Salwa kembali terkejut, kali ini Elvis begitu serius bicara. Berbeda dengan sebelumnya kalimat ajakan menikah seperti hanya sebuah candaan. Ini bukan sekadar tentang malu karena seseorang menyatakannya langsung tapi juga tentang harga dirinya, dengan gampangnya diajak menikah.
"Apa pernikahan hanya sebatas itu di matamu, Tuan?" Pelan pertanyaan itu keluar dari mulut mungil Salwa. Baginya pernikahan itu sakral, sebuah akad yang menjadikan dua pasang manusia terikat dengan kasih sayang yang Allah halalkan.
"Maksdunya? Apa aku terlihat akan mempermainkanmu, Nona?" Elvis justru tak terima, jika niat baiknya menolong Salwa dianggap main-main dan merendahkan gadis itu.
Salwa membuang pandangan ke luar jendela. Ia merasa terhimpit. Kenapa setiap keadaan menyulitkan baginya? Perempuan bermata bening itu seolah dipaksa untuk terikat dengan Elvis. Namun, bukan kah tanpa sadar sebenarnya dia sendiri merasa ada getar-getar aneh setiap kali bersama pria itu hingga emosi mereka memang terikat? Ah, entah lah.
"Pikirkan saja, tapi jangan terlalu lama. Aku serius ingin membantu. Bukan kah seharusnya, sebagai anak kiai kamu bisa menilai seseorang terlepas dari bagaimana penampilannya?" tandas Elvis pelan.
Tidak ada jawaban dari Salwa, ia terus menatap jalanan di luar yang benda-benda di dekatnya seperti tengah berkejaran. Sedang Elvis beberapa kali mencuri pandang ke arahnya lewat kaca spion. Ia melihat bagaimana Salwa menghela napas, hingga berpikir seburuk itu kah dirinya di mata Salwa.
'Aku bisa buktikan, bahwa niatku tulus. Aku bahkan bisa buktikan menjadi pria lebih baik dari santri yang kamu kagumi itu.'
Elvis menggelengkan kepala menepis apa yang ia pikirkan. Batinnya bertanya-tanya kenapa tiba-tiba dia bisa sesemangat sekarang? Mungkin kah ... cinta telah merayap ke hatinya? Tanpa sadar bibir merah Elvis tersenyum karena itu.
Mobil terus melaju, membelah jalanan kota dengan hening tanpa suara dari dua pengendaranya. Waktu terjeda. Keduanya larut dalam pikiran mereka masing-masing. Bahkan saat ponsel Salwa bergetar, sang pemilik tidak menyadarinya.
Sampai di rumah sakit Elvis dan Salwa buru-buru ke luar mobil. Sejenak mereka lupakan apa yang terjadi di jalan tadi. Ada yang lebih penting untuk diurus, nyawa Andrea. Gadis bar yang tempo hari menggantikan Salwa masuk markas Bramanta. Rupanya bukan hanya paksaan tanda tangan dan memberikan sidik jarinya, gadis itu juga mengalami siksaan fisik.
Masuk ke sebuah kamar yang anak buahnya kabarkan, Elvis dibuat geram. Tangannya mengepal, melihat keadaan Andrea yang dipenuhi lebam wajah. Bahkan kepala gadis itu terpaksa diperban karena ada beberapa luka jahit yang ia dapat. Begitu pun Salwa, ia sampai menggigit bibirnya menahan ngilu melihat kondisi Andrea yang terbujur kaku tak sadarkan diri di atas dipan. Mata gadis memanas hingga dipenuhi kaca-kaca.
Ada sesal di hatinya melihat orang lain begitu menderita karenanya. Bagaimana jika Andrea mati?
Namun, jika rencana yang Elvis buat menunjuk gadis itu menggantikannya, Salwa tak tahu apa yang akan terjadi dengan pesantren? Meski begitu, ia berjanji dalam hatinya tidak akan lagi meminta gadis lain menggantikannya atau terlibat dalam masalah ini.
"Ya Rabb," lirihnya bimbang.
"Apa kata dokter?" Elvis menoleh pada anak buahnya.
"Andrea koma karena ada bagian kepala yang terbentur dan merusak sebagian saraf otaknya," jawab pria yang ditanya.
"Allah....!" Salwa menyeru histeris. Tak lama pundaknya berguncang karena tangisnya pecah, sekuat apa pun ia menahan.
Saat anak buahnya hendak mendekat pada Salwa, Elvis mengangkat tangan. Memberi kode agar berhenti dan membiarkan Salwa. Elvis membiarkan gadis itu menangis, barang kali beban di hatinya bisa berkurang.
