Urusan magangku yang berantakan di Bimantara karena ulah pak Erick akhirnya diselesaikan tanpa kekacauan oleh pak Erick dan mas Bani. Aku berhasil membujuk pak Erick agar aku tetap diijinkan untuk magang di Bimantara. Pak Erick mempercayakan kerjasama dengan Bimantara kepada wakilnya karena Bu Terre nampaknya belum menyerah untuk mengejar pak Erick. Wanita itu bahkan terang-terangan mengirim hadiah ataupun pesan yang sama sekali tidak digubris oleh pak Erick. Sepertinya dia tidak ingin kalah denganku dan sengaja memprovokasi diriku agar bertengkar dengan pak Erick, Sayangnya usahanya itu tidak berhasil, kubiarkan dia bertindak semaunya dan aku tidak ambil pusing selama dirinya tidak keterlaluan. Aku percaya pada suamiku, dia buka orang yang suak selingkuh, terlebih lagi kejadian masa lalu membuat dirinya lebih dewasa dan waspada akan gangguan-gangguan yang dilancarkan wanita-wanita yang menginginkan dirinya.
Sebulan berlalu, masa magangku di Bimantara berakhir dan mbak Inka memberiku nilai A. Sejak aku kembali ke Bimantara setelah insiden dengan Bu Terre, aku kembali lagi magang di divisi mbak Inka. Hal itu membuat Bu Terre sedikit kesal, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa karena pak Erick menggunakan kekuasaannya.
"Sweety, ponselku dimana?" Pak Erick berteriak dari arah kamar. Aku bergegas mematikan kompor dan mengambilkan ponsel miliknya yang semalam dilempar begitu saja kesofa yang ada dikamar kami karena Bu Terre tidak menyerah untuk mengajaknya bertemu dengan alasan pertemuan bisnis.
"Sepertinya baterainya mau habis. Abang pakai ponsel satunya sambil nunggu ini di charge."
"Apa Abang blokir saja ya nomor Terre? Lama-lama mengganggu."
"Terserah Abang saja, kalau Abang merasa terganggu ya blokir saja. Kalau Abang perlu dengan Bu Terre kan Abang bisa telepon kantornya."
"Hari ini kamu kekampus?"
"Tidak, aku mau kecafe saja. Sudah lama aku tidak kesana. Tidak enak dengan kak Leon"
"Ikut Abang kekantor saja ya?"
"Nanti makan siang saja aku kekantor Abang sekalian aku bawakan Abang makan siang."
"Bukannya makan siang, Abang malah ingin makan kamu nanti."
"Kalau aku ikut sekarang, Abang ga kerja karena makan aku."
"Pinternya istri Abang. Sudah pinter cantik lagi. Mau ya ikut Abang ke kantor, daripada kamu nungguin Leon? Ingat istrinya sedang hamil jadi lebih baik kamu tidak kesana bisa diterkam Leon kamu nanti."
Aku tertawa geli mendengar perkataan Pak Erick. Benar kata mama Rosy, libido pak Erick ini tinggi, selain itu faktor menahan diri selama tiga puluh tahun lebih tidak berhubungan dengan wanita membuat nafsunya seperti bendungan jebol.
"Abang sarapan dulu. Makanannya sudah siap."
"Makan kamu saja boleh ngga, sayang?"
"Makan nasi, bukan makan yang lain."
Aku segera menyeret suamiku itu keruang makan. Segera kusiapkan sarapan untuknya dan kami sarapan bersama.
"Berangkat sama Abang saja ya Ay."
"Ngga Abang berangkat sendiri saja. Aku ngga mau ya tujuannya cafe jadi belok ke hotel."
"Duh sayang, kamu tega banget sih sama Abang."
"Bukannya aku tega ya bang, seminggu ini aku udah kaya ani-ani Abang, making love saja dihotel bukannya dirumah saja.
"Biar ganti suasana, sayang."
"Itu Abang buang duit namanya."
"Biar sensasinya beda."
"Sudah cepet habiskan sarapannya, keburu siang."