Aku membuka mataku yang terasa berat ketika aku merasakan matahari menyinari wajahku. Aku mengernyitkan keningnya ketika melihat langit-langit kamar yang terasa asing bagiku. Ini bukan kamar kostku, tapi kalau bukan kamar kostku aku tidur dimana? Aku mengedarkan pandanganku dan bergegas duduk diatas tempat tidur yang sangat-sangat empuk. Aku melihat ruang tidur yang sangat mewah dengan sofa, meja kecil, meja disebelah tempat tidur, lemari dengan pintu yang sangat besar.
Tok tok tok.
"Masuk." Kataku begitu aku mendengar suara pintu diketuk. Pak Erick masuk membawa nampan berisi susu dan sandwich.
"Kamu sudah bangun?"
"Hmm. Dimana ini, bang?"
"Dirumahku. Semalam kau tertidur di mobil. Aku tak bisa membawamu ke kostan, karena itu aku membawamu kerumah."
"Astaga, apa mama tahu?" Aku terkejut, bagaimana bisa aku tertidur dan tidur di rumah pak Erick. Memang semalam aku merasa lelah dan mengantuk, hingga tidak sadar jika tertidur dimobil pak Erick. Tapi seharusnya pak Erick mengantarku kembali ke tempat kost lalu membangunkan diriku. Kalau begini aku kan jadi tidak enak dengan Tante Rosy, apa kata beliau nanti kalau ada anak gadis keluar malam bahkan menginap ditempat seorang lelaki?
"Mama tahu, tapi mama sekarang pergi kerumah Tante Mela, ingat nanti malam ada acara disana." Entah kenapa aku merasa lega karena tidak harus bertemu dengan Tante Rosy saat ini. Tetapi tetap saja aku hanya merasa tidak enak saja menginap dirumah pak Erick.
"Aku membawakanmu sarapan."
"Ayla cuci muka dulu ya bang." Pak Erick mengangguk. Ia menungguku di sofa sambil memainkan gawaiku. Pak Erick suka sekali membuka ponselku. Melihat-lihat isi ponselku, entah apa yang dia cari. Untung saja aku tidak terlalu suka bermain sosial media. Jadi tidak perlu khawatir aku selingkuh atau menyembunyikan sesuatu darinya karena sosial media. Benar apa yang dikatakan Tante Rosy, pak Erick itu orangnya sangat posesif, jadi semua hal tentang diriku dikepoin.
"Abang sudah sarapan?" Pak Erick mengangkat wajahnya dan menoleh ke arahku. Dia mengangguk dan memintaku duduk disebelahnya. Aku menguap, aku benar-benar merasa mengantuk karena tidur menjelang dini hari.
"Kamu jadi nraktir temen-temen mu?"
"Iya, Abang sendiri ngga kekampus?"
"Ngga Abang ijin. Abang mau nemenin kamu aja seharian ini. Kan hari ini hari ulang tahunmu." Aku mengernyitkan keningku, alasan apa itu mengorbankan pekerjaan untuk kepentingan pribadi.
"Tapi aku mau ketemu temen-temen aku, bang, lagipula kalau Abang tidak kekampus bagaimana dengan mahasiswa Abang nanti?"
"Mereka pasti senang kalau dosennya tidak masuk dan hanya dapat tugas saja. Kamu akan ngajak mereka ke cafe kan? Aku bisa ketemu Leon disana."
Aku mengubah posisi dudukku menghadap ke arah pak Erick. Aku menggenggam tangannya dan menatap wajahnya.
"Abang, ga keberatan hubungan kita diketahui banyak orang?" Aku bertanya hati-hati takut pak Erick tersinggung. Pak Erick menatapku dengan bingung.
"Abang ngga merasa menyembunyikan hubungan kita. Kenapa kamu berfikir Abang berusaha menyembunyikan hubungan kita?" Pak Erick balik bertanya sambil memainkan anak rambutku yang lepas dari ikatannya.
"Ehm karena kita adalah dosen dan mahasiswa. Karena Abang orang yang terkenal dan aku mahasiswa beasiswa. Karena-"
"Stop, jangan katakan alasan yang sama sekali tidak masuk akal. Apa masalahnya kalau seorang dosen jatuh cinta dan menyukai mahasiswanya? Toh aku masih sendiri dan kamu juga sendiri, selain itu umur kamu udah dewasa, bukan anak-anak lagi, malah bisa bikin anak. Apalagi itu dosen terkenal, penerima beasiswa? Kamu tahu kan saya tidak perduli perbedaan kita, kalau saya perduli saya tidak memilih kamu untuk jadi kekasih saya. Jadi jauhkan semua pikiran buruk dan pikiran negatif yang tidak perlu dalam hubungan kita."