Part 2

9.6K 237 4
                                    

#SALWA (2)
#Ning_di_Sarang_Mafia

Salwa membuka kaki, tangannya telah mengepal. Posisi badan gadis itu kini sudah membentuk kuda-kuda. Tak ada jalan lain, selain duel. Apa gunanya dibantu dari preman, tapi ternyata yang menolong adalah kepalanya. Memuakkan.

"Ayo, kita duel sampai mati! Mungkin aku cuma seorang wanita tapi aku adalah pelatih silat di pesantren." Tatapan mata Salwa menghunus pada Elvis.

Kyai Rozak mengajarkannya untuk tidak lemah bahkan dalam kondisi terdesak. Seorang muslim itu kuat, jangan menyerah pada keadaan. Jika pun ia mati karena membela harga dirinya, maka ia mati dalam jihad.

Elvis yang menyilang tangan di dada dengan santai tersenyum. Salwa terlihat sangat konyol.
"Oh, jadi kamu dari pesantren."

"Tidak perlu banyak bicara Tuan Preman!" ucap Salwa menekan. Ada api di matanya yang menunjukkan posisi tak gentar.

"Ah, sudahlah. Ayo aku antar pulang." Elvis mengayunkan tangan, tidak ada gunanya buang waktu. Karena anak buahnya cepat atau lambat akan menemukan mereka di sana.

"Apa?"

"Kamu beruntung Nona, ini adalah hari pertamaku membangkang pada Papi. Ayo ikuti aku!" Elvis berjalan tanpa mempedulikan ekspresi Salwa yang terbengong-bengong.

***

Seluruh santri dalam pesantren tengah sibuk ta'lim. Hanya ada beberapa ustaz dan senior pilihan yang dipercaya terlihat mondar-mandir dari satu asrama dan kantor di lingkungan tersebut.

"Waw dia memiliki garis leher yang indah ...,"
ucap remaja bertubuh kurus, matanya lekat ke seorang wanita, hanya mengenakan lingerie.

"Ya ... Hemh," sahut remaja di sebelahnya.

Asrama mereka tampak sepi. Tak lama seseorang masuk ruang. Mereka kaget. Dengan buru-buru disembunyikan majalah dewasa itu.

Seseorang itu bernama Ayash, dia adalah ketua asrama Malik. Ini adalah tahun terakhirnya menjalani pendidikannya di Ponpes Darut Tholib.

Satu dari dua anak remaja itu berpura-pura sibuk membereskan rak, sedang satunya lagi segera menutup kaki hingga pinggangnya dengan selimut, dalam posisi duduk.
Tangan Ayash mulai sibuk dengan deretan buku-buku di lemarinya sendiri, kemudian melirik mereka.

"Kalian sedang apa? Bukannya Ustadz Kamil tadi sudah masuk kelas ... !?" ucap Ayash curiga.

"Em itu Kak, kami tadi tak enak badan ...." Karena ragu ucapannya terputus.

"Berdua?"

"Iyya Kak, eh maksudnya si Ridwan ini yang sakit. Saya mah cuma nemenin kalau-kalau perlu sesuatu," jawab satu anak lagi.

Ayash menyipitkan mata,
"Masa? Tadi ku lihat kalian serius memperhatikan kitab-kitab itu. Tak nampak sakit sedikitpun."

Ayash berjalan mendekati dua anak yang baru setahun lalu masuk pesantren.

Wajah Ridwan dan Yusuf nampak pucat ketakutan mengiringi langkah Ayash yang semakin dekat pada mereka.

Baru saja Ayash hendak mengayunkan tangan ke tumpukan kitab di lemari Ridwan, seseorang datang menepuk pundak, mengagetkan Ayash.

"Khi ...." Suara khas Ikhwan yang parau menyapa Ayash.

Ridwan dan Rozak terlihat lega, menghembuskan nafas. Cepat-cepat mereka menyembunyikan majalah itu di dalam kitab Jurumiyah, yang lebih besar dari kitab sebelumnya.

Seketika Ayash menoleh,
"Woi ...," balasnya pada Ikhwan pelan.

Melihat hal itu, Ridwan dan Yusuf mengendap-endap, ingin keluar tanpa permisi.

Salwa, Gadis tanpa KegagalanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang