Maaf banget karena udah telat buat update.
Bukannya nggak mau update. Kerjaanku di dunia nyata cukup padat. Kesempatan buat nulis juga jadinya berkurang. Tapi aku janji kok sama kalian. Bakal ngusahain update cepet.
Aku sekarang lagi butuh support banget 😞
Makasih buat kalian yang udah nungguin update ... Salam sayang buat kalian semua. Semoga hari kalian baik-baik selalu.
🥺🥺🥺
****
"Gue udah nggak mau basa basi lagi ama lo."
Setidaknya kalimat itu terlontar dari mulut Citra begitu duduk di depan kania. Sontak membuat Kania menyipitkan mata. Cewek itu terang-terangan memberikan tatapan tidak suka kepada Kania.
"Jadi?"
"Lo udah ngasi apa sih ke Devan?" sentak Citra membuat beberapa orang menoleh ke arah mereka. "Harga diri lo udah lo lucuti?" tanya sinis Citra namun kali ini nada bicaranya sudah sedikit sangat pelan.
Mendengar itu sudah pasti Kania tersinggung. Itu seperti ada yang melempar kotoran ke mukanya. "Terus terang aja, mau lo apa?"
"Gue cuma mau tinggalin Devan sekarang juga. Dia butuh dibebaskan dari beban kayak lo."
Hubungan Kania dan Devan memang tidak seserius yang dipikirkan Citra. Dia tahu itu. Dan pada suatu hari nanti pasti akan berakhir. Tetapi apa yang Kania dengar dari Citra benar-benar membuat hatinya sakit. Citra memintanya untuk meninggalkan Devan. Mendengar itu semua dari mulut Citra rasanya sangat menyebalkan.
Dengan perasaan dongkol, Kania menghembuskan napas dalam-dalam. Mengalihkan pandangannya dari Citra. Sedikit umpatan keluar dari mulutnya.
Seandainya Citra bukan orang yang sangat dekat dengan Devan, sudah Kania pastikan, dia akan menjambak rambut Citra saat ini juga. Tidak peduli beberapa mata yang nantinya akan memperhatikan mereka.
Sambil tersenyum sinis Kania membayangkan semua itu. Bagaimana dia menjambak rambut Citra kemudian membuat semua orang panik. Sampai di anak bayang matanya, dia melihat Citra menyodorkan map amplop coklat. Saat mengangkat kepala, dia lihat wajah sedih Citra. Entah dibuat-buat atau tidak, itulah yang Kania tangkap.
"What?" tanya Kania sambil menarik map amplop di hadapannya.
Citra menghapus air mata di pipinya. "Kondisi kesehatan Devan sudah mulai memburuk."
"Dia selalu kelihatan baik-baik aja," balas Kania, dengan tatapan tajam.
Citra diam.
Hanya keheningan yang menyapa mereka. Di saat yang sama Kania tidak melewatkan kesempatan untuk membaca map amplop milik Devan. Citra ikut memperhatikan saat itu. Sementara Kania sama sekali tidak tahu maksud dari semua surat kesehatan yang diberikan Citra. Itu hanya salinan. Tapi beberapa surat menjadi sangat jelas, salah satunya surat rujukan untuk rumah sakit Singapura.
"Devan nggak mau pergi," gumam Citra. "Lo udah tahu banget maksud gue. Dia nggak mau pergi karena siapa? Karna lo!"
Kania tidak percaya mendengarnya.
"Biasanya dia percaya banget sama gue. Nurut aja kalau diminta ini itu. Sekarang, sejak lo hadir di kehidupan dia, semuanya berubah."
"Ya kenapa nggak datengin Devannya aja, kok malah gue yang salah?"
"Dia nggak bakal dengerin gue," jawab Citra dengan nada sedikit meninggi. "Kecuali kalau lo yang ngomong. Yang dia dengerin itu ya elo!"
"Gue nggak bisa paksa dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
By Your Side [End]
ChickLit21+ (Completed) Hidup tidak mudah untuk Kania. Kepercayaannya akan cinta dan komitmen hancur setelah kelakuan ayahnya di masa lalu. Hidupnya hancur bersama ingatan masa lalu yang terus menghantuinya. Menjadi rekaman film yang terus berputar tanpa en...