31. In Trouble

1.7K 94 1
                                    

*WARNING : MATURE CONTENT 🔞
BAGI KALIAN YANG NGGAK SUKA SILAHKAN DI SKIP AJA YA.*

****

"Boleh nggak kita 15 menit di mobil gini?"

Tanpa minta persetujuan Kania. Dia sudah berhasil menurunkan senderan kursi di posisi lebih rendah. Membuatnya bisa tiduran. Sedangkan Kania masih di posisinya. Duduk sambil membenarkan posisinya. Menghidupkan lampu mobil.

"Kenapa? Ada yang sakit?" tanya Kania saat itu.

Devan menggeleng. Menekan dadanya sekilas. "Nggak ada yang sakit. Capek aja."

"Mau gantian aku yang nyetir?"

Kania sudah berniat untuk membuka pintu mobil. Seharian ini Devan memang memaksa diri untuk jalan. Padahal dokternya bilang kalau Devan tidak boleh terlalu capek. Detak jantungnya semakin lama semakin memelan. Itulah yang dikhawatirkan semua orang. Devan juga terlihat lebih pucat dari sebelum-sebelumnya. Kania mengakui itu. Tapi sepertinya Devan sama sekali tidak mengakuinya.

"Kamu agak pucat loh Dev."

Kania sudah bersiap untuk membuka sabuk pengamannya.

"Istirahat bentaran doang."

"Mau langsung ke apart aja?"

Devan mengangguk. Memejamkan mata kemudian. Merasakan tepukan tangan Kania di pahanya.

"Ya udah ayo biar aku yang setirin."

"Kamu capek Kani, udah seharian kerja. Nggak mungkin aku suruh kamu nyetir. Sebentaran doang aku cuma mau istirahat. Gini aja. Gapapa."

Kania akhirnya memilih untuk diam. Ikut menurunkan mobilnya. Basement gedung kantornya memang sudah sepi di jam segini. Hanya ada beberapa mobil yang entah ditinggal atau empunya memang masih ada jam lembur. Sambil melirik jam tangannya Kania memejamkan mata. Membiarkan dirinya tertidur di samping Devan yang sudah memejamkan mata.

"Aku turunin bentar kaca mobilnya. Biar nggak panas." Kania kembali duduk menurunkan kaca mobil. Tidak turun sepenuhnya. Hanya seperempat bagian terbuka, di sisi sebelah kanan dan kiri. Lalu kembali tiduran di sebelah Devan. "Kalau ada yang sakit bilang."

Devan menjawabnya dengan dehaman.

Hening setelahnya. Kania memilih untuk menghabiskan waktunya di media sosial. Seperti yang dilakukan ketika berada di waktu luang. Entah Devan sedang apa, sedaritadi hanya memejamkan mata sambil menutup matanya dengan pergelangan tangan. Mungkin capek atau sesuatu yang lain. Tapi Kania memang tidak mau mengganggunya.

"Boleh nggak?" tanya Devan sedikit bergumam.

Kania menoleh terkejut. Dia pikir Devan sedang tidur. Mendadak bersuara. "Apa Dev? Langsung bilang aja."

"Cium kamu di sini?" tanyanya tiba-tiba semakin mengejutkan Kania. "Kalau kamu nggak mau nggak papa. Nggak usah."

Kania ingin duduk setelah mendengar itu. Tapi Devan memegang pergelangan tangannya. Mata Devan terbuka sedikit berharap. "Kamu kenapa sih? Aneh!"

"Sorry." Devan buru-buru bangkit. Duduk dengan wajah memerah malu. Kania bisa melihat itu. Wajahnya seakan menyesali perkataannya. Buru-buru menaikkan punggung kursi dan menghidupkan mesin mobil. "Gak seharusnya aku bilang gitu."

Kania memilih diam. Tidak bergeming. Juga tidak membenarkan posisi punggung kursinya. Dibiarkan ke belakang begitu saja.

Hendak Devan menekan pedal gas. Kania berkata, "ayo, disini. Nggak ada siapa-siapa kan." Tubuh Devan tersentak karena terkejut. Selanjutnya Kania sudah merapatkan bibirnya bertemu dengan bibir Devan yang dibalas lumatan halus dan pelan.

By Your Side [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang