3. Kebohongan

5.3K 180 4
                                    

Kania:
Kartu akses gue tiba-tiba nggak ada

Dinda:
Lah kok bisa sih. Emang lo taro mana?

Kania:
Ketinggalan di cafe mungkin

Dinda:
Yang bener?!

Kania:
Lo temennya kan?
Tanya sekarang!
Gue males kalau harus urus ke HRD

SAMBIL membalas pesan chat Dinda, Kania melangkah malas meninggalkan ruang kerja ketika menyadari bunyi digit password pintu unitnya terdengar. Sebelum akhirnya, alarm tanda pintu terbuka terdengar. Seorang wanita paruh baya berdiri di sana dengan senyuman lebar.

Ratih Kumala. Orang yang Kania panggil dengan nama Mama itu terlihat sangat bersemangat memberikan bungkusan karton ke arahnya. Sambil menerimanya Kania mendengus jengah.

Sudah setahun ini dia tinggal sendiri di flat apartemen sederhana. Namun seperti biasa, Mama selalu datang untuk memastikan keadaannya. Seperti saat ini. Mama selalu menganggapnya seperti anak kecil yang tidak bisa mengurus diri.

"Kamu kok kurusan sih."

Kania hanya diam. Menaruh bungkusan karton yang ternyata berisi kue dan salad. Makanan kesukaannya tentu saja.

"Mama sama siapa?"

"Kurnia, masih parkir mobil."

Kania duduk di sofa sambil membuka kotak salad. Mempersilahkan Mama memeriksa setiap unit apartemennya. Rutinitas tiap kali datang ke apartemennya.

"Ini kenapa dalaman ada di sini sih?" tanya Mama menenteng bra Kania yang tergeletak di bawah sofa. "Anak cewek kok jorok banget."

"Masih bersih itu, Mah," menjawab dengan santainya sambil mengunyah salad.

"Bersih kok di sini sih?"

"Jatuh itu habis di-laundry."

"Tahu jatuh kok nggak benerin. Kalau ada tamu cowok gimana Kania? Mau kamu suguhin yang beginian?" oceh Mama membuat telinga Kania semakin pekak.

"Nggak ada cowok yang mampir."

"Ya kalau ada gimana?"

Kania mendengus. Masih melanjutkan aktivitas nya. Mengabaikan Mama yang sibuk sendiri menata baju di kamarnya. Sama seperti kebanyakan wanita dewasa kantoran yang menaruh asal bajunya, seperti itulah Kania. Almarinya sama sekali tidak terlihat rapi. Hanya pakaian kantor yang benar-benar tertata rapi.

"Kania..."

"Iya?"

"Mama ke sini sebenernya mau ngomong sama kamu. Empat mata. Kemarin adik kamu, bawa cewek ke rumah," gumannya dengan nada cukup pelan. Berharap Kania tidak pernah tersinggung mendengarnya. Terakhir kali mereka membicarakan hal ini, Kania benar-benar marah dan memilih pergi dari rumah. Tinggal di apartemen sendirian seperti ini. "Mama berharap kamu juga memikirkan ini."

Kania menaruh sendok saladnya. Terlihat sangat jengah dengan perkataan Mama. Yang dikatakan Mama memang benar, di usianya yang sudah menginjak 27 tahun ini, seharusnya lebih memikirkan soal pernikahan atau paling tidak cowok. Setidaknya itulah yang dimau orang-orang.

"Mama berharapnya kamu nikah. Usia kamu udah mateng banget. Tapi kalau kamu memang belum siap, Mama nggak bisa paksa kamu untuk melakukannya. Selama kamu belum mencoba, kamu masih akan tetap stuck di sana."

Baiklah. Kania hanya bisa bersandar di punggung sofa. Memejamkan mata. Kepalanya terasa semakin pusing memikirkan kejadian hari ini. Tetapi berusaha sekuat mungkin untuk tetap tersenyum.

By Your Side [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang