24. Boneka Jenglot

2.2K 85 3
                                    

@dvnhutto
Aku udah beli kado buat Kia
Menurut kamu ini bagus nggak?
Kia suka nggak ya kira2

@dvnhuttoAku udah beli kado buat KiaMenurut kamu ini bagus nggak?Kia suka nggak ya kira2

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Enggan menjawab, Kania hanya menyandarkan tubuhnya di punggung kursi. Setengah mendengus membaca pesan chat Devan yang tidak pernah ada habis mengganggunya. Memandang ke arah jendela gedung tempatnya duduk. Menatap hujan rintik-rintik yang mengguyur kota sejak dia pulang dari tempat proyek sampai saat ini. Awet dan sepertinya memang tidak ada tanda reda.

"Hampir gila nih gue," racau Dinda membuyarkan lamunan Kania. Membuat Kania memutar kursinya cepat. Memandang ke arah sahabatnya itu yang kini sudah memasang wajah super bete. "Klien-nya Bayu minta discount fee yang nggak masuk akal. Dioper ke gue lagi proyeknya. Sialan banget."

Kania kembali memutar kursinya. Permasalahan seperti itu memang sering terjadi. Beberapa klien selalu bertingkah seenaknya. Tetapi untuk Kania sendiri, dia lebih suka melepas proyek itu daripada memberikan discount fee yang berdampak pada kualitas bangunan yang dia buat. Sangat berbeda dengan Dinda yang memang suka ngotot ngelawan klien menjelaskan ini itu mengenai dampaknya discount fee yang berlebihan. Bagi Kania itu sangat membuang waktu.

"Lepasin aja lah. Nggak ada gunanya," guman Kania membuat Dinda menggeleng tidak setuju. Dinda sampai harus menjelaskan lagi kepada Kania kalau dia akan mendapatkan klien ini dengan harga yang sama seperti desain rancangannya.

Layar ponsel Kania kembali menyala. Menampilkan pesan notifikasi yang menggantung di layar ponsel. Satu chat terakhir terlihat. Chat yang tentu saja tidak terlalu penting buat Kania.

Tertulis, kamu lagi sibuk banget ya? Sorry kalau aku ganggu kamu.

"Eh Kani," panggil Dinda. Sambil menata berkas di mejanya. "Kapan gitu ya gue pernah lihat Mas Devan di depan ruangan dokter spesialis bedah jantung."

Kania spontan menoleh begitu terkejut dengan perkataan Dinda. Apa ini ada hubungannya sama bekas sayatan di dadanya? "Dimana?"

Ekspresi Dinda kemudian lebih serius. "Waktu gue cek kehamilan. Eh nggak sengaja gue liat."

Respon Kania benar-benar diluar dugaan. Menoleh ke arah Dinda dengan sangat serius. "Devan punya bekas jahitan di dada sebelah kiri," responnya. "Apa ini ada hubungannya?"

Dinda diam sebentar, terlihat berpikir. Kemudian menatap Kania sambil tersenyum manis. "Ielah, habis ngapain aja lo ama Mas Devan?" godanya. "Beneran lo udah di tahap itu? Nggak nyangka gue udah mainnya gitu ya Kani."

Kania berdecak. "Nggak ada yang aneh-aneh ya. Kebetulan waktu dia ada di tempat gue. Sempet lihat. Ya.... Waktu dia itu... Mau ganti baju. Ya gitulah. Pokoknya gue cuman lihat sekilas."

Dinda menunjuk muka Kania yang kini sudah memerah. "Muka lo merah banget. Aneh-aneh juga nggak papa kok."

Kania sama sekali tidak banyak merespon. Memilih untuk menghindari topik pembicaraan Dinda. Semakin mengelak akan semakin terbongkar. Dia hanya melihat ke arah jendela. Hujan yang semula rintik-rintik menjadi deras. Mengamati ribuan tetes air yang turun di kaca. Kania masih merasakan bekas jahitan Devan di tangannya. Benar-benar terasa jelas. Tidak mungkin semalam dia berhalusinasi.

By Your Side [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang