6. Plan B

3.3K 143 13
                                    

Seperti yang direncanakan kemarin, Devan menjalankan Plan B seperti yang dikatakan Satria. Tentu saja dengan sangat terpaksa. Hanya karena rencananya kemarin gagal.

Mengingat dirinya takut jika bertemu dengan Kania. Benar-benar sangat takut. Yang ada sekarang, dia malah berdiri dengan senyum canggung sambil membawa dua gelas ekspreso di tangannya. Devan juga merasa terpukau dengan penampilan sosok cewek di depannya.

Dengan rambut sepunggungnya, wajah Kania tidak terlalu kelihatan jika dilihat dari samping, posisi Devan sekarang.

"Hai," sapa Devan memberanikan diri. Kania sontak menoleh ke arah sumber suara. Menyipitkan mata untuk mengingat siapa sosok pria di sampingnya. Terlihat kebingungan sebelum akhirnya Devan mengulurkan segelas kopi ke arah Kania. "Boleh duduk di sini?" tanya Devan masih terdengar sangat gugup

"Boleh."

Kania membaca logo kafe, kemudian mengangguk.

"Kopi yang kemarin dari saya."

Kania memperhatikan Devan yang kini terlihat sangat gugup. Keringat muncul cukup deras di keningnya.

"Berapa?"

"Ha?" tanya Devan kebingungan.

Kania menggoyangkan paper cup. "Bill."

"Oh." Devan tertawa menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Yang ini gratis karna saya duduk di depan kamu sekarang."

"Oh okay."

Devan samar-samar menahan senyum.

Kania sama sekali tidak menolak permintaan Devan. Malah meneguk kopinya sambil terlihat seperti berpikir. Dan itu cukup membuat Devan sejenak tidak berkedip dibuatnya. Apalagi bibir itu juga terlihat sangat menikmati kopi buatannya.

"Itu saya yang bikin sendiri."

Kania membuka penutup gelas untuk melihat isinya. Entah apa yang dilakukannya. Itu cukup menarik perhatian Devan. Namun wajahnya masih tidak berpaling dari wajah Kania. Benar-benar kagum dengan apa yang dilakukan Kania.

"Ini lebih banyak?" tanya Kania penasaran.

"Iya?" terlihat kebingungan. "Em maakk maksudnya?"

Kania hanya menggeleng. Tidak berniat mempertegas perkataannya. Yang dilihat Devan semakin nervous. Dilanjutnya meneguk gelas kopi, sambil memperhatikan Devan tentu saja. Tidak lama kemudian pesanan Kania datang. Nasi campur ayam goreng.

"Nambah satu porsi ya, Buk."

Ibu-ibu kantin menganggukkan kepala buru-buru mencatat pesanan baru di kepalanya. "Nasinya pakai porsi normal atau ditambah lagi mbak?" Kania memberikan isyarat kepada Devan untuk langsung menjawab.

"Saya?" tanya Devan menunjuk dirinya sendiri.

"Iya kamu."

"Em, disamakan saja, Buk."

Ibu kantin bergegas meninggalkan mereka. Membuat Devan sedikit mengerjap bingung.

"Aku yang bayar."

"Oh okay." Suara Devan terdengar sangat gugup ketika menjawab. Bukan soal uang sebenarnya, ini soal Kania menerima kehadirannya. Bahkan mengajaknya makan siang. "Oh ya, Devan Aprilio Hutto." Devan mengulurkan tangan untuk memperkenalkan diri.

Yang dituju hanya diam saja. Sedikit memberikan senyum kemudian berkata, "Kania."

"Glad to meet you."

Kania hanya diam. Tidak berkata, selain mulai menyantap makanan di depannya dengan sangat anggun. Tipe cewek cantik menurut Devan. Merasa canggung, Devan mulai membuat dunianya sendiri dengan menghubungi Satria.

By Your Side [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang