"Kamu belum menjawab pertanyaanku." Rofiq menoleh sebentar pada orang yang duduk mengemudi di sampingnya.
Lalu melihat pada Salwa yang duduk di kursi belakang. Rofiw mendesah. Lalu mengeluh pelan sambil geleng-geleng.
"Kalian pasti telah banyak melewati waktu berduaan begini."
Salwa tersenyum tipis. Yang dikata sang kakak benar. Mereka telah melalui banyak hal bersama. Keadaan seolah memaksa mereka untuk terus bersama-sama. Padahal status mereka bukan siapa-siapa, yang dibolehkan untuk terus-terusan berkhalwat.
"Benar, Bang. Itu alasan kami ingin mengikatnya dengan ikatan halal." Salwa mengucap dengan tenang. Tak ingin terdengar oleh Elvis sebagai sebuah hal yang diingini.
"Hem. Dia benar." Elvis menyahut. "Jujur saya risih setiap kali dia mengatakan. 'Jangan dekat-dekat! Jangan ini! Jangan itu!' Huft! Dia pikir saya ini pria cabul. Anggapan itu menjatuhkan harga diri saya."
"Hisss." Salwa mendesis kesal karena jawaban Elvis. Pria itu paling bisa bicara asal.
"Hemh. Ya. Aku suka cara bicaramu kali ini." Rofiq manggut-manggut sebentar.
Elvis nyengir mendengarnya. "Saya anggap itu sebuah pujian Abang Ipar."
"Aku bersedia jadi wali nikah kalian, asalkan kamu bisa memenuhinya," sambungnya lagi.
Ucapan itu sontak menarik perhatian Salwa dan Elvis lebih dalam. Mereka kini memperhatikan dengan serius dari sebelumnya. Syarat apa gerangan yang akan Rofiq ajukan? Lalu apa tujuan adanya syarat tersebut? Mempersulitkah atau justru untuk melindungi Salwa sebagai adiknya.
"Syarat?" Dahi Elvis berkerut. Ia mulai berpikir keras. Apa yang direncanakan Rofiq? Apa sebenarnya dia tak merestui hubungan Elvis dan Salwa. Dan syarat itu hanya untuk menjegalnya.
"Apa karena saya anak mafia, jadi Bang Rofiq ini memberi syarat?" tanya Elvis dengan nada lemah. Jujur saja ada perasaan bahwa dia tak pantas mendampingi Salwa. Gadis sholehah yang selama ini dijaga keluarganya seperti berlian.
Rofiq tersenyum. Dia suka pemuda di sampingnya tanggap terhadap ucapannya. Dari syarat itulah, ia bisa melindungi Salwa. Apakah nanti pernikahan itu bisa berjalan lama? Sementara dia melihat sendiri bagaimana penampilan Elvis dan pengakuannya sebagai anak seorang mafia.
"Jangan menyentuh Salwa sebelum istiqomah sholat jamaah di masjid." Rofiq memulai pernyataannya.
"Hah? Sholat jamaah?" Elvis terhenyak. Jangankan jamaah, sholat sendiri pun dia belum hafal bacaannya.
"Ya." Rofiq membenarkan.
Sementara Salwa diam menyimak. Sambil berdoa dalam hati, semoga Elvis bisa memenuhi persyaratan itu. 'Ah. Kenapa aku berdoa untuk ini? Apa aku berharap dia bisa bebas menyentuhku?' Salwa menggeleng. Menepis pikiran iya-iya di kepalanya.
"Sebentar." Salwa ikut menyahut kala sesuatu terlintas di pikirannya.
"Ya?" Rofiq menoleh ke belakang. "Apa kamu keberatan untuk syarat itu, Dik?"
"Eum, bukan begitu, Bang. Tapi ... em, Salwa hanya penasaran. Maksud 'menyentuh' di sini?"
Rofiq menarik dua sudut bibirnya membentuk sebuah lengkungan. Begitu pun Elvis menahan tawa. Salwa pasti memiliki pikiran mesum untuk ini. Hanya saja kali ini Elvis tak berani mengejek seperti biasanya karena ada Abang Salwa di antara mereka. Padahal dia paling suka menggoda gadis itu, sampai terlihat kesal dan menggemaskan.
Ah, entah apa alasannya? Mungkin karena dengan begitu, ia merasa mendapat perhatian lebih dari Salwa. Tanpa ia sadari, bahwa reaksi Salwa menjadi sumber energinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Salwa, Gadis tanpa Kegagalan
Teen Fiction21+ Yang puasa boleh diskip. 😂 Setelah semakin melotot kaget karena ada yang menempelinya, Salwa mendorong kuat tubuh di depannya tapi gagal. Mundur pun tak bisa karena posisinya yang sudah mentok ke dinding beton pagar, hingga akhirnya memilih pas...