Gara POV
Rasanya memiliki banyak trauma itu tidaklah mudah. Kamu akan dihadapkan dengan perseteruan dengan dirimu sendiri. Bukan orang lain, bukan siapapun itu, melainkan kan rasa takutmu yang berbanding sangat tipis dengan keinginanmu keluar darinya.
Kehidupan masa laluku terlalu buruk, banyak sekali luka yang tidak bisa sembuh sampai saat ini, mungkin.
Sebagian luka itu sudah terlalu dalam tinggal dan menetap mungkin saja diriku sebenarnya sudah hampir habis tergerogoti. Sedang sebagiannya lagi memilih dillupakan secara paksa, meski itu tidak ada bedanya.
Kehilangan Fiyo sudah seperti kehilangan separuh hidupku pada saat itu, dan mungkin hingga kini.
Dia satu-satunya manusia yang sempat kutitipkan apa saja itu mengenai diriku, sampai kehilangannya adalah seperti aku yang kehilangan setengah bagian hidupku.
"Apa yang membuatmu begitu sangat mencintai Fiyo?" Hari itu seorang psikolog bertanya pada sesi konselingku.
"Karena dia tidak pernah kemana-mana." Jawabku datar.
"Bagaimana kamu menghabiskan waktu bersama Fiyo?" Tanyanya lagi.
"Banyak hal, dan yang paling aku suka adalah dia tidak pernah lelah mendengarkan."
"Bukankah, jika kau bercerita padaku itu pun aku dengarkan Gara?"
"Tidak, tidak seperti itu."
"Lalu bagaimana?"
"Meski aku beritahu, rasanya tidak adil bukan. Aku yang seolah menuntutmu menjadi Fiyo sedangkan dirimu adalah dirimu sendiri."
Sesi konseling selalu berakhir seperti itu. Sudah pernah kubilang kala itu, ini tidak akan pernah ada obatnya.
Selalu dikaitkan dengan perasaan tidak bisa menerima kenyataan atas kepergian seseorang yang sangat dicintai sudah tidak pernah aku pedulikan. Jika menjadi gila akan membawaku padanya, ingin sekali cepat-cepat aku lakukan.
***
Malam ini suasana rumah kembali hangat. Sebenarnya hanya sedikit makan malam bersama, tapi entah mengapa Daddy membuat malam ini seperti sedang diadakan pesta panen anggur yang sering Opa Keynal buat.
"Karena malam ini saya sedang bahagia, maka izinkan saya mempersembahkan sebuah lagu spesial untuk istri tercinta, Ve."
Denting piano dan suara merdu opa membawakan lagu You Are The Reason milik Calum Scott terdengar sampai sini.
Kulihat banyak kebahagiaan disetiap sudutnya malam ini.
Ya, aku belum turun dari balkon kamarku. Sengaja. Entahlah, rasanya setelah banyak merenung memikirkan kejadian tadi sore dan banyak sekali luka-luka yang mendadak bermunculan membuatku ingin mengambil udara bebas tanpa berdesak.
"Hai, kamu yang disana. Pria gagah yang sedang menikmati udara bebas. Kemarilah." Opa keynal ternyata sudah selesai dan melihatku dari jauh.
"Bagus juga itu mata kakek-kakek." Gumamku.
Aku pun mengikuti perintah untuk turun dan bergabung dengan yang lain.
"Gimana, suara opa masih merdu kan?"
"Agak fals dikit-dikit, not bad." Ledekku.
"Hahaha, iya opa udah tua." Kata bang Azzi.
"Tua-tua gini masih ganteng dimata oma kalian." Jawabnya.
"Kata siapa?" Sergah oma Ve.
"Kata, kata-katamu bagai busur panah yang kau lepaskan…"
"Suka-suka Tuan Keynal saja." Potong Daddy yang asik dengan makanannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LABIL [COMPLETED]
RandomLabil hanya cocok untuk remaja, lantas jika sudah dewasa tidak bisa labil? "Tidak semua cinta akan berakhir sama. Tapi jika tujuanmu bahagia, kupastikan itu akan menjadi milik kita berdua." Gara. "Tapi aku tidak berjanji untuk tidak membuatmu menang...