AIR MATA CINTA

559 52 1
                                    

Salwa menghela napas. Merasa dipermainkan oleh sesuatu yang bernama 'cinta.' Dia yang sejak awal mati-matian menjaga jarak, menjaga hati agar tak jatuh cinta pada Elvis.

Namun, justru pada akhirnya tanpa ia sadari tumbuh benih cinta. Dan ketika sadar ... cinta itu sudah membesar, bersemi dalam hatinya, membuat dadanya sesak setiap kali ingat Elvis. Ia memiliki kerinduan dan kekecewaan sekaligus, yang tak bisa diucap pada siapa pun kecuali pada Rabbnya.

Ia harus melepasnya bahkan ketika belum sempat menggapainya. Elvis, kini hanyalah seorang pria yang menjadi angan di hatinya. Entah, apa ini dosa?

"Ya Rabb? Apa aku salah mencintai Elvis?" gumamnya.

"Nduk. Salwa." Suara berat seorang pria terdengar.

Kiai baru keluar dari kamar dan menyapa gadis itu.

Salwa yang terhenyak, sontak membalik tubuhnya. Sembari memegangi mulutnya. Takut, apa abahnya mendengar semua ucapannya tadi?

"Abi." Senyumnya mengembang melihat pria paruh baya yang menjadi belahan jiwanya selama ini. Seorang pria yang berperan sebagai ayah dan ibu sekaligus.

Namun, siapa yang tahu bahwa senyum di bibir Salwa adalah sebuah lengkung yang dipaksakan. Lantaran tak ingin melihat orang-orang yang dicintainya sedih, kala tahu isi hatinya nanti.

"Kamu sedang apa?" Kiai Rozak melongok ke belakang Salwa. Memperhatikan lebih detail apa yang dibuat Salwa sampai terlihat sibuk begitu.

"Ah, ini ... tadi niatnya mau bikin wedang uwuh, kesukaan Abi. Biar badan Abah anget. Di sini kan dingin. Ndak seperti di pesantren." Salwa menuju dua rimpang jahe yang kebetulan tumbuh di sekitar pekarangan.

Ada bagusnya saran Elvis, mereka tinggal di pedesaan yang hijau herbal ditemui dengan mudah, pindah dari kost sempit yang disewa Rofiq sebelumnya. Lagi pula penghuni bertambah dua orang. Akan sangat sesak memaksa tinggal di kost sempit. Elvis pandai memilih, ia juga pandai membaca situasi di depannya.

Salwa menggeleng, kala ingat nama Elvis juga kebaikan-kebaikannya.

'Kenapa juga aku harus terus ingat dia?

Wahai, Sang Penggenggam hati .... mohon jangan buat hamba bingung,' pintanya dalam hati.

"Hem? Kamu sedang memikirkan sesuatu?" tanya Kiai mengerutkan kening ke arah Salwa.

"Hah?" Mata Salwa melebar. Merasa kepergok oleh Abinya. Ia pun mempertanyakan pada dirinya sendiri apakah sikapnya terlalu kentara sampai sang abi bisa tahu apa yang sedang dipikirkan?

Salwa menggeleng.

"Lalu ini?" tanya Kiai Rozak mendekat dan mengangkat gelas yang berisi kulit jahe.

Mata Salwa melebar terkejut, melihat hasil kerjanya sendiri. Bagaimana bisa dia meletakkan kulit jahe ke dalam gelas, sementara jahe yang sudah dikupas, diletakkan di dalam plastik yang nantinya akan dibuang?

Seketika Salwa merasa malu. Dia terlalu ceroboh.

"Hem, benar, kalau hati itu gak bisa bohong meski mulut kamu berkata tidak." Kiai Rozak mempertegas kalimatnya.

"Ehm. Maaf, Bi." Salwa mengucap pelan sambil menukar tempat jahe dan kulit ke tempat semestinya di mana dua benda itu berada.

"Katakan ...." Kiai menyilang tangan di dada.

"Ya, Bi?" sahut Salwa sembari tetap sibuk. Ia sangat malu.

"Apa yang membuatmu yakin, bahwa Abi pada akhirnya akan menyetujui pemuda bertatto itu menjadi suami kamu. Sampai kamu punya keberanian untuk mencintainya?" Kiai yang sudah tahu, bahwa Salwa mencintai Elvis, benar-benar penasaran.

Salwa, Gadis tanpa KegagalanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang