SEMANIS HIDAYAH

584 52 1
                                    

Salwa mengangguk. "Ya, Abi sudah merestui hubungan kami." Kali ini Salwa mengucap dengan mata berkaca-kaca.

Dari sini Kiai sadar, bahwa Salwa memiliki perasaan yang dalam pada Elvis. Melihat Salwa menangis, pria itu mendekat dan memeluk puterinya. Sesuatu yang biasa dilakukan uminya saat Salwa menangis. Namun, kali ini kiai Rozak telah merangkap jadi ibu sekaligus untuk Salwa dan Rofiq.

"Maafkan Abi, Nduk. Maaf." Diusap kepala gadis yang berbalut khimar itu.

"Abi akan mempertimbangkan lagi. Abi akan melihat dari dua sudut, bukan hanya sisi Abi. Tapi juga kamu." Kiai berusaha menenangkan puterinya.

Salwa mengusap cepat air matanya. Lalu menarik tubuhnya. "Salwa gak papa, Bi. Abi jangan minta maaf. Abi gak salah."

Gadis itu mulai kebingungan. Ia tak menyangka akan menghancurkan keputusan besar sang abi hanya demi cintanya, yang mungkin tak berbalas. Selama ini ia mati-matian merindukan Elvis. Tapi tak tahu apa yang sebenarnya Elvis rasa?

Bahkan sudah berhari-hari pria itu tak muncul di rumahnya.

"Salwa lega bisa mengatakan ke Abi kalau Salwa mencintai Tuan El." Gadis itu tersenyum.

"Tadinya Salwa sangat takut perasaan ini akan melukai Abi."

"Ya. Katakan semua perasaanmu, Nduk. Abi sudah janji akan menggantikan peran Umi untuk mendengar curahan hatimu sebagai sahabat."

"Terimakasih, Bi." Kini Salwa jauh lebih tenang dari sebelumnya. Dalam sekejap emosi yang tadi membuncah berubah jadi rasa malu. Yah, Salwa sangat malu pada abinya.

"Hem. Jadi ... Abi sudah merestui kalian, ya." Pria itu tersenyum menggoda. Ucapan itu seketika membuat Salwa bersemu malu.

"Abi ...." Salwa menyahut dengan malu-malu.

"Ya, sudah selesaikan. Banyakin ya, untuk ... empat porsi." Kiai request.

Dia tadinya melihat mobil terparkir di pinggir jalan tak jauh dari rumahnya. Pria itu meyakini bahwa itu mobil milik Elvis. Kiai itu perlu bicara, dan mengetahui bahwa anak mafia itu juga menyukai Salwa.

Jangan sampai setelah merestui Salwa dan memberinya harapan besar, ternyata Elvis tak mencintainya.

"Siap, Abi." Salwa menyahut. Ia merasa sesaknya menyimpan perasaan sendiri sudah melonggar. Dadanya terasa lebih plong dari sebelumnya. Setidaknya ia tak perlu berpura-pura di dalam abi dan abangnya, Rofiq.

***

Sepulang dari Mushola, Rofiq berjalan bersisian dengan Elvis. Keduanya tampak akrab berbincang. Namun, tak seperti sebelumnya yang merasa kesal, merasa anak mafia itu mendapat dukungan penuh Gus Rofiq. Dan karena ia mendapat lampu hijau untuk mengkhitbah Salwa. Ia terus senyum-senyum sendiri.

Restu Kiai sudah, kini restu Rofiq. Benar juga apa yang kakak Salwa itu katakan, kenapa juga tak sedari awal ia mengkhitbah Salwa.

Sementara Elvis juga senang bisa berbincang hangat dengan Rofiq. Kali ini ia mendapat pujian bertubi-tubi. Ia sampai tak enak sendiri. Bukankah amal yang ditujukan untuk sanjungan manusia tak bernilai apa-apa? Seseorang hanya mendapat lelahnya saja.

"Siapa sangka setelah rencana pernikahan putus tengah jalan, kamu masih mau sholat. Jamaah pula. Ah, astagfirullah ... aku sudah suuzdon. Orang memang tak boleh dinilai dari penampilan." Rofiq terang-terangan mengucap sesal dan rasa bersalah, serta pujian sekaligus untuk tuan muda yang berdiri di sampingnya.

"Insyaallah akan saya azzamkan, Bang. Anggap saja apa yang saya rasakan ke Salwa adalah em ... apa ya namanya, semacam berkah. Berkah yang mengantar saya pada hidayah. Selama ini KTP saya Islam, tapi aslinya atheis karena tak percaya keberadaan Tuhan." Elvis mengucap dengan nada lemah.

Salwa, Gadis tanpa KegagalanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang