Kehidupan pernikahanku dengan pak Erick berjalan normal seperti pasangan pada umumnya. Aku sibuk dengan tugas kuliah dan persiapan ujian akhir karena semester depan aku sudah harus magang untuk mengaplikasikan apa yang sudah aku pelajari selama menjadi mahasiswa. Ada dua pilihan sebenarnya praktek kuliah kerja nyata atau magang di perusahaan atau kantor yang ditunjuk. Aku dan dua sahabatku memilih untuk magang di perusahaan. Ada tiga perusahaan yang menjadi tujuanku magang, perusahaan milik keluarga mas Bani, perusahaan periklanan dan perusahaan spare part mobil. Sebenarnya pak Erick sudah membujukku untuk magang diperushaan keluarga Bimasetya, tapi aku menolak karena tidak ingin di istimewa kan. Mama Rosy pasti akan sangat protektif dan akan memberikan perlakuan istimewa kepadaku, bukannya belajar aku justru akan dimanjakan disana.
"Hari ini Abang tidak bisa ngantar, sayang."
"Ngga apa-apa, Abang. Aku akan dijemput Qiella."
"Kamu mau bawa mobil sendiri? kan sekarang sudah bisa nyetir sendiri." Aku menolak, bukan apa mobil milik Pak Erick tidak ada yang berharga murah, aku takut sesuatu yang buruk terjadi hingga merusak koleksi mobilnya.
"Atau kamu pengen punya mobil sendiri? Citycar mungkin?" Seperti mengetahui alasan kenapa aku menolak menggunakan mobil yang ada pak Erick menawarkan membelikanku mobil yang sudah umum dipasaran.
"Ngga usah Abang, nanti kalau aku pengen bawa mobil aku bawa yang ada saja."
"Baiklah, telepon Abang kalau sudah sampai di kampus." Aku mengangguk setuju, lalu mengantar pak Erick ke pintu. Aku mencium tangan pak Erick sebelum suamiku itu masuk kedalam mobil yang dikemudikan pak Agus. Pak Erick selalu membawa sopir jika pergi kekantor, tetapi akan menyetir sendiri kalau pergi kekampus atau pergi bersamaku.
Qiella menjemputmu sesuai dengan janjinya padaku. Kami pergi bersama kekampus. Qiella biasa membawa kendaraan sendiri, berbeda denganku dan Ziella yang selalu naik angkutan umum atau diantar. Tidak banyak perbincangan terjadi diantara kami. Semua karena jam kuliah kami sufah hampir dimulai karena itu Qiella sengaja mengemudikan mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata.
Kami tiba di kampus sepuluh menit sebelum kelas dimulai, tempat parkir mobil sedikit agak jauh dari ruang kelas kami.
"MATI KAMU AYLA!" Sebuah teriakan terdengar saat sesuatu yang berat menimpa kepalaku membuatku merasa pening sebelum kemudian merasakan kegelapan.
Aku membuka mataku perlahan, aku memindai sekelilingku dan melihat ayahku tersenyum padaku. Aku segera berlari kedalam lelaki yang masih terlihat gagah.
"Ayah! Ayla kangen ayah!"
"Ayah juga merindukanmu, Ayla." pelukan itu terasa dingin, pelukan yang kurindukan selama ini akhirnya aku dapatkan.
"Ayah sendirian? Ibu mana?"
"Ayah hanya ingin mengatakan bahwa tempatmu bukan disini?"
"Aku mau ikut ayah. Kenapa ayah tidak mengajakku?"
"Belum saatnya kamu ikut ayah, nak. Ada banyak hal yang menunggumu disana . Kamu lihat suamimu, lelaki itu membutuhkanmu."
"Aku membutuhkan ayah. Kenapa ayah tidak mengajakku. Dia siapa?"
"Dia suamimu. Ada banyak orang yang akan merasa kehilangan saat kami ikut ayah."
"Bagaimana denganku ayah, aku merindukan ayah?"
"Ayah akan selalu bersamamu anakku, ayah akan menjagamu. Sudah waktunya kamu kembali. Lihatlah suamimu itu dia terlihat putus asa. Kamu tidka boelh meninggalkan dirinya, kalian ditakdirkan bersama hingga maut memisahkan. Kembalilah pada suamimu."