9. Keluarga Kania

3.8K 150 1
                                    

Acara makan malam keluarga Kania.

Sudah 15 menit Devan dan Kania bergabung di acara tersebut. Ini sudah seperti acara pesta kecil keluarga. Bukan hanya keluarga inti, seluruh keluarga besar di keluarga Kania datang. Cewek-cewek memakai dress, sedangkan cowok-cowok memakai setelan lengkap.

Hanya Kania dan Devan yang berbeda. Kania mengenakan setelan kerja seperti biasa dengan rok selutut. Sedangkan Devan karena tidak tahu acaranya seformal ini, dia hanya mengenakan t-shirt polos hitam dipadukan dengan celana slimfit abu.

Andai saja Devan tahu kalau undangan makan malam bakal seramai dan seheboh ini, dia mungkin akan mengenakan suit lengkap. Seperti orang-orang yang hadir. Sekarang malah terlihat seperti bikin malu diri sendiri.

"Eh anak Mama, cantik banget sih." Seorang wanita paruh baya berjalan ke arah Kania dengan wajah berseri-seri. Pipinya bersemu kemerahan dan bibirnya dipolesi lipstik merah merona, seakan menunjukkan bahwa mereka berasal dari keluarga terhormat. "Kok kamu nggak bilang sih kalau bawa temen?"

Kania menoleh ke arah Devan yang masih kebingungan dengan kondisi di hadapannya.

"Mana Kuni, Mah?" tanya Kania.

"Ada di belakang. Ikut nyiapin makan sama BB Bibik." Giliran Mama yang mengamati Devan. "Kamu nggak mau kenalin temen kamu ke Mama?" tanya Mama tersenyum lebar. Menerima dengan senang hati kehadiran Devan.

"Devan kenalin ini Mama."

Devan mengulurkan tangannya menjabat Mama. "Devan, Tante." Menganggukkan kepala malu-malu.

"Oh ini yang namanya Devan?"

Kania hanya mengangguk yakin kalau Mama sudah tahu semua mengenai berita mengenai hubungannya dengan Devan. Bukan hal yang sulit bagi Mama untuk menyelidiki Devan.

"Saya Mama-nya Kania, panggil saja Mama Ratih."

Devan nyengir mendengarnya.

Kania sudah lebih dulu meninggalkan Mama dan Devan dengan alasan mau membantu Kurnia. Membiarkan Devan melanjutkan perbincangan sama orang tuanya. Lagian dia juga tidak peduli.

Sampai 30 menit kemudian. Kania tidak pernah kembali lagi. Devan melihat gadisnya itu sedang ngobrol sama saudara-saudaranya yang lain, sibuk menata makanan di meja makan. Membuat Devan tidak pernah bisa berhenti untuk memperhatikannya. Sesekali mengambil momen di hadapannya dengan kamera ponsel. Sampai akhirnya dia dikejutkan oleh tepukan pelan di pundaknya. Membuat ia menoleh. Mendapati pria paruh baya memberikan senyum ke arahnya.

"Sendirian?" tanya Dhoni dengan senyuman yang sangat lebar. Devan ikut membalas senyum untuk sopan santun.

"Iya, Om."

"Saya ayah tirinya Kania." Mulai memperkenalkan diri. "Dhoni Mahendra. Menikah sama ibunya Kania waktu Kania umur 7 tahun."

"Devan Aprilio, Om."

Tidak ada jawaban setelah itu. Dhoni malah memperhatikan Kania sambil tersenyum. "Tadinya mau siap lebih awal. Tapi Kurnia bilang harus ada prosesnya biar seru. Kalau kamu lapar, saya juga sudah lapar."

Devan tertawa terbahak-bahak. "Keluarga Om seru ya. Udah banyak kelihatan akur semua." Memuji kekompakan keluarga Kania. "Saya nggak ada keluarga lain selain Bunda di kota ini. Kakek nenek saya bukan orang sini Om. Ada di Belanda."

"Oh kamu ada keturunan asing?" tanya Dhoni tertarik. Memang jika dilihat dari tubuh Devan yang tinggi besar, hidung mancung, mata keabu-abuan, jambang tipis yang memenuhi wajahnya, memang terlihat tidak seperti kebanyakan orang Indonesia pada umumnya. "Dari garis keturunan mana?" tanya Dhoni tersenyum manis.

By Your Side [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang