Sudah hampir dua bulan hubunganku dengan pak Erick berjalan baik dan lancar. Kami bertukar pesan, telepon dan kadang keluar bersama, seperti layaknya sepasang kekasih. Ingat kami belum menjadi kekasih karena sejak aku menolaknya, pak Erick belum menembakku lagi. Tapi perlakuan pak Erick kepadaku melebihi seorang kekasih. Pak erick benar-benar menunjukkan keseriusan perasaannya padaku. Membuatku merasa nyaman dan bahagia karena perhatian dan kasih sayangnya padaku, meski kadang aku sedikit kesal dengan sikap posesifnya yang menurutku sedikit berlebihan. Bagaimana tidak aku yang biasa melakukan apa-apa sendiri dan tidak perlu ijin siapapun harus mengatakan apa yang akan kulakukan pada pak Erick dan dengan siapa aku melakukannya. Mungkin begini kalau berhubungan dengan orang dewasa, tidak perlu bertanya apakah aku mau jadi kekasihnya, tapi perlakuannya padaku sudah seperti seorang kekasih. Dibandingkan mengobral janji manis, sepertinya pak Erick lebih menunjukkan perhatiannya dengan tingkah dan perbuatan.
"Ay, sendirian?" Tanya Qiella ketika menemukanku dikantin menikmati bakso seorang diri. Sebenarnya aku sedang menunggu pak Erick yang masih mengajar. Satu lagi kebiasaan baruku yaitu menunggu pak Erick selesai mengajar untuk kemudian beliau mengantarku pulang atau menemani beliau kemanapun. Pak Erick beralasan ia mencemaskanku jika aku pergi sendiri, atau dia tidak memiliki teman bicara. Tante Rosy benar, pak Erick tidak punya banyak teman seperti halnya diriku.
"Iya, mas Adi mana?"
"Masih ada kelas." Qiella duduk diseberang ku dan menikmati siomaynya.
"Maaf ya Ay, aku sering ninggalin kamu sendirian. Makanya kamu cari pacar dong." Aku tersenyum mendengar perkataan Qiella. Sejak kedua sahabatku itu punya pacar aku memang sering kemana-mana sendiri. Meski kami masih sering bertukar pesan dan telepon tapi intensitas kami jalan bersama jadi berkurang jauh. Untung saja aku ada pak Erick yang menemaniku. Dan aku merasa sampai saat ini kedua sahabatku itu masih belum tahu kalau aku dekat dengan pak Erick. Kami tidak mengumbar kedekatan kami dikampus.
"Ngga apa-apa Qie. Doakan saja aku cepet dapat pasangan juga."
"Aamiin." Ujar kami bersamaan. Lalu tertawa bersama.
"Kamu ada janji sama mas Adi?"
"Kakak mas Adi melahirkan, aku mau beli kado untuk kakak ipar ku." Aku hanya ber oh ria ketika tiba-tiba ponselku berbunyi. Setelah kulihat siapa yang menelepon ku aku menjawabnya.
"Hallo tante"
"…"
"Dikampus."
"..."
"Iya, nanti Ayla bilang sama Abang ."
"..."
"Bye Tan."
"Siapa?" Qiella bertanya penasaran.
"Tante."
"Ay, ulang tahun nanti traktir di Ayla's cafe ya."
"Ayla's cafe?" Tanyaku heran, perasaan aku tidak punya cafe tapi kenapa cafe itu bernama sama dengan namaku.
"Cafe baru, ngga jauh dari kampus. Grand openingnya barengan sama ulang tahun kamu, siapa tahu kita bisa dapat diskon kalau pemiliknya tahu ulang tahun kamu dan grand opening cafenya sama . " Qiella menjelaskan. Aku membulatkan mulutku, ber o ria, tak percaya ada cafe bernama sama denganku dan memilih membukanya saat ulang tahunku. Jadi penasaran cafenya seperti apa.
"Baiklah, nanti kasih tahu Ziella , mas Bani, sama mas Adi ya, aku penasaran dengan yang dijual di cafe yang namanya sama denganku bahkan grand openingnya sama dengan ulang tahunku."
"Beres, yang penting siapkan saja dananya, kami ga akan sungkan-sungkan."
"Siap boss." Aku mengangkat tanganku seperti posisi hormat. Qiella hanya tertawa melihatku kelakuanku.