Part 1

20.5K 300 11
                                    

#SALWA
#Ning_Di_Sarang_Mafia

Pesantren putri gaduh. Pukul delapan malam di mana seharusnya semua santriwati belajar dengan tenang menyimak guru membaca kitab, kini penuh dengan suara teriakan memanggil nama seseorang. Pasalnya putri Kiyai Rozak menghilang.

"Ning Salwa!" Seruan menggema.

Bukan hanya seluruh mbak-mbak abdi ndalem, ustazah yang mengajar pun terpaksa meninggalkan kelas --dengan memberi tugas santriwati agar mereka tenang-- untuk turut mencari keberadaan Salwa, anak bungsu kyai.

Salwa sudah berada di luar gerbang putri dengan mengendap-endap. Ia sengaja menggunakan pakaian hitam agar tidak mencolok pandangan di gelapnya malam.

"Kenapa mereka masih memanggilku, Ning. Mbak Nayya pasti belum selesai menatar mbak-mbak itu." Salwa mengomel sambil berjalan tergesa-gesa.

Gadis berusia 18 tahun itu sudah membulatkan tekad meninggalkan pesantren.  Mengumpulkan seluruh keberanian menerima resiko dari pilihannya. Masalah ini harus selesai.

"Aku bukan kabur Paklek, tapi menghindar sementara sebelum semua Paklek hancurkan," gumam Salwa menguatkan azzamnya.

Ibunya telah meninggal lama, sekarang sang ayah yang merupakan pria panutan tengah terbaring di rumah sakit, sedang sang kakak yang tengah di Yaman belum bisa dihubungi. Negara itu sedang konflik, yang Salwa takutkan Rofiq ikut menjadi korban.

"Abi ... Salwa minta maaf." Gadis itu mendesah panjang sebelum akhirnya meninggalkan halaman pesantren. Ia seka air mata yang tetap jatuh meski ditahan sekuat tenaga.

***
Salwa terus berjalan, melawati tempat-tempat ramai. Pertokoan, bangunan tinggi sampai pusat perbelanjaan terbesar.
Langkah gadis yang mengenakan gamis lebar dengan jaket hitam dan ransel yang melekat dipunggungnya itu telah memasuki stasiun yang berada radius 500 meter dari departemen store.

Satu persatu bus Salwa datangi untuk menanyakan keberangkatan. Ia mencari jadwal paling awal, sebelum pihak pesantren menemukannya.

Saat langkahnya meninggalkan bus ketiga, lima orang pria dengan pakaian tak wajar tiba-tiba mengepungnya.
"Cari bantuan, Dek." Salah seorang pria bertato  menjawil dagunya, tapi dengan cepat gadis itu menepis dan berjalan mundur.

Empat pria lain tertawa melihat reaksi Salwa yang garang. Tangan gadis itu mengepal, meski hatinya merasa takut sedikitpun ia tidak menunjukkan kelemahannya.

"Ish, doi jual mahal Bray. Hahaha." Dua lelaki berjalan mendekat pada Salwa.

Gadis itu sangat memahami situasi di depannya. Diam atau pun melawan tak ada gunanya. Maka setelah dirasa posisi preman itu bisa dijangkau, Salwa mengayunkan kaki menendang bagian vital pria yang tepat di depannya hingga terdengar suara teriakan karena kesakitan.

"Met, lo gak papa?" tanya rekan-rekan preman seketika. Hal itu dimanfaatkan Salwa untuk berlari dari mereka.

"Guoblok! Cewek itu lari Dongo! KEJAR!!" Ia berteriak sambil meringis menahan sakit. Mendengar itu mereka sadar mangsa telah kabur dan berusaha mengejar.

Salwa terus berlari. Meski ia bisa bela diri, rasanya tidak mungkin menang jika kroyokan seperti tadi. Beda saat duel, ia pastikan dirinya bisa mengalahkan siapapun, bahkan jika harus berhadapan dengan seorang sumo. 

"Woi! Berhenti!" Suara pria-pria itu mengejar dari kejauhan.

Sampai di sebuah lorong seseorang menarik lengannya. Salwa terkejut. Ia ingin berteriak menanyakan siapa pria itu. Namun, sang pria yang terlihat misterius dan aneh itu cepat meletakkan jemarinya di mulut.

"Stt. Tenanglah!"

"Yah," jawab Salwa dengan nafas terengah-engah. Ia memilih diam sampai preman-preman itu pergi dan tetap siaga dengan posisi akan memasang kuda-kuda jika ternyata pria yang menariknya juga berniat jahat.

Lima pria sudah tidak lagi terlihat. Salwa menoleh memperhatikan pria yang tampak seumuran dengan Rofiq -kakaknya- dengan tangan terkepal.

"Ada apa?" Pria tampan dengan satu telinga ditindik itu mengerti arti tatapan dan sikap Salwa.

Tidak menjawab, Salwa terus menatap dengan curiga. Sekarang ia siap untuk duel.

"Hemh. Kamu tenang saja, Nona. Aku tidak melukai perempuan. Lagi pula gadis dengan pakaian seperti kamu bukan tipeku." Pria bernama Elvis itu tersenyum miring.

Salwa tak percaya. Tepatnya memang ia tak boleh percaya pada lelaki di dunia ini. Terlebih  laki-laki di hadapannya itu memakai celana levis, kaos dengan jaket dan kalung rantai. Sangat kontras dengan topi hitam dan telinganya yang ditindik. Belum lagi ada tato kelajengking di lehernya. Tampan tapi menakutkan.

"Oh, baiklah. Terima kasih." Salwa mundur perlahan dan berniat pergi. Tak ingin terlibat apa pun dengan Elvis.

"Pergilah. Preman itu tidak akan segan melukaimu saat tertangkap nanti. Mereka ada di seluruh penjuru terminal ini. Setelah tertangkap bukan hanya diperkosa ramai-ramai, kamu juga akan mereka bunuh." Elvis bicara meyakinkan.

Langkah Salwa sontak terhenti karena itu. Ia berpikir sejenak, ada rasa takut bergejolak di hatinya.  "Ta-tapi dari mana kamu tau?"

"Mereka anak buahku."

"Apa?!" Mata gadis itu membulat sempurna. 'Tamat sudah riwayatku.'

Elvis tersenyum sinis melihat mimik Salwa yang terkejut ketakutan.

Next?

Part 2

https://m.facebook.com/groups/805799276260950?view=permalink&id=1505296036311267

Salwa, Gadis tanpa KegagalanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang