35. Rasanya Punya Pasangan

2K 85 3
                                    

Kania terbangun ketika merasakan tepukan pelan di pipi sebelah kirinya. Saat membuka mata, dia melihat Devan sudah berpenampilan rapi, senyumnya lebar saat itu. Sementara jam dinding masih menunjukkan pukul 4.30 pagi. Terlalu pagi untuk bangun. Tidak seharusnya Devan membangunkannya.

Pelan-pelan Kania kembali menutup matanya. Masih ngantuk. Seharusnya dia tidak bangun sepagi ini. Devan kembali menepuk pipinya sekali lagi, sengaja membangunkannya. Dengan geram akhirnya Kania memaksa dirinya untuk duduk di samping ranjang. Membiasakan matanya untuk bangun sepagi ini bahkan sinar mentaripun masih belum menyapa separuh penduduk Jakarta.

Saat itu Kania menyadari rambut Devan sudah basah. Sepertinya habis mandi. Devan mengambil duduk di sebelahnya. Aroma yang tidak asing menyerbu indra penciumannya, seperti aroma sabun mandi yang biasa dia pakai.

Samar-samar Kania tersenyum ke arah Devan. Sementara Devan menjauh turun dari ranjang.

"Ayo sholat dulu?" pintah Devan. "Udah waktunya sholat subuh tuh."

"Ugh, bangunin aku cuma mau bilang gitu doang? Kamu aja sana yang sholat," keluh Kania. Dia kembali membaringkan tubuhnya ke ranjang.

Kania kembali melanjutkan tidurnya.

"Ya udah kalau nggak mau. Nggak perlu marah. Lagian sholat harusnya nggak perlu di paksa. Semuanya harus dari hati. Kalau kamu mau tidur ya udah. Aku mau keluar bentar. Mau lari pagi keliling komplek."

Kania hanya bergeming.

"Kalau nggak mau sholat seenggaknya lari pagi biar tubuh kamu sehat."

Kania berusaha menghiraukan. Tetapi mulutnya sudah tidak tahan untuk bicara, "Udah sana aku masih ngantuk tau Dev. Kalau mau pergi ya sana."

"Nggak mau ikut?"

"Nggak ah, capek! Kamu aja sana." Kania sudah berusaha keras untuk mengusir Devan. "Yang punya ide siapa, ngapain ngajakin aku juga?"

Sebelum pergi, Devan mengecup bibir Kania sekilas. Lalu beranjak pergi menarik ganggang pintu apartemen.

Kania kembali melanjutkan tidurnya sementara Devan sudah keluar dari apartemen. Hampir pukul 6 pagi, Kania kembali mengernyit ketika merasakan sinar mentari menyambut wajahnya. Dia berdecak, memaksakan diri turun dari ranjang untuk mencuci muka. Apartemennya masih sangat sepi. Tidak ada tanda-tanda Devan kembali. Atau mungkin cowok itu memang tidak kembali. Dengan mata yang masih berat, Kania duduk di atas closet sambil memejamkan mata.

Saat kembali ke kamar, Kania terkejut melihat Devan tiduran di atas ranjang sambil mengecek ponselnya. Tiba-tiba datang bahkan terlihat sangat santai tiduran dengan baju basah karena keringat seperti itu. Kania terlihat sangat keberatan melihat kelakuan Devan.

"Dev?"

Devan berdeham. Sama sekali tidak mengalihkan pandangan dari ponsel. Malah terdengar suara game tembak-tembakan di sana. Sangat menyebalkan bagi Kania.

"Kasurnya basah...."

Devan tetap bergeming di tempatnya. Terlihat fokus. Beberapa suara tembakan di ponselnya kembali terdengar. "Bentar-bentar ini udah mau booyah nih. Nggak sekalian mandi?"

"Turun nggak, kasurnya bisa bau keringat tau," protes Kania. Disusul oleh lemparan bantal ke arah Devan hingga membuat ponselnya jatuh.

Raut kecewa Devan terlihat sangat jelas. Apalagi waktu dia tahu karakter dalam game-nya mati. Buru-buru Kania masuk ke dalam kamar mandi. Menghindari Devan. Dia pikir Devan akan mengejarnya, ternyata salah. Terdengar suara pintu kamar terbuka. Devan ternyata keluar dari kamar. Menuju dapur. Membuka kulkas sambil makan potongan buah apel di sana.

By Your Side [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang