21

1.6K 152 5
                                    

Aku memasuki lobby Bimantara Group dibawah tatapan beberapa karyawan. Ada yang terang-terangan melihatku dan ada yang mencuri-curi pandang. Sejak aku turun dari mobil yang mengantarku aku melihat pandangan berbeda dari orang-orang yang berpapasan denganku, sepertinya statusku sebagai istri pemilik Green Resource benar-benar menimbulkan kesan tersendiri. Aku tahu mereka tidak akan percaya bahwa seorang mahasiswi menjadi istri dari pemilik perusahaan besar. Jangankan mereka, aku yang menjalaninya saja tidak percaya tapi begitu bersama pak Erick semua terlihat nyata, apalagi saat aku merasakan kehangatan keluarga yang tidak pernah aku dapatkan. Aku hidup di panti asuhan, meski aku memiliki saudara tapi pada kenyataannya aku tinggal dipanti asuhan. Bukan karena saudaraku tidak ingin merawatku tetapi kondisi perekonomian mereka yang membuatku harus tinggal di panti asuhan. Kami bukan keluarga kaya, begitu juga paman dan bibiku. Aku memutuskan tingga sendiri setelah lulus SMU, bekerja paruh waktu dan mengikuti program beasiswa. Beruntung paman dan bibiku membantu sedikit-sedikit, tapi meski begitu aku tidak menuntut mereka membantuku karrna aku tahu mereka bukan dari keluarga kaya. Kini setelah menikah dengan pak Erick, perlahan perekonomian keluargaku membaik, pak Erick memberikan modal usaha untuk paman dan bibiku serta membantu biaya sekolah sepupuku. Kami berasal dari keluarga sederhana dan apa yang pak Erick lakukan padaku dan keluargaku adalah sesuatu kebaikan yang sampai kapanpun tidak bisa aku balas.

Mengabaikan tatapan penasaran orang-orang yang bertemu denganku aku memilih menuju keruangan tempat ku magang. Beberapa orang yang semula bersikap biasa saja tiba-tiba menjadi baik. Sebenarnya aku risih mendapat perlakuan istimewa seperti itu, tapi mau bagaimana lagi, mbak Inka bilang dia tidak enak hati jika menyuruh nyuruh aku seperti sebelumnya, bagaimanapun juga perusahaan pak Erick dan perusahaan Bimantara terlibat kerjasama. Aku meyakinkan mbak Inka kalau tidak masalah jika mbak Inka mau menyuruh-nyuruh diriku seperti biasa, karena saat ini aku memang magang di Bimantara. Aku sangat berharap mbak Inka bersikap profesional. Suasana canggung itu tidak berlangsung lama karena Bu Terre memintaku pindah ke tempatnya, sikap berbeda ditunjukkan Bu Terre, wanita itu benar-benar berusaha mengintimidasi diriku. Bu Terre seolah ingin membuktikan bahwa dibandingkan dirinya aku tidak ada apa-apanya. Seharusnya orang yang menjadi istri Pak Erick itu seperti dirinya, cantik, dewasa, pintar dan berpengalaman, bukan anak ingusan yang tidak tahu apa-apa dan orang miskin sepertiku. Bu Terre memindahkan diriku dari tempat mbak Inka ke tempat Bu Terre untuk membantu asistennya. Ia sengaja memberiku banyak pekerjaan untuk membuktikan kualitasku sebagai istri Pak Erick. Untung saja aku mendapatkan nilaiku dengan belajar dan berusaha keras, bukan hanya titip absen dan datang di kampus. Aku mendapatkan beasiswa karena nilaiku yang bagus. Jadi meski Bu Terre memberiku pekerjaan yang bukan kapsitasku untungnya aku bisa mengerjakannya, lebih sempurna daripada asistennya. Aku ingin membuktikan bahwa aku bukan gadis yang tidak bisa apa-apa. Aku ingin membuktikan bahwa aku memang layak dan pantas menjadi istri Richard Bimasetya.

"Disiksa nenek lampir, Ay." Qiella meledekku saat melihat wajahku yang kusut. Aku hanya memberengut kesal. Hari ini Bu Terre benar-benar menguras emosiku. Dia mengembalikan pekerjaanku hanya karena hatinya tidak sreg. Mana ada hasil pekerjaan dinilai pakai hati, aku terpaksa harus bersabar dan menerim saja apa yang dikatakannya karena tidak ingin nilaiku jelek pada kuliah praktek kerja lapangan, karena bagaimanpun juga Bu Terre adalah salah satu pembimbingku di Bimantara.

"Gara-gara pak suami ini. Sudah aku bilang jangan open dulu eh dia malah sengaja open." Aku mengabaikan telepon dari pak Erick dan memilih menyantap makananku. Terus terang terlalu keras berfikir membuatku lapar dan tadi pagi aku hanya sarapan roti isi dan segelas susu, itupun dipaksa pak Erick karena aku harus berangkat pagi untuk mempersiapkan materi meeting.

"Pak suami suruh tanggung jawab, Ay."

Ziella memberikan usulan. Aku menolak, seperti tidak kenal pak Erick saja. Dia akan bertindak berlebihan jika aku mengeluh. Bisa-bisa aku semakin dibully Bu Terre karena sembunyi di balik ketiak suami. Lebih baik kuhadapi saja apa maunya Bu Terre ini. Lagipula waktu magangku diperusahaan ini hanya tinggal sebulan lagi. Setelah itu akan bebas dari intimidasi Bu Terre.

AYLA (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang