HILAL HALAL

901 64 2
                                    

Seorang pria dengan jaket hoddie dan ransel melekat di punggung ikut berjubel di antara santri dalam masjid. Di pesantren tersebut memang sholat berjamaah setiap waktu, dan memberi kesempatan orang dari luar pesantren bisa ikut serta dengan bebas.

"Yah, memang kasian sekali. Siapa yang sangka begitu besar ujian Kiai kami, Mas." Seorang santri menutup penuturannya dengan raut yang meredup. Beruntung santri tersebut tidak mengenalinya setelah jambangnya dibiarkan tumbuh lebat di wajah tampan pria berdarah Jawa itu.

Puas ia mencari tahu tentang keluarga pesantren yang dirundung masalah besar. Sang Kiai, pimpinan pesantren yang sakit dan belum diperbolehkan pulang ditambah Ning mereka yang kecelakaan. Pasalnya gadis itu kabur, barangkali tak tahan sikap Abine yang banyak mengatur dibanding orang tuanya. Terakhir Ning mereka dikabarkan kabur dengan seorang pria, siapa yang tahu dia mati dibunuh oleh pria tersebut belum lagi sang kakak, Gus Thariq yang diisukan hilang setelah kabur dari tempatnya menimba ilmu di Yaman. Begitu lah opini yang tersebar seantero pesantren.

Ia mendengar dengan miris. Bersyukur langkah yang diambilnya adalah benar. Bersembunyi dan tidak mengatakan keberadaannya pada siapa pun, terutama abine. Jika saja hari itu ia tak berusaha kabur, mungkin nasibnya akan seperti yang direncanakan pada Salwa, dibunuh dan dikabarkan kecelakaan.

Pemuda yang ternyata adalah Rofiq -kakak Salwa- meraih tasnya dan bergegas cepat meninggalkan pesantren bersama jamaah lain sebelum benar-benar ada yang mengenalinya. Sampai kamar kost berukuran dua kali tiga, ia segera menghubungi Salwa.

[Ning, alamat menyusul, ya. Malam ini ba'da isya']

Pesan telah terkirim. Tidak menunggu balasan pemuda yang mengenakan t-shirt warna hitam bertuliskan lambang tauhid itu segera mematikan ponsel. Ia rebahkan tubuh. Mengumpulkan energi untuk banyak hal yang telah direncanakan.

***

Di tempat lain, Elvis yang telah menyelesaikan urusan administrasi dan jenazah anak buahnya, bergegas pulang. Semangat kembali terbakar, pengorbanan dan kematian gadis pengganti Salwa tak boleh tersiakan.

"Jadi bagaimana?" Elvis mengangkat dua alisnya menatap pada Salwa. Membuat gadis itu menunduk menghindari tatapan pria yang sudah membuat berdebar karena lamaran untuknya.

"Em, Bang Thariq mengajak bertemu malam ini."

"Oya? Di mana?"

Salwa menggeleng.

"Oya, bukankah seorang kakak laki-laki bisa menjadi wali nikah?" tanya Elvis tiba-tiba tanpa basa-basi. Wajah Salwa bersemu seketika.

"Em?? Aku-a-aku belum terpikir soal itu." Gadis yang duduk di sebelah mami Elvis itu tergagap.

"Jadi kalian benar akan menikah?" tanya Mami Elvis terkejut. Ia pikir El anaknya hanya bergurau akan menikahi Salwa.

"Iya, Mi. Ini jalan satu-satunya karena gadis di sebelah mami terlalu kolot." Pria bermata kebiruan itu melimpahkan alasan pada Salwa, membuatnya yang sempat tersipu melotot seketika ke arahnya.

Salwa lalu sadar. Kenapa dia malu-malu? Apa sudah benar-benar jatuh cinta pada Elvis? Jelas-jelas alasan mereka menikah bukan untuk menyatukan cinta, tapi demi melanjutkan misi yang banyak terbengkalai lantaran mereka harus terus berdua. Buat Elvis mungkin bukan masalah tapi bagi Salwa, ini sangat mengganggu keyakinannya. Tidak mungkin putri Kiai yang sejak kecil terikat syariat kuat-kuat melanggarnta sendiri.

"Em. Ya. Maafkan aku kalau begitu, Tuan." Salwa mengucap lemah.

Mami Elvis mendesah. Ia tak tahu harus berbuat apa? Tidak mungkin mencegah pernikahan mereka sedang itu jalan satu-satunya agar semua berjalan dengan mudah.

Salwa, Gadis tanpa KegagalanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang