KECONDONGAN HATI SALWA

673 48 1
                                    

"Sebaiknya kita cepat pergi dari sini, Gus. Khawatir menimbulkan kecurigaan." Ayash berbisik kepada Rofiq sambil melihat sekeliling mesjid yang sudah lengang.

"Baiklah, kami permisi dulu. Tetap awasi keadaan pesantren karena lain waktu kami akan datang lagi ke sini."

"Baik kang."

Keduanya lalu melangkah diam-diam dan berusaha untuk bersikap natural untuk menghindari kecurigaan.

Namun di luar dugaan mereka, seorang santri tiba-tiba berteriak.

"Kang Ayash!"

Ayash yang merasa namanya dipanggil sontak berhenti, dia lupa kalau mereka sedang menyamar.

"Jangan menoleh!"  bisik Rofiq reflek.

Ayash baru menyadari kecerobohannya lalu berjongkok pura-pura membetulkan sepatu. Sehingga kesannya barusan dia berhenti bukan karena ada yang memanggil tapi karena akan membetulkan sepatunya.

Beberapa saat kemudian Ayash bangkit lagi lalu keduanya kembali berjalan, kali ini dengan agak tergesa-gesa.

Beruntung begitu sampai ke tepi jalan ada angkutan umum yang lewat, jadi mereka bisa langsung naik ke dalam angkutan umum tersebut.

Rofiq menarik nafas lega begitu mobil angkutan kembali melaju.

"Hampir saja .... "

"Maaf, Gus. Saya lupa kalau kita sedang menyamar. Dan saya reflek berhenti ketika tiba-tiba ada yang memanggil nama saya."

"Tapi kok, kenapa mereka bisa menyangka itu kamu ya? Padahal kita sudah hampir tidak tidak dikenali," gumam Rofiq.

"Mungkin karena melihat cara saya berjalan," jawab  Ayash.

"Bisa jadi, lain kali mungkin kamu harus merubah cara berjalan kamu ketika sedang menyamar."

***

Sementara di dalam pesantren, seorang santri yang barusan mengenali Ayash tergopoh-gopoh menuju kediaman Abine.

Abine yang baru saja masuk ke dalam kediamannya karena juga baru selesai shalat berjamaah di mesjid, merasa heran ada yang mengikutinya.

"Ada apa?" tanyanya seraya berbalik menghadap santri tersebut.

"Ada yang perlu saya sampaikan mengenai kang Ayash," ucap santri tersebut sambil menunduk.

"Baiklah, kita bicarakan di dalam." Abine kemudian masuk ke dalam kediamannya diikuti oleh santri kepercayaannya yang akan melapor.

"Katakan! Ada apa? " tanyanya setelah duduk di atas kursi yang berada di ruangan tempat dia menerima tamu.

"Barusan saya melihat orang yang mirip dengan kang Ayash di mesjid, sepertinya dia ikut berjamaah."

"Mirip? Hanya mirip? Kamu tidak yakin?"

"Maaf Abine, dia berkumis dan memakai kacamata. Pakaian yang dikenakannya pun memang bukan pakaian seperti yang biasa dikenakan kang Ayash. Kemeja dan celana jeans, seperti anak kuliahan tapi cara dia berjalan dan postur tubuhnya mirip sekali dengan kang Ayash."

"Bisa jadi Ayash sedang menyelidiki keadaan pesantren dan menyamar menjadi jamaah," gumam Abine sambil menerawang ke luar rumah.

"Saya sudah mencoba menghentikannya dengan cara memanggil namanya."

"Apakah ada reaksi?"

"Begitu saya memanggil nama kang Ayash, pemuda itu berhenti. Lalu berjongkok membetulkan sepatunya. Jadi ada dua kemungkinan kenapa di berhenti. Pertama karena merasa dipanggil namanya lalu pura-pura membetulkan sepatu

Salwa, Gadis tanpa KegagalanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang