9

1.9K 183 19
                                    

Meski dilarang masuk kuliah oleh pak Erick  karena masih ingin ditemani olehku, aku tetap masuk kuliah. Aku berangkat pagi-pagi setelah menyiapkan sarapan dan obat yang harus diminum oleh pak Erick. Aku tidak ingin memanfaatkan hubunganku dengan Pak Erick untuk mendapatkan dispensasi dan beasiswa ku selamat meski kehadiranku dikelas kurang. Pak Erick masih cemberut saat aku berangkat dan memilih mengacuhkan diriku. Lelaki itu sibuk bermain game di tabletnya, dan mengabaikan diriku saat aku mencium pipinya. Meski dalam mode merajuk, pak Erick masih berbaik hati menyuruh sopirnya untuk mengantarku ke kampus.

Setelah mata kuliah pertama selesai, aku berjalan dikoridor menuju ke kantin. Aku ingin membeli makan karena tadi tidak sempat sarapan dirumah. Maklum bayi besar harus dibujuk agar memberi ijin aku kekampus, sayangnya ijin tidak keluar tapi aku memaksa pergi kuliah, jadinya bayi besarku itu aku janjikan akan kutemanii semalaman sambil melihat film favoritnya agar kekesalannya berkurang.

"Ayla." Kak Revo memanggilku ketika aku melewati kelasnya. Beberapa orang menatap kami, lebih tepatnya menatap kak Revo dengan pandangan bertanya-tanya ada urusan apa seorang ketua BEM fakultas memanggil anak beasiswa yang tidak begitu populer.

"Ya kak, ada perlu dengan saya?" tanyaku memastikan.

"Mau kemana?" tanyanya ramah, hal yang tidak pernah aku temukan sebelumnya dan kini hal itu justru membuatku merasa aneh.

"Ke kantin, mau sarapan. Kak Revo ada perlu dengan Ayla?" tanyaku, masih mencoba menebak apa maksud kak Revo memanggilku. Kak Revo melihat jam tangannya.
" Sudah jam sembilan lebih, dan untuk orang sarapan itu termasuk kesiangan."

"Iya kak, tadi pagi sibuk, harus merawat Abang juga."

"Boleh kutemani?" Aku semakin mengernyitkan kening ku merasa heran dan juga canggung. Karena tidak ingin di cap sombong, aku mengangguk. Tidak ada alasan juga menolak. Lagipula aku sendiri karena kedua sahabatku sibuk dengan pacar masing-masing.

"Kamu ga ke cafe?" tanya Kak Revo akrab saat kami berjalan bersama menuju kantin.

"Mungkin nanti, kenapa kak?"

"Kemarin aku kesana tapi kamu ngga ada."

"Abang sakit, jadi aku ngga bisa kemana-mana. Lagi pula aku ke cafe juga kalau pas senggang, tidak setiap hari kesana karena kak Leon sudah standby disana.

"Sakit apa pak Richard?" Aku kembali mengernyitkan keningku saat Kak Revo tahu bahwa yang dimaksud Abang oleh ku adalah pak Erick.

"Typusnya kambuh, tapi sekarang udah lebih baik kok."

Kak Revo hanya mengangguk. Kami sampai dikantin. Aku memesan nasi goreng dan teh hangat. Sedangkan kak Revo pesan siomay dan es jeruk.

"Setelah ini kamu ada kelas lagi?"

"Iya, sampai jam dua belas."

"Kelasnya siapa?"

"Pak Sasongko."

"sepertinya pak Sasongko ngga ada. Soalnya jam pertama tadi aku kuliah pak Sasongko."

"Oh ya, kakak ada kuliah lagi setelah ini?" tanyaku, karena kalau tidak ada kuliah lagi kenapa kak Revo malah menemaniku makan bukannya pulang.

"Ngga, aku sengaja nunggu kamu."

"Nunggu aku? Kenapa?" Fix, aku penasaran. Selama ini aku tidak merasa punya hutang dengan kak Revo ataupun kepentingan dengan kak Revo jadi seharusnya kak Revo tidak ada alasan untuk bertemu denganku.

"Hanya ingin bertemu denganmu." Jawabannya benar-benar ambigu. Tapi aku sedikit mengerti maksudnya apa, mungkin dia ingin menjadikanku teman karena tidak mungkin kan dia menyukaiku, mengingat selama ini kami tidak dekat.

AYLA (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang