36. Sendiri

1.5K 82 1
                                    

Pagi ini jelas berbeda. Tidak ada makanan di meja seperti biasa. Devan semalam menginap di rumah Bunda. Devan bilang Bunda minta pulang, karena sekalian Bunda mau menemani check up. Kania berdecak menyeret langkahnya menuju dapur. Mencari apapun yang bisa dimakan. Sebelum akhirnya dia merasa kalau semuanya sia-sia.

Sambil duduk di kursi bar pantry. Kania membuka ponselnya.

Devan
Sepuluh menit lagi berangkat
Doain ya. Semoga hasilnya bagus

Kania membaca pesan Devan. Sebelum akhirnya mengetikkan sesuatu.

Kania
Laper

Devan
Mau aku order?

Kania
Mau dong.

Devan
Yaudah mau makan apa?

Belum sempat membalas. Panggilan vidio call di ponsel Kania muncul. Wajah Devan langsung memenuhi layar kemudian. Dia sudah rapi. Mengenakan hoodie warna abu-abu. Sepertinya itu warna kesukaan Devan.

"Morning, her Majesty the queen." Senyum Devan terlihat sangat lebar. Seperti lupa kalau hari ini dia ada jadwal check up dan konsultasi sama dokter.

Kania mendesah pelan. Menaruh kepalanya di counter pantry sambil menoleh ke arah layar ponselnya. Malas-malasan meladeni Devan.

"Apaan sih, norak tau," gerutu Kania.

"Kok gitu sih mukanya, masa' baru bangun udah lemes. Nggak kekantor emang?"

Kania menguap. Malas ke kantor. Tidak ada pekerjaan. "Laper."

"Iya tau, tunggu aja bentaran. Nanti juga dateng ojol-nya."

Enggan bergerak dari posisinya, Kania masih memperhatikan Devan. Mengerucutkan bibir manja. "Udah order makan? Cepet banget."

Devan tersenyum begitu mendengar Kania manja seperti itu. "Iya udah kok. Nasi jagung jawa timur. Mau ya?"

Devan terlihat sedang duduk di kursi kerjanya. Menaruh ponsel di sana sambil mengoleskan sesuatu di pipinya. Membuat Kania mengernyit memperhatikan Devan lamat-lamat. Mencari tahu apa yang sedang dilakukan cowok itu.

"Jerawatan ya?" tanya Kania terkikik.

Devan jelas menjawabnya dengan sebuah cibiran sebelum akhirnya kembali menatap layar ponsel. Menunjukkan jerawat batunya kepada Kania. "Sakit banget. Jerawat batu."

Kania tersenyum. "Udah jangan dipegang-pegang lagi. Nanti kumannya jadi semuka. Kamu tutupin pakek hansaplas aja. Potong kecil seukuran jerawat kamu."

"Makin malu tau," gerutu Devan.

"Kan biar nggak kamu pegang terus."

Devan berdecak. "Iya deh nanti aku kasih. Tapi aku nggak jelek kan karna jerawatnya?"

Kania kembali tersenyum mengejek. "Ya jelek lah, jerawatan kok nggak jelek. Itu teori dari mana?" jawab Kania. "Kamu nggak berangkat?"

Senyum lebar Devan kini berubah lebih datar. Grogi mungkin sama hasilnya. Atau takut sama check up lanjutan yang dibicarakan Citra kemarin. Wajar sih, kalau Kania di posisi Devan saat ini belum tentu juga dia bisa survive seperti itu.

By Your Side [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang