Pasca kedatangan pemuda berwajah blesteran tadi sore, malam ini Abine nampak gelisah. Berkali-kali dia bangun dari tidurnya lalu duduk di kursi dekat jendela. Tak lama dia kembali tidur terlentang di samping istrinya yang sudah terlelap.
Dia teringat ucapan pemuda itu tentang ayahnya yang merupakan orang kepercayaan dalam hal melancarkan aksinya.
Dia tahu siapa Bramanta, hanya sebatas orang yang bisa dia andalkan untuk berbuat sesuai perintahnya. Tapi ucapan Elvis tadi sore telah membuka hatinya tentang satu hal, bahwa orang jahat seperti Bramanta bisa tiba-tiba berubah menjadi berbahaya.
Karena sajatinya tidak ada persekongkolan yang murni karena solidaritas antar orang-orang jahat. Yang ada mereka hanya akan bergerak berdasarkan kepentingan dan kebutuhan semata.
Abine kembali duduk dan mengusap wajahnya. Rupanya aksinya yang berkali-kali bangun dan tidur telah mengganggu nyenyak tidur sang istri.
"Abine, apakah ada yang mengganggu pikiranmu?" tanya umine seraya ikut duduk di atas pembaringannya.
"Tidak ada."
"Lalu kenapa, kelihatannya seperti gelisah."
"Abi hanya kepikiran pesantren ini, Umi. Kiai dan anak-anaknya belum ada kabarnya sampai saat ini. Bagaimana suamimu ini akan bisa tidur dengan nyenyak."
"Mereka pasti baik-baik saja. Kita hanya bisa berdo'a untuk keselamatan mereka." Umine memegang tangan Abine lalu mengusapnya perlahan sebagai bentuk perhatiannya kepada suami yang sedang dilanda kegelisahan.
Abine tersenyum melihat sikap istrinya tersebut. Selama puluhan tahun mereka bersama sebagai suami istri, dia tidak pernah sekalipun mengecewakan hati suaminya.
"Tidurlah! Ini sudah larut sekali."
Abine kemudian berbaring lagi di sisi istrinya yang sudah terlebih dahulu melakukannya. Dia berusaha menepis pikiran-pikiran negatif yang terus melintas dalam otaknya.
***
Siang ini kediaman Abine nampak kedatangan tamu yang tidak asing lagi. Mereka sering kali mengadakan pertemuan di rumah Abine secara diam-diam maupun terang-terangan.
Kedua nampak sudah akrab layaknya teman lama. Ya, mereka memang teman sejak lama. Meski berbeda latar belakang tapi kadang mempunyai kepentingan yang sama.
Bramanta.
Lelaki yang bisa dibilang sudah tidak muda lagi, duduk dengan tenang dihadapan Abine yang sejak tadi nampak gelisah. Bagaimana tidak, lelaki yang semalam membuat tidurnya gelisah hingga dia tahu panjangnya malam kini duduk di hadapannya dengan tenang.
Abine teringat ucapan Elvis bahwa pria ini bisa tiba-tiba menjadi sangat berbahaya. Salah sedikit saja berinteraksi dengannya maka bukan tidak mungkin dia akan menjadi umpan untuk anjing piaraannya.
Abine membayangkan dia berada di suatu ruangan yang tertutup dan berada bersama anjing-anjing piaraan Bramanta yang kelaparan. Lalu seketika tubuhnya akan menjadi rebutan binatang buas itu.
Tak sadar tubuhnya bergidik halus membayangkannya. Namun tiba-tiba dia sadar lelaki di depannya tengah memperhatikannya.
"Ada apa kiai? Sepertinya anda memikirkan sesuatu?" tanya Bramanta serius.
"Ah, tidak Tuan, saya hanya kaget saja tiba-tiba Tuan datang ke sini tanpa memberi kabar."
"Sebenarnya tidak ada niat untuk datang kemari tapi tiba-tiba saya teringat sesuatu dan kebetulan sedang lewat di daerah sini," jawab ketua mafia itu seraya tersenyum lebar.
Abine yang masih sangat terpengaruh oleh ucapan Elvis merasa kalau kepentingan yang tiba-tiba itu ada kaitannya dengan dirinya. Hatinya makin menciut dan membuat matanya bergerak liar menandakan dia sedang gelisah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Salwa, Gadis tanpa Kegagalan
Roman pour Adolescents21+ Yang puasa boleh diskip. 😂 Setelah semakin melotot kaget karena ada yang menempelinya, Salwa mendorong kuat tubuh di depannya tapi gagal. Mundur pun tak bisa karena posisinya yang sudah mentok ke dinding beton pagar, hingga akhirnya memilih pas...