalau pak Erick seperti remaja yang baru mengenal cinta.