"Em, aku permisi sebentar." Rofiq pamit pada Elvis, lalu berjalan mendahului Ayash.
"Ya. Bang." Elvis mengangguk. Lagi, sapaan 'Bang' membuat Ayash kesal. Elvis sok akrab dengan Gus Rofiq. Yang notabene adalah putera Kiai Rozak dan harus dihormati. Dia yang sudah mendapat restu dari Kiai saja tak berani memanggilnya dengan sebutan Bang.
Ayash bangkit dari duduknya lalu sesuai isyarat dari Rofiq dia berjalan mengikuti putera Kiai Rozak, yang memberinya isyarat untuk mengikuti. Tampaknya ada sesuatu yang akan dikatakan pemuda itu. Entah, perasaannya tak nyaman.
Mungkinkah Rofiq akan memarahinya? Mengingat sedari tadi, apa yang diucapnya pada Elvis mendapat bantahan.
Setelah berjalan menjauh dan dirasa cukup untuk bicara tanpa didengar oleh Elvis, Rofiq pun menghentikan langkahnya.
"Nggeh, Gus. Apa ada hal yang sangat penting, sampai kita em ... meninggalkan tamu?" Ayash yang sudah merasa bersalah, bertanya dengan meringis.
"Hufff." Rofiq menarik napas dalam dan mengeluarkannya panjang. Hal itu membuat Ayash makin tak nyaman saja.
"Ya." Rofiq mengangguk. "Dia tamu kita, jadi kita memang harus memulyakannya. Apalagi ... pemuda itu sudah banyak menolong kita, dan memperjuangkan kemenangan pihak pesantren sampai detik ini."
"Eum. Nggeh, Gus." Ayash menunduk dalam. Ada sesal di hatinya mengucap sesuatu yang seharusnya tak diucapkan sebagai seseorang yang mengerti ilmu dan adab.
"Aku sebenarnya tidak tahu apa yang sedang terjadi diantara kalian." Ayash menjeda kalimatnya, dia memperhatikan reaksi Ayash yang nampak sedikit gugup.
"Tapi sebagai laki-laki dewasa aku cukup faham tentang perasaan. Semua orang punya hak dan kesempatan yang sama. Bukankah seperti itu?"
"Iya, Gus."
"Terus kenapa harus bersikap egois?"
"Maksudnya?" Ayash tetap menunduk.
"Cinta dan cemburu itu satu paket, tidak akan bisa dipisahkan. Tapi ada akal sehat yang bisa mengendalikannya. Kamu sebagai orang yang faham agama saharusnya lebih bisa menjaga sikap."
Ayash masih menunduk, dalam hatinya menyadari bahwa cemburu telah membuatnya hampir kehilangan akal sehat. Seharusnya dia harus lebih menjaga sikap dibandingkan dengan Elvis yang memang berandalan.
"Ilmu itu pertama kali harus kita terapkan kepada diri sendiri. Islam mengajarkan kita untuk saling menyayangi dan menghargai. Masalah hati memang sangat sensitif, apalagi kalau sedang jatuh cinta." Panjang lebar Rofiq mengingatkan apa yang seharusnya sudah dipahami oleh Ayash.
Dia merasa maklum, adakalanya seseorang itu khilaf dan lupa. Itulah yang dipahami dan menjadi alasan kenapa sesama muslim itu punya kewajiban saling mengingatkan.
"Kita boleh bersaing. Namun, Islam juga telah mengajarkan bagaimana cara bersaing dengan sehat." Rofiq menyambung ucapannya. Sebuah pernyataan yang menohok hati
'Curang? Apa aku curang? Apa yang tepat kulakukan? Aku tak pernah berniat mencelakai Elvis dengan menaruh racun di minumannya atau sejenisnya meski aku membencinya.' Pemuda itu bertanya-tanya dalam hati.
"Curang, Gus?" Ayash menatap tak percaya. Mempertanyakan ungkapan lelaki yang ia yakini akan menjadi kakak iparnya dalam waktu dekat
"Oh, maaf, Kang. Mungkin ungkapanku terlalu tajam. Ini hanya sebuah penjabaran. Bukan menjudge. Maaf." Rofiq mengusap bahu santri kesayangan abinya itu.
Ayash terdiam. Ia yang merasa harga dirinya telah tercabik-cabik dan kalah. Ia kehilangan harapan. Sejak awal, Rofiq menampakkan restu untuk Elvis dibanding dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Salwa, Gadis tanpa Kegagalan
Teen Fiction21+ Yang puasa boleh diskip. 😂 Setelah semakin melotot kaget karena ada yang menempelinya, Salwa mendorong kuat tubuh di depannya tapi gagal. Mundur pun tak bisa karena posisinya yang sudah mentok ke dinding beton pagar, hingga akhirnya memilih pas...