***
Langkah lebar Elvis diikuti Salwa di belakangnya. Mereka melewati lorong-lorong rumah sakit yang ramai dengan kebisuan. Sampai di dekat pintu parkiran, Elvis sengaja memelankan langkah mensetarakannya dengan Salwa.
"Berhenti lah menyalahkan dirimu sendiri. Ini bukan salahmu, tapi salah Paklekmu yang BAJINGAN itu, juga papiku." Elvis tak mau gadis yang bersamanya larut dalam perasaan bersalah lalu lemah karenanya.
Salwa tidak menimpali, hingga langkahnya berhenti. Seketika Elvis pun berhenti karenanya. Sepertinya Salwa menginginkan sesuatu.
"Ada apa?" tanya Elvis setelah membalikkan badan menghadap gadis itu.
Salwa menunduk. Ia pandangi flat shoes yang dikenakan untuk menghindari tatapan Elvis. Ia bahkan memejamkan mata, menahan malu dan segala rasa yang entah ....
"Sebaiknya kita menikah saja, Tuan. Itu adalah jalan terbaik untuk sekarang.""Apa?! Apa aku tak salah dengar?"
"Tidak Tuan. Ayo kita menikah!" ucap Salwa lebih keras tanpa membuka matanya. Selesai dengan itu ia berlari ke arah mobil karena malu yang teramat sangat.
Elvis menyunggingkan senyum. Lucu melihat gadis itu.
"Ada apa dengannya? Apa dia salah tingkah karena malu padaku? Hemh." Sebuah senyuman terulas di wajah tampan Elvis.___
Perjalanan kembali sunyi, untuk memecah kebekuan yang canggung, Elvis sengaja memutar murottal yang dibeli di Mall semalam. Ia yang malam itu kebetulan berjaga, mengawasi seorang pejabat yang tengah melakukan kampanye untuk pemilu selanjutnya. Merasa bosan dengan orasi yang kebanyakan isinya hanya janji-janji, pria itu berjalan ke arah toko dan menemukan kaset-kaset Quran.
Semua itu mengingatkannya pada Salwa, pria itu tak sengaja mendengar lantunan merdu alquran dari kamar gadis yang tinggal di apartemen sang kakak. Elvis pernah mendengar, tapi belum sefokus sekarang yang membuat kedamaian merayap di hatinya.
Mata Salwa yang tengah memandangi jalanan melebar, ia melirik sekilas pada Elvis. Tak lama sudut bibirnya naik membuat lengkung indah di sana, rupanya Elvis bisa juga menciptakan suasana hangat dengan lantunan Quran di antara mereka.
"Em, Nona. Kalau saja aku bisa, aku lah yang akan membacakan Alquran ini untukmu." Elvis mengucap sambil tetap menyetir, ia juga tak melihat spion di mana bisa melihat wajah Salwa dari sana. Gadis itu mendongak, pipinya kembali menghangat, bibirnya kelu tuk sekadar mengucap sesuatu.
"Allah sepertinya sudah mengatur pertemuan kita sedemikian rupa. Setelah halal nanti, meski bukan pernikahan pada umumnya, aku bisa belajar Islam darimu," sambungnya lagi diikuti dengan senyuman. Belum terbayangkan sebelumnya, Elvis berkesempatan dekat dengan orang yang mengerti agama, sangat mengerti malah karena Salwa anak seorang kiai besar.
Dari samping pria blesteran itu kini tiba-tiba tampak sangat tampan. 'Astagfirullah' Salwa membatin istigfar sembari mengalihkan pandang.
Pikiran Salwa hanyut karena ucapan Elvis, tapi rasa malu membuat urung untuk menimpali semua ucapannya. Hingga ia teringat sesuatu dan terkejut karenanya.
"Sebentar ...!" ucapnya seperti sangat terkejut."Ada apa? Apa ada masalah?"
"Tentang rencana pernikahan, siapa yang akan menjadi waliku?!" Salwa bertanya dengan mata membulat. Bagaimana bisa ia tak memikirkan itu sejak awal.
Abi? Tidak mungkin, kecuali jika ingin semua rencananya gagal.
Paklek? Apalagi pria jahat itu! Mengatakan keberdaannya saja sama dengan bunuh diri.
Lalu ... siapa?
BERSAMBUNG
Hayo, gagal deh kalo gak nemu wali. 😂
Kira2 siapa yang bisa jadi wali Salwa?
KAMU SEDANG MEMBACA
Salwa, Gadis tanpa Kegagalan
Teen Fiction21+ Yang puasa boleh diskip. 😂 Setelah semakin melotot kaget karena ada yang menempelinya, Salwa mendorong kuat tubuh di depannya tapi gagal. Mundur pun tak bisa karena posisinya yang sudah mentok ke dinding beton pagar, hingga akhirnya memilih pas...