Author POV
2 hari sudah Gara di Belanda. Selama itu pula Chika diantar jemput oleh Vian.
Sampai hari ini Chika belum memberikan keputusan pada Vian. Dia masih merasa bimbang dan tidak tahu harus mengambil keputusan seperti apa.
"Chik.."
"Eh Pak Mirza, kenapa?"
"Ngelamun aja, jam makan siang nih. Mau bareng gak?"
"Eh tapi lu engga dijemput lagi sama Mr. Vian?" Sambung Mirza.
"Eumhh.. engga yok, Anin mana?"
"Masih di toilet, tadi gue disuruh ngajak elu."
"Ok deh ayo."
Makan siang kali ini di restoran pizza kesukaan Anin. Tentu karena dia sedang bm dari pagi tadi. Chika pun tidak keberatan.
"Btw, makin deket aja nih sama Mr. Vian." Celetuk Mirza.
Chika tersenyum kikuk.
"Aku mau jujur-jujuran aja nih sama kalian. Sebenernya dia masa lalu aku, kita berdua waktu itu masih pacaran, mungkin sampe sekarang sih karena belum jelas juga. Waktu itu tiba-tiba dia ngilang gitu aja."
Mirza bersikap layaknya orang yang baru mengetahui keadaan sebenarnya. Pura-pura terkejut dan menyimak.
Chika menceritakan semua hal tentang Vian, termasuk Vian yang bermaksud untuk melamarnya.
Jelas setelah mendengar semuanya Mirza speechless. Bagaimana respon yang harus diberikannya? Dia sendiri bingung. Sementara Anin?
"Tapi lo sebenernya sama Gara ada hati gasih Chik?" Tanya Anin.
"Iya kalian berdua kan couple goals bgt kalo diliat-liat di kantor ini." Tambah Mirza yang sebenarnya hanya memancing untuk obrolan ini menemukan titik lebih terangnya.
"Gue bingung. Jujur gue nyaman sama Mas Gara. Mengenai perasaan gue sama dia, mmm.. gatau. Entah mungkin karena masih ngeganjel juga sama Vian."
"Setelah ngedenger cerita lo barusan, gue sih nangkepnya karena lo waktu itu ditinggal gak jelas sama Vian. Nah saat sekarang dia tiba-tiba muncul dengan posisi lo yang dalam tanda kutip sama Gara, ini bikin lo labil. Iyakan?" Anin mengetahui keadaan sebenarnya dari Mirza. Semua seakan dibuat pura-pura tidak saling tahu menahu.
"Gue sebenernya setelah berusaha keras ngilangin Vian di hati gue sampe akhirnya gue ngebuka hati buat Mas Gara. Gue ngerasa dia bukan lagi pilihan kalo pun gue harus milih. Tapi…"
Chika sedikit menyedot air putih yang dipesannya.
"Gue kek gagal move on setelah tau alesan Vian ninggalin gue gitu aja."
Baik Mirza maupun Anin keduanya tidak tahu harus berkomentar apalagi.
"Kalo gue boleh tau, alesan Vian ninggalin lo apa emang Chik?" Anin bertanya dengan halus.
"Dia bilang, perusahaan bokapnya koleps, terus karena waktu itu dia udah lama gak ketemu keluarganya jadi ya sekalian aja. Soal dia yang gak bisa dihubungi dia ngomongnya hpnya ilang terus gak hapal nomor gue."
"What the fuck? Instagram, email, his social media is also gone, what do you mean?"
Anin mengusap lengan Mirza.
"Gini deh Chik, gue ngomong gini bukan karena Gara bos gue, bukan karena dia sahabat gue, bukan karena dia yang udah gue anggep sodara. I say this to you as a friend, pure. Kalo Gara datang dengan perasaan yang lebih meyakinkan, misal dia juga siap ngelamar lo. Lo pilih siapa? Atau jangan lo pilih siapa deh, lo bakal gimana?"

KAMU SEDANG MEMBACA
LABIL [COMPLETED]
AcakLabil hanya cocok untuk remaja, lantas jika sudah dewasa tidak bisa labil? "Tidak semua cinta akan berakhir sama. Tapi jika tujuanmu bahagia, kupastikan itu akan menjadi milik kita berdua." Gara. "Tapi aku tidak berjanji untuk tidak membuatmu menang...