19.

722 113 18
                                    

Author POV

Jangan pernah menyamakan semua orang dalam menerima luka. Bisa saja dia kuat tanpa menangis, tapi bukankah tidak ada yang mengetahui bagaimana dalamya? Isi hatinya? Pikirannya?

Bahkan bagaimana sebenarnya dia pada saat itu.

Terlalu jahat jika menghakimi Gara setelah kepergian Fiyo yang menyebabkan keadaan seperti saat ini dengan mengatainya, bipolar.

Karena pada kenyataannya tidak seperti itu.

Kehadiran Chika bisa saja menjadi obat, namun Gara selalu percaya sebagai pria dewasa tidaklah lazim jika dirinya sendiri serta masa lalunya yang belum usai itu harus diikutsertakan pada seseorang baru yang bahkan Gara sendiri masih mempertanyakan 'akan seperti apa nantinya?'

Jika Chika begitu yakin padanya, bukan tentang itu. Justru semua itu adalah kerumitan dengan dirinya sendiri.

Gara tidak ingin Chika tumbuh dalam bayang-bayang yang seharusnya tidak ada.

Gara hanya ingin jika memang Chika orangnya, hanya dirinyalah dan Chika saja.

Kediaman Gara Fazwan malam ini seramai pikiran Gara dengan pergulatan otak dan bathinnya.



***


Chika POV

Aku menatap mas gara yang belum sama sekali menatapku. Bertanya-tanya dengan benak sendiri, kenapa?

"Kok gara cuek banget?" Bisik mami lagi.

"Lagi makan." Jawabku pelan.

Kulirik lagi dan mata kami saling bertemu.

Namun tidak lama.

Tepukan mami menyadarkanku. "Kak, itu tolong tissue."

Aku mengambilnya. Kulihat lagi Mas Gara namun sudah tidak ada tatapan itu.

Setelah makananku habis. Aku izin pamit menuju toilet.

Saat aku ingin kembali kulihat Mas Gara pun baru turun dari lantai 2.

"Hey…" sapanya.

Aku tersenyum. "Hai mas.."

Aku hanya membalas sapaannya, tidak tahu juga harus berbuat apa lagi.

Dia menghampiriku yang sudah dekat pintu.

"Kamu cantik malem ini."

Nahkan, tadi sok nyuekin gue sekarang apa-apaan coba ngatain gue cantik. Pikirku.

"Makasih mas, kamu juga ganteng."

Serius deh, kadang jadi munafik itu perlu sedikit rasanya. Saat mengatakan itu aku membantunya membetulkan kerah yang terlipat setelah dasi kupu-kupunya dia lepaskan.

"Terima kasih. Btw gimana acaranya?"

"Seru. Keluarga kamu hangat semua. Meski aku dari tadi ngerasa ada kulkasnya." Sedikit takut kulirik pelan-pelan dirinya.

Kami masih berada diambang pintu.

"Aku maksudnya?"

Gotcha!
Nyadar ternyata lu.

"Aku gak bilang loh ya, hehe."

"Tapi perkataanmu seolah untukku Chika."
"Maaf mungkin aku sedang banyak pikiran jadi sedikit cuek." Ucapnya lembut.

"Gapapa mas, maaf juga tadi aku malah bolos."

"Haha iya gapapa Chika."

Mas Gara beranjak keluar sambil menuntun tanganku.

LABIL [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